Tangannya menyentuh tengkuk Runa dengan lembut. Ia mengarahkan agar Runa sedikit mengangkat kepalanya. Abizar lalu membungkukkan tubuhnya agar bibirnya bisa lebih leluasa mencium kekasihnya itu.
Keduanya berciuman dengan panas.
Tangan Runa membelai punggung Abizar berulang kali. Sentuhan yang membuat Abizar mendekap tubuh Runa semakin erat tanpa jarak.
"Ah.. Abizar.." Runa mendesah. "Aku baru saja touch up make up ku."
"Kamu bisa touch up lagi," Abizar kembali memagut bibir Runa dengan cepat. "Maafkan aku Runa."
"Aku tidak tahu," Runa membalas ciuman itu dengan penuh gelora.
"Maafkan aku," Abizar lagi lagi meminta maaf lalu mengecup bibir kekasihnya.
"Tidak tahu," Runa masih merajuk sambil melepaskan kecupan itu.
"Please, maafkan aku," Abizar terus bicara dan berulang kali mencium Runa.
"Jangan terus menciumku!" Runa meronta.
"Aku akan terus menciummu.." Abizar menyentuh tengkuk Runa dan memiringkan kepalanya.
"Abizar.." Runa mencoba melepaskan diri.
Tapi kekasihnya itu begitu kuat. Otot otot tubuhnya mendekap tubuhnya hingga tenggelam dalam pelukannya.
"No talk, just kiss.." Abizar kembali menciumnya. "I'm sorry.. I love you.."
"Ah, kamu berubah. Sungguh kamu berubah.." Runa balas memeluk erat tubuh kekasihnya.
Keduanya terus berciuman untuk melepaskan amarah, emosi, rasa dan asa...
***
"Kita pindah ke ruangan dalam untuk resepsi dan makan siang," Jani mengarahkan yang lain untuk segera memasuki ruangan yang telah ditempatkan.
"Runa mana ya?" Jani menggumam.
Dalam pernikahan Daru dan Hana, ia dan Runa tentu saja jadi panitia inti perwakilan keluarga laki laki, tapi sepupunya itu tidak kelihatan batang hidungnya.
Asya menghampirinya, "Kenapa kamu seperti bingung begitu?"
"Runa menghilang," Jani bingung.
"Paling dia dan si Abi menyendiri mencari tempat sepi," ucap Asya tergelak.
"Hah, memang Abi ada? Dia datang?" Jani langsung menunjukkan ekspresi kesal dengan kedua tangannya mengepal dan saling beradu.
Asya lagi lagi tertawa, "Aku lihat tadi dia datang sambil lari lari dan kemudian pergi mengikuti Runa. Kamu kenapa juga harus cemberut begitu?"
Jani mendelik tanda marah, "Apa kamu tidak mengerti kekesalanku?"
"Huh.." Ia langsung berbalik badan dan melangkah pergi.
Asya geleng geleng kepala, "Ah, kekasihku yang pemarah dan super lucu.."
Ia berlari mengejar Jani, "Kenapa juga kamu harus marah marah?"
"Yang namanya Radhea Abizar Nuswantara sudah menelantarkan sepupuku! Aku harus marah. Dia.. Dia bahkan telat datang di hari sepenting ini!" Jani terus saja mengomel.
"Ok kalau telat tapi masih terkejar. Ini sampai selesai akad nikah tadi, tidak juga terlihat," Jani memukul mukul telapak tangannya karena kesal. "Apa sih urusan dia yang begitu penting sehingga mengabaikan ini semua?"
"Sepenting apa? Apa prioritasnya? Runa? Kak Daru? Atau pekerjaannya?" Jani bersimpati pada Runa.
Asya merangkul Jani, "Sudah, si Abi pasti memiliki alasan tersendiri. Kamu tahu sendiri, dari dulu dia tidak pernah bisa menerima ketidakadilan. Apalagi sekarang profesinya menuntut seperti itu. Abizar seperti hidup dalam "game" favoritnya."
"Dia dan Runa mungkin sedang menyelesaikan persoalan mereka. Jadi, aku akan back up tugas Runa. Hentikan dulu omelanmu. Nanti kita bicara lagi," Asya menenangkan Jani.
"Ya, ya.." Jani dengan terpaksa berhenti bicara. "Ih, ada ya lelaki sesabar kamu.."
Asya tergelak, "Sembilan tahun Jani.. Nine years. Kesabaranku teruji sudah."
Jani ikut tertawa, "Sembilan tahun dan kamu masih sama seperti awal aku kenal. Si sabar dan si cerdas."
