Kabiru mengajak teman-temannya untuk masuk ke rumahnya yang sempit. Kabiru sedikit canggung saat teman-temannya menatap kediamannya.
“Maaf ya teman-teman, rumahku kecil,” ucap Kabiru.
“Tidak apa-apa. Ini juga nyaman ditempati,” jawab Erlan.
“Kabiru, boleh minjam bajunya. Bajuku basah,” ucap Caesar. Kabiru menatap Caesar dengan tidak percaya. yang dia tahu, Caesar adalah anak pengusaha kaya, baju yang dipakai pun selalu bermerk, dan sekarang Caesar mau meminjam bajunya. Bagi Kabiru ini sama sekali tidak masuk akal.
“Boleh enggak? Besok bakal aku kembalikan kok, ini dingin banget,” ucap Caesar.
“Boleh-boleh, aku bawain baju buat kalian. Kalian ke kamar mandi dulu ya, gantian,” ucap Kabiru yang diacungi jempol oleh mereka.
“Ini teman-teman Kabiru?” tanya seorang wanita paruh baya yang datang dari arah dapur.
“Iya, Bu. Kami teman Kabiru,” jawab Erlan menyalami terlebih dahulu ibu Kabiru, Caesar, Sahnum dan Fiya pun menyalami tangan ibu Kabiru.
Mata Sahnum jatuh pada seorang gadis kecil kisaran umur sepuluh tahun yang tengah membawa boneka kecil.
“Haii adik cantik, namanya siapa?” tanya Sahnum mencubit pipi Bintang.
“Namanya Bintang, Kak. Maaf Bintang belum bisa bicara,” ucap Ibu kabiru.
Sahnum menatap Bintang yang tampak menunduk sedih, Sahnum merendahkan tubuhnya untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Bintang. Remaja itu mengelus pipi Bintang dengan lembut.
“Bintang, namanya bagus, sebagus bintang di langit,” ucap Sahnum.
“Nama Kakak Sahnum, kita bisa menjadi teman sekarang,” ucap Sahnum lagi menunjukkan jari kelingkingnya. Bintang menatap Sahnum dengan lekat. Kabiru yang datang membawa lima baju pun kini menatap Sahnum dan adiknya. Adiknya tidak pernah mau didekati orang lain karena keadaannya, dan orang lain pun juga enggan berdekatan dengan Bintang.
Namun yang Kabiru lihat kali ini adalah keajaiban, Bintang mengulurkan tangannya untuk menyambut kelingking Sahnum. Sahnum tersenyum cerah pada Bintang.
“Ini namanya tanda pertemanan kita,” ucap Sahnum mengusap puncak kepala Bintang. Bintang tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Eh Bintang, kamu juga harus berteman sama kakak. Di antara cowok satu sekolahan, kakak yang paling tampan, kamu tidak akan menyesal berteman dengan kakak,” ucap Erlan yang ikut berjongkok menyamakan tingginya dengan Bintang. Bukannya Bintang terpesona dengan kepercayaan diri Caesar, Bintang malah takut dan bersembunyi di belakang tubuh ibunya. Sontak kelakuan Caesar dan Bintang mengundang gelak tawa mereka.
“Teman-teman, ini bajunya. Kalian ganti baju gih!” ucap Kabiru. Erlan dan Caesar segera mengambil baju dan menuju ke kamar mandi bersama dengan Kabiru.
Fiya tidak mau memakai baju Kabiru, perempuan itu melepas seragamnya dan menyisakan kaos di dalamnya yang tidak terlalu basah. Sedangkan Sahnum, setelah kabiru berganti pakaian, Kabiru memaksa Sahnum untuk mengikutinya ke kamar mandi. Caesar dan Erlan sudah berganti baju dan duduk di ruang tamu. Ibu Kabiru sudah menyiapkan teh dan pisang goreng untuk teman-teman Kabiru.
“Kabiru, aku pakai baju siapa?” tanya Sahnum.
