Senyum samar tersungging di wajah Vio. Suaranya pelan, namun sarat dengan luka dan keikhlasan yang bercampur jadi satu. "Maaf," ucapnya lirih. Khumairah mengernyit, jelas bingung dengan arah pembicaraan. "Maaf karena aku pernah marah-marah padamu. Maaf karena lidahku sempat menyebutmu murahan. Maaf karena aku pernah menjatuhkanmu, membuatmu seakan tidak berharga. Dan maaf, karena aku tidak bisa berbagi suami denganmu," Vio berhenti sejenak, menahan napas yang berat. "Bagiku, dia telah memilihku untuk jadi istrinya. Maka sampai napas terakhirku, aku ingin dia bertanggung jawab atas pilihan itu." Kata-kata itu terucap dengan lirih, tapi justru semakin menusuk. Udara di antara mereka terasa begitu berat. Khumairah hanya terdiam, kedua matanya bergetar seakan mencari jawaban, tapi lidahnya