"Kamu juga masih sebawel dan sepemarah dulu. Tidak berubah," Asya tersenyum lebar.
"Tapi, hubungan bukan soal merubah tapi soal menerima," Asya mengecup kening Jani.
Jani tersenyum, ia merasa bersyukur ada lelaki sesabar dan sebaik Asya yang menerima dirinya apa adanya. Ia tidak lagi marah marah pada sosok Abizar, meski hati kecilnya bertanya tanya.
Kasus apa yang membuat Abizar sampai melewatkan pernikahan Daru dan Hana? Sepenting apa kasus itu? Aku jadi penasaran.
Sepertinya "Detektif" Jani akan mengajak "Detektif" Gema untuk mengawasi si Abizar diam diam. Lihat saja nanti!
***
"Abi.. Hentikan," Runa mendesah.
"Aku ingin, tapi.. I miss you.." Abizar kembali menggigit bibir Runa.
Ia menatap kekasih yang sudah tidak ia temui tujuh hari terakhir ini.
"Kamu cantik sekali Runa," Abizar membelai pipi kekasih hatinya.
"Dan kamu berantakan sekali," Runa mengatupkan bibirnya. "Bajumu, dasimu, rambutmu, dan lipstikku ada dimana mana. Wajah dan lehermu merah merah penuh lipstik."
"Aku tidak peduli. Ini perbuatan pacarku sendiri," Abizar mengecup kening Runa, "Maafkan aku.. Maafkan aku.."
"Runa, kamu tahu, aku juga tidak enak hati sampai tidak tidak melihat prosesi sakral Daru dan Hana. Tapi, sungguh, sesuatu terjadi.." Abizar kembali menjelaskan.
"Kemana saja kamu? Tujuh hari menghilang?" Runa menatapnya.
Ada rasa marah dan rindu bercampur aduk.
"Aku akan cerita. Tapi tidak sekarang. Aku janji, ini urusan kasus, tidak ada yang lain," Abizar membelai pipi Runa, "Aku kangen sekali."
Runa terdiam.
"Aku masih marah. Tapi, tidak ada hal yang bisa aku lakukan lagi. Semua sudah terjadi," Runa menunduk.
"Tapi.. Kamu membalas ciumanku. Bukankah itu artinya kita berbaikan?" Abizar bicara perlahan.
"Ciuman ya ciuman. Tapi marah ya marah.." Runa menggumam.
Abizar langsung tidak enak hati, "Kalau berhenti menciummu hanya untuk kembali melihat kemarahanmu, aku rasanya akan mengulang ciuman tadi."
"Ah STOP!" Runa akhirnya tersenyum. "Aku harus touch up dan kamu cuci muka sana."
"Kamu telat akad nikah, tapi jangan sampai telat saat resepsi. Sebentar lagi makan siang," Runa mencubit pipi lelaki yang telah membuatnya kesal setengah mati tapi juga ia sayangi seluas bumi dan lautan.
"Iya, aku menurut," Abizar mengecup kening Runa.
Keduanya berjalan menuju kamar kecil. Runa masuk ke toilet perempuan sedangkan Abizar ke toilet laki laki.
Toilet perempuan kosong, tidak ada siapapun. Hanya seorang Runa yang menatap dirinya di depan cermin sambil tersenyum.
Si Abi menciumku buas begini. Banyak bagian yang harus aku touch up. Ahh..
Kamu memang mengesalkan, tapi aku juga sayang sekali sama kamu.
Di toilet laki laki, Abizar tertawa sendiri melihat pantulan wajahnya.
"Banyak juga bekas lipstik Runa di wajahku. Hmm.. Di kemeja juga lagi. Sh*t si Daka pasti menggodaku terus," Abizar mencuci muka dengan sabun cuci tangan yang ada di kamar kecil tersebut.
"Setidaknya bekas lipstik di muka dan leherku hilang," Abizar tersenyum lebar. "Untuk bekas di kemeja, abaikan saja. Paling aku menjauh dari si Daka."
Abizar menarik nafas panjang sambil mengatupkan bibirnya. Bayangan wajah Runa merasuk dalam ingatannya.
Runa, I love you so much.. Tunggu kasus ini berakhir, dan aku akan melamarmu.
Seketika, kedua tangannya mendadak terkepal. Ia teringat sosok yang ia lihat. Secara reflek, Abizar menyentuh bagian samping ikat pinggangnya. Pistol kecil itu dengan aman tersemat di tubuhnya.
Kenapa orang tadi bisa ada di sini?