“Kamu pakai bajuku saja. Ini ada celana ku saat SMP dulu masih ada, kayaknya pas buat kamu,” ucap Kabiru. Sahnum menerimanya dengan canggung, tapi Kabiru terus mendorong Sahnum ke kamar mandi. Mau tak mau Sahnum pun berganti pakaian dengan yang dipinjamkan Kabiru. Celana Kabiru memang kecil, tapi kaos yang dipinjamkan Kabiru sangat oversize membuat tubuh Sahnum tenggelam. Sahnum membuka pintu kamar mandi, perempuan itu tersentak saat Kabiru masih menunggunya di depan pintu.
“Eh,” ucap Kabiru yang merasa kikuk juga.
“Kabiru, ini gak apa-apa aku pakai?” tanya Sahnum menunjuk baju yang dia pakai.
“Hem, pakai saja. Ini pakai juga jaketku, kamu terlihat kedinginan,” ucap kabiru menyampirkan jaketnya dengan paksa ke tubuh Sahnum.
Safa yang mau ke dapur pun tanpa sengaja melihat anaknya. Safa tersenyum kecil sebelum membalikkan tubuhnya. Selama Kabiru bersekolah, baru pertama ini Safa melihat anaknya membawa pulang teman-temannya. Berkali-kali Safa menasehati Kabiru agar Kabiru mau berteman dan berkumpul bersama teman-temannya, tapi Kabiru tidak pernah mau mendengarnya, dan kali ini Kabiru sudah ada kemajuan.
“Ini ada kantung buat wadah baju basah kamu,” ucap kabiru yang juga menyerahkan kantung plastik. Sahnum menerimanya dan memasukkan bajunya,
“Kabiru,” panggil Sahnum membuat kabiru menatap gadis di hadapannya.
“Tidak peduli kamu siapa, kehidupan kamu seperti apa, maukah kamu berteman denganku?” tanya Sahnum. Kabiru tampak bergeming.
“Berteman itu mudah, Kabiru, Berangkat sekolah bersama, pulang bersama, kalau kamu mempunyai makanan, bagi dengan teman kamu, kalau ada barang yang kamu beli jangan lupa beli untuk temanmu juga, berbagi cerita dan banyak yang lain yang menyenangkan,” oceh Sahnum.
“Berteman sangat rumit,” ucap Kabiru.
“Dan satu lagi, kamu tidak boleh merasa rumit saat berteman. Kamu bisa tanya ke Fiya yang sudah lama menjadi sahabatku,” kata Sahnum.
“Kita sudah pulang bersama, itu tandanya kita sudah berteman kan?” kata Sahnum lagi.
Kabiru membalikkan tubuhnya, “Ayo kita minum teh!” ucap Kabiru yang berjalan tergesa-gesa menuju ke ruang tamu.
Sahnum tersenyum kecil melihat punggung Kabiru yang menjauh. Sahnum menatap dirinya sendiri yang memakai baju kebesaran dan jaket hitam Kabiru. Sahnum menghirup dalam-dalam jaket Kabiru, wangi Kabiru membuat hidung Sahnum termanja.
Sahnum melangkahkan kakinya menuju ke ruang tamu, teman-temannya tampak sedang bercanda sembari memakan pisang goreng yang ada di meja.
“Waah pisang, aku mau!” ucap Sahnum mengambil duduk di dekat Fiya yang bersama Bintang.
“Heh, jaket siapa yang kamu pakai?” tanya Caesar menatap Sahnum.
“Eh, ini. Jaket Kabiru,” jawab Sahnum.
Erlan, caesar dan Fiya menatap Kabiru dan Sahnum, Sahnum tampak gelagapan, apalagi Kabiru.
“Kenapa kamu kasih jaket hanya ke Sahnum? Kenapa tidak ke aku?” tanya Erlan menusuk-nusuk pipi Kabiru. Kabiru menghempaskan tangan Erlan. Sorakan ‘Ciee’ keluar dari bibir Erlan, Caesar dan Fiya. Kabiru memalingkan wajahnya, sedangkan Sahnum hanya menundukkan kepalanya.
Di balik kata Cie, selalu ada satu orang yang hanya pura-pura mengatakan. Sama halnya dengan Caesar. Bibirnya boleh mengatakan Cie, tapi siapa yang tahu hatinya terasa teriris saat melihat Sahnum tampak bersemu saat mendapatkan sorakan Cie cie.
“Sudah, makan pisangnya. Setelah hujan-hujanan pasti lapar,” ucap Kabiru.
Sahnum mengambil lagi pisang gorengnya, ia menyodorkan ke ke Bintang, “Mau pisang goreng?” tanya Sahnum. Bintang menganggukkan kepalanya. Namun Bintang mengambil note kecil dan bolpoin di saku bajunya. Ia tampak menuliskan sesuatu di sana.
“Tapi masih panas.” Sahnum membaca tulisan kecil nan rapi milik Bintang.
Sahnum tersenyum, perempuan itu meniup-niup pisang gorengnya dan menyuapkan dengan suapan kecil ke arah Bintang.
“Aa … buka mulutnya!” titah Sahnum setelah memastikan pisang gorengnya dingin. Bintang membuka bibirnya lebar dan menerima suapan Sahnum.
Kabiru menatap tersenyum ke arah Bintang yang tampak sudah akrab dengan Sahnum. Memang Sahnum memiliki aura yang bersinar dan gampang memikat orang di sekitarnya. Termasuk saat ini dengan Bintang yang sudah lama tidak bisa didekati orang.
****
Malam semakin larut, tapi Sahnum sama sekali tidak bisa tidur. tadi setelah pulang dari rumah Kabiru dengan dijemput ayahnya, Sahnum segera masuk ke kamar dan mengunci dirinya di sana. Sahnum masih memakai jaket hitam milik Kabiru. Jaket Kabiru sangat tebal membuatnya merasa hangat.
Tadi ayahnya menjemput Sahnum dan teman-temannya, Ayahnya juga mengantar Fiya ke tempat penitipan sepeda motor juga mengantar Caesar dan Erlan yang rumahnya dekat dengan rumah Sahnum. Ayah Sahnum seperhatian itu dengan teman-teman anaknya.
Sahnum masih memikirkan Kabiru, tentang Kabiru yang meminjamkan jaket kepadanya, tapi tidak ke teman-temannya. Mengingat kata ‘Cie dari teman-temannya membuat pipi Sahnum memanas.
Sahnum tidak pernah menyukai seorang pria, sekali pun itu hanya cinta monyet. Namun saat ini hati Sahnum terasa deg-degan saat mengingat Kabiru. Sahnum menggigit tali jaketnya dengan gemas.
Tidak jauh beda dengan Sahnum, Kabiru pun juga tidak bisa tidur. Kabiru tengah memiringkan badannya ke kanan, satu menit kemudian membalikkannya ke kiri. Kabiru tidak bisa tidur, padahal harusnya pukul sepuluh malam ia sudah tidur.
Pikiran Kabiru melayang pada saat di aloon-aloon tadi. Di saat banyak temannya yang mengejeknya, ada Sahnum yang dengan beraninya membelanya. Juga Erlan, Caesar dan Fiya yang turut membelanya.
Yang Kabiru tahu, di antara teman-temannya hanya dia lah yang anak orang tidak punya. Sedangkan Erlan, Caesar apalagi Fiya, mereka anak orang kaya. Namun tidak satu pun dari mereka yang mengejeknya. Kabiru meminjamkan baju yang sangat jelek dan tidak bermerk, tapi mereka tidak keberatan dan tampak baik-baik saja. Mereka juga memakan pisang goreng yang hanya buatan rumahan.
“Teman?” tanya Kabiru pada dirinya sendiri. Sahnum menawarkan pertemanan, tapi bagi Kabiru, ia dan Sahnum bagai langit dan bumi.
Ting!
Satu bunyi notifikasi masuk di hp Kabiru. kabiru mengambil hpnya dan membuka aplikasi pesan.
Sahnum: Kabiru, apa kamu sudah tidur?
Sahnum: Aku dapat nomor kamu dari buku kelas. Di halaman belakang ada nomor murid
Kabiru tersenyum membaca pesan Sahnum. Tangannya mengetikkan jawaban bahwa dia belum tidur.
Sahnum: Oh. Aku kira hanya aku yang tidak bisa tidur. Kamu kenapa tidak bisa tidur? Kalau aku mungkin karena memikirkan jaket yang kamu beri.
Kabiru membacanya, tapi pria itu enggan membalas. Kabiru meletakkan hpnya kembali, “Dasar cerewet,” batin Kabiru.