Cassandra POV
Aku tertegun sejak pertama kali membuka mata, bagaimana atidak? Aku sedang berada di atas ranjang super besar. Aku sadar saat ini tidak sedang berada di apartemenku sendiri, jujur saja aku sangat gugup dan sedikit takut. “Sedang berada dimana aku?” gumamku sendiri sambil melihat sekeliling ruangan super lebar ini.
Aku menuruni ranjang tempatku tidur, mataku masih mengawasi sekeliling tempat ini “Apa ini hotel?” gumamku lagi. Ketika aku melihat ke langit-langit kamar, ada 2 buah CCTV tengah mengarah padaku seakan mengawasi apa yang telah ku lakukan semalam. Lalu sebuah televisi besar di depan ranjang, ukurannya sangat berbeda dengan televisi milikku. Yaa, bisa ku katakan jika televisi milikku hanya bekas tidak sebanding dengan benda kotak nan besar di depanku ini.
Tunggu dulu, apa yang ku pikirkan sebenarnya? Harusnya aku takut dengan tempat asing ini.
Ellaine!
Seketika ingatan tentang kejadian semalam mulai menyadarkan aku. ‘Mbak Ellaine mengajakku ke club, dan club itu berada di basemen hotel. Apa kami tengah mabuk lalu ketiduran? Aku tak ingat sudah memesan bir. Lalu apa mbak Ellaine berada disini juga? Apa dia sadar terlebih dahulu lalu membawaku kemari?’ batinku bermonolog sendiri dengan segala kebingunganku saat ini.
Kreeekk,…
Aku dikejutkan oleh suara pintu kamar yang terbuka. Seseorang dari balik pintu perlahan memasuki kamar sambil memandangku. Aku langsung tahu bahwa dia bukan mbak Ellaine yang ku harapkan.
“Kau sudah bangun?”
Aku tertegun sejenak saat pandangan mata kami bertemu. ‘Apa aku sedang bermimpi? Baru buka mata sudah disambut sama lelaki super tampan di hadapanku. Tuhaaan, lihat badan atletisnya itu! Bentukan segi empat berjumlah enam itu menonjol banget di kaosnya. Oh bibir merah nan tipisnya juga seksi’ batinku bermonolog sendiri. ‘Apa aku gila?’ gumamku langsung merapikan rambutku yang acak-acakan khas orang baru bangun tidur.
“Hai” kata pertamaku ini meluncur keluar begitu saja di hadapan pria tampan, sungguh memalukan!
Lelaki di depanku ini hanya diam saja memandangku dari ujung kaki hingga ujung kepala sambil tersenyum miring. Aku langsung sadar, ucapanku barusan memang memalukan sekali. Pasti dia sedang menertawakan aku.
“Si-siapa k-ka..”
“Ikut aku!” ucapnya dingin dan berlalu keluar kamar.
Aku merasa agak bodoh juga karena aku kira lelaki tadi akan memakanku di ranjang seperti adegan di film-film, lalu aku akan jadi korban dari sekian ratus wanita yang telah dia tiduri. Korban ya.. tadinya sih aku beranggapan dia seperti karakter Mr. Grey di film Firfty Shade of Grey, orang kaya nan tampan yang mewakili kalimat b******k karena banyak melakukan one night stand.
Siapa sangka, ternyata dia malah buang muka setelah melihatku tak seperti Mr. Grey yang memandang minat pada karakter Anastasya saat mereka bertemu. Aah.. kenapa lelaki ini tidak melakukannya? Sudah kuduga pasti ada iler nempel di pipiku.
Aku mengikuti langkah panjangnya keluar dari kamar. Sejujurnya aku tidak yakin untuk mengikuti seorang lelaki asing setelah bangun tidur. Lha gimana? Aku bahkan tidak mengenal dia. Tapi ketika aku keluar dari kamar, seketika aku lebih terkejut lagi saat mataku dimanjakan oleh pemandangan betapa luasnya ruangan dihadapanku, aku yakin ruangan ini adalah ruang keluarga yang besarnya mungkin 3-4 kali dari kamar yang telah ku tiduri.
“Waah, tempat ini pasti diisi dengan perabotan super mahal” gumamku sendiri tetap mengagumi berbagai barang mewah disana. Memang bisa dikatakan jika ruangan itu dihiasi oleh perabotan antik nan mahal, meskipun antik tetapi sangat elegan cocok dengan cat pada tembok seputih salju dan gorden keemasan di setiap jendela. Belum lagi ada televisi super besar di sana, ruangan ini makin menguatkan dugaanku jika ini ruang keluarga.
Belum selesai atas kekaguman pada ruangan besar ini, mataku tertuju pada lelaki tadi sedang berdiri di depan pintu tetap dengan pandangan mata super tajamnya. Ah iya, aku lupa kalau lelaki ini memintaku untuk mengikutinya.
“Maaf, a-aku..” belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, dia langsung membuang muka dan masuk ke dalam ruangan itu.
Tuh kan, dia buang muka lagi. Pasti karena iler di mukaku, harusnya aku langsung cuci muka tadi. Aku membuang semua pikiran konyolku dan segera menyusulnya karena instingku lebih mengatakan dia ingin aku masuk ke ruangan itu bersamanya dari pada melihat ilerku.
Awalnya aku mengira bahwa ruangan ini adalah kamar tidurnya karena pintunya terlihat seperti pintu kamar tidur, aku menyalakan sirene siaga satu karena aku akan berduaan dengan seorang lelaki muda di kamar. Tetapi aku salah, ketika aku masuk aku lihat bahwa seluruh dekorasi ruangan dikhususkan