“Wanita dinikahi karena empat hal; sebab hartanya, kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama agar barakah kedua tanganmu.”
( H.R Muslim )
Damar memandangi dirinya di depan cermin, pemuda tampan itu sejak tadi melantunkan ayat-ayat suci Al-qur’an untuk menenangkan rasa gugup dan grogi yang tengah melandanya. Walaupun sebelumnya dia telah mengemukakan niatnya pada Silvi dan Bundanya, tetap saja Damai merasa cemas dan tidak tenang. Dia masih merasa khawatir kalau Silvi, Bunda atau keluarganya berubah pikiran saat acara khitbah (lamaran) dilaksanakan. Bagaimanapun Allah Subhanallahu wa Ta’ala adalah pembolak-balik hati manusia. Tidak ada daya upaya selain atas izin Allah.
Tak lama berselang, Rafli datang. Kakak tertua Damar itu mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum memasuki kamar Damar yang pintunya terbuka. Damar yang melihat kedatangan kakaknya pun menjawab salam Rafli dan mempersilahkan kakaknya masuk.
“Sudah siapkah dirimu adikku?” tanya Rafli sembari duduk di dekat Damar yang sudah duduk manis di tepi kasurnya.
Damar mengangguk.
“Insyallah sudah, kak!” jawab Damar mantap.
“Jika boleh aku bertanya, apa kamu mau menjawabnya?” tanya Rafli.
Damar sekali lagi mengangguk.
“Tentu saja, kak. Ada apa?” tanya Damar.
“Mengenai calon istrimu, sudahkah kamu melihatnya betul?” tanya Rafli.
Damar mengangguk mantap.
“Sudah?” tanya Rafli memastikan.
“Maksudku melihat dengan betul, bukan hanya sepintas saat kalian bertemu di kafe,” ujar Rafli menegaskan.
Damar tersenyum tipis lalu menganggukkan kepalanya.
“Damar bahkan sudah bertemu Bunda dari dek Silvi, Kak! Damar sudah mencari tahu latar belakang dek Silvi san keluarganya,” jawab Damar meyakinkan.
Rafli menarik napas lega.
“Syukurlah jika begitu, kakak merasa lega mendengarnya,” ucap Rafli senang.
“Kamu juga sudah menanyakan kalau dia tidak dalam khitbah lelaki lain bukan?” tanya Rafli masih merasa khawatir.
“Sudah, kak! Dek Silvi pernah beberapa kali ta’aruf dan semuanya berakhir sebelum khitbah,” jawab Damar.
“Mengapa begitu?” tanya Rafli heran.
“Mungkin skenario Allah Subhanallahu wa Ta’ala memang sudah diatur begitu Kak! Karena dengan gagalnya ta’aruf dek Silvi dengan lelaki lainlah yang pada akhirnya mempertemukan Damar dan dek Silvi,” jawab Damar bijak.
Rafli menepuk-nepuk ringan bahu Damar.
“Kamu semakin dewasa adikku,” puji Rafli.
Damar hanya melempar senyuman tipis.
“Jika demikian, boleh Damar yang sekarang bertanya kak?’ tanya Damar.
Rafli mengangguk pasti.
“Silahkan!” kata Rafli mempersilahkan.
“Apa kak Rafli dan mas Jaka tidak keberatan Damar menikah lebih dulu? Sejujurnya setelah proses khitbah dilaksanakan, Damar tidak ingin menunggu waktu lama untuk segera melangsungkan pernikahan,” kata Damar mengemukakan maksudnya.
Rafli tertawa geli mendengar ucapan Damar.
“Janganlah kamu mencemaskan kami, tidak ada aturan dalam islam kalau kakak tertua harus menikah lebih dulu, Mar!” celetuk Jaka yang tiba-tiba saja bergabung.
Damar dan Rafli yang mendengar jawaban Jaka seketika menoleh pada Jaka.
“Kamu ini masuk tiba-tiba begitu, dimanakah salammu?’ tegur Rafli.
“Maaf, aku ulang ya,” gurau Jaka sembari mundur kembali hingga ke pintu masuk.
“Assalamu’alaikum,” ucap Jaka lalu memasuki kamar Damar.
“Wa’alaikum salam,” sahut Rafli dan Damar bersamaan.
“Jadi seperti yang aku bilang tadi, menikahlah kamu jika sudah merasa mampu. Sedangkan aku dan Rafli sedang masa puasa,” kata Jaka.
Mendengar jawaban Jaka, Damar tersenyum geli lalu menoleh pada Rafli.
“Ya, Jaka benar, aku dan dia tengah berpuasa seperti halnya hadist nabi ..Dan barangsiapa belum mampu, maka atasnyalah puasa. Maka sesungguhnya puasa itu benteng baginya (H.R AL Bukhari dan Muslim ),” kata Rafli.
“Mengapa kakak dan mas belum mampu? Padahal secara materi, kalian sudah berkecukupan?” tanya Damar heran.
Rafli dan Jaka saling pandang lalu tertawa membuat Damar, adik mereka terheran-heran.
“Kami memang mampu dalam materi, tetapi kami belum merasa mampu memikul tanggungjawab setelah menikah, Damar!” jelas Rafli.
“Maka menikahlah duluan, jangan terbebani dengan status kami. Karena menikah itu diawali dengan niat, kemudian melafalkan kalimat khitbah yang indah dan terakhir ijab-qobul,” kata Jaka menimpali.
Damar tersenyum puas.
“Jika begitu, aku harap kalian berdua segera berbuka dari puasa kalian dan menemukan wanita yang bisa membuat kalian segera menikah. Aamiin.” Damar mendoakan tulus kedua kakak laki-lakinya.
“Aamiin,” sahut Rafli dan Jaka kompak.
Ketiganya pun segera keluar dari kamar ketika Dahlia memanggil. Mereka sudah siap untuk segera menuju rumah Silvi, calon istri Damar.
***
Sekitar jam delapan malam, keluarga Kyai Ramli yang terdiri dari istrinya, ketiga anak lelakinya serta beberapa kerabat telah tiba di rumah Bu Maryam. Rombongan itu turun dengan membawa seserahan di tangan masing-masing. Terkecuali Kyai Ramli dan Damar, anggota keluarga yang lain membawa masing-masing seserahan di tangan mereka.
Keluarga Silvi yang sudah menunggu kedatangan mereka tampak sudah menunggu. Roni pun dengan sigap menyambut kedatangan keluarga calon suami adiknya. Dia mengarahkan mereka ke pintu masuk dan masuk ke dalam ruangan tamu yang sudah disingkirkan kursi dan mejanya sehingga hanya terhampar karpet merah besar dengan beberapa hidangan kecil dan minuman di tengah-tengah.
Seserahan diserahkan dan semua pihak keluarga dari kedua calon mempelai itu sudah duduk saling berhadapan. Setelah pembacaan doa bersama yang dipimpin oleh Ustad Usman, adik dari almarhum ayah mertua Roni, acara lamaran pun resmi dimulai. Ustad Usman mengucapkan selamat datang kepada keluarga calon mempelai pria dan mengucapkan terimakasih.
Setelah berbasa-basi sebentar acara lamaran pun memasuki acara inti. Kyai Ramli selaku ayah Damar pun mengutarakan maksud kedatangan mereka.
“Assalamu’alaikum Waramatullahi Wabarakatuh,” ujar Kyai Ramli memulai pembicaraan dengan salam.
Yang berada di ruangan itu pun kompak menjawab.
“Wa’alaikum salam Waramatullahi Wabarakatuh,”
Hening sejenak, Kyai Ramli pun melanjutkan ucapannya.
“Alhamdulillahiladzi arsala rosulahu bilhuda wadinil haq liyuzhirohu ‘aladdini kulihi wakafa bilahi syahida. Asyhaduala ilahailallah wa asyhaduanna muhammadan abduhu warosuluh. Allahuma saoli ‘ala muhammada wa’ala ali muhammad kama solaita ‘ala ibrohim wa ‘ala ali ibrohim innaka hammidum maji, wabarik ‘ala muhammad wa ali muhammad kama barokta’ala ibrohim wa ‘ala ali ibrohim innaka hammidum majid,”
“Segala puji syukur hanya kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang telah memberikan begitu banyak nikmat kepada kita sekalian sehingga kita dapat bertemu dan berkumpul bersilaturrami pada hari yang berbahagia ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alahi wassalam, Keluarga dan para sahabatnya,”
“Bapak/ibu dan segenap keluarga yang kami hormati, pertama-tama, perkenankanlah saya untuk menyampaikan tutur kata untuk secara resmi menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan keluarga kami ini. Namun sebelumnya kami menghaturkan salam yang diiringi ucapan terimakasih atas penerimaan kami sekeluarga yang telah disambut dengan baik,”
“Pada hari ini kami hadir di tengah-tengah keluarga Bapak/Ibu, tiada lain dalam rangka bersilaturahmi agar saling mengenal lebih dekat antara satu dengan lainya, ini yang pertama. Dan adapun yang kedua tujuan kedatangan kami adalah untuk menyampaikan hajat dari anak kami yang paling bungsu dari tiga bersaudara yaitu Ragata Damar Laksana,”
Bunda, Hanum dan beberapa kerabat Silvi tampak berwajah tegang. Silvi yang juga duduk di ruangan itu pun juga merasa kegugupan yang sama. Tangan dan kakinya terasa dingin, jantungnya berdebar dan sejak tadi mulut mungilnya tidak henti-hentinya berdzikir.
“Cerita singkatnya, anak kami telah menyampaikan niat yang tulus kepada kami selaku ornag tua untuk dihantar meminang Silviana Gunarsih sebagai istrinya. Untuk itulah maksud dan tujuan kedatangan kami pada hari ini, yakni meminang adik Silviana Gunarsih sebagai istri anak kami yang bernama Ragata Damar Laksana,” lanjut Kyai Ramli.
Berjatuhanlah air mata Bunda dan Silvi tatkala lamaran itu terucap. Ibu dan anak itu terlarut dalam rasa haru yang luar biasa membuat mereka memuji keagungan Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
“Hanya inilah yang dapat kami utarakan kepada Bapak dan Ibu, Sambil menanti jawaban dari Bapak/Ibu apakah lamaran kami ini diterima atau mungkin ditolak, tak lupa kami sekeluarga mohon maaf apabila dalam menyampaikan maksud dan tujuan ini ada tutur kata yang kurang berkenan di hati. Begitu pula hantaran pakaian dan cincin hanya sekadarnya saja sebagai lambang pinangan. Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurota ‘ayunin waj ‘alna lil muttaqina immama. Billahittaufik wal hidayah, Wassalamuallaikum Waramatullahi Wabarakatuh.” Kyai Ramli pun menyudahi ucapannya.
Ustad Usman selaku wakil dari keluarga bunda Maryam pun memberikan jawaban. Beliau melirik Silvi setelah mengucapkan beberapa kata pengantar.
“Nah, Silvi, kamu sudah mendengar sendiri maksud dari kedatangan keluarga kyai Ramli kesini malam ini. Maka, semua keputusan kami serahkan padamu,” ucap Ustad Usman dengan senyuman yang terkembang.
“Wahai Anakku, Silviana Gunarsih, sudikah engkau menerima pinangan dari Ragata Damar Laksana untuk menjadikan dirimu istri dari dirinya, ibu dari anak-anaknya dan juga ustadzah di rumah tangga kalian kelak?” tanya Ustad Usman.
Semua mata tertuju pada Silvi dan gadis berusia 23 tahun itu pun merasakan kegugupan yang berlipat-lipat. Dengan suara gemetar, Silvi pun memberikan jawabannya.
“Bismillahirahmannirrahim,” ucap Silvi pelan dan lembut.
Silvi pun memberikan jawaban dengan mengangguk yakin serta senyuman yang terkembang sehingga membuat semua orang yang berada di ruangan menyerukan asma Allah dan bertahmid sebagai wujud rasa syukur.
Bunda segera memeluk Silvi dan kedua perempuan itu pun kembali menangis bahagia dalam rasa haru yang tidak bisa disembunyikan lagi.
Roni tersenyum lebar menatap Bunda dan adik bungsunya yang begitu bahagia. Setelah itu dia pun melihat Damar yang langsung bersujud syukur sebagai ungkapan kebahagiannya.
Aku titipkan adikku padamu Damar. Jagalah dia dan bimbinglah dia sehingga senantiasa berjalan di jalan Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Semoga adikku bisa menjadi terang saat kamu merasa gelap, menyenangkan hatimu di kala hatimu bersedih dan menjadikanmu pemimpin yang baik dengan menjadi makmum yang senantiasa mengingatkanmu di kala lupa dan khilaf. Aamiin. Doa Roni tulus dalam hati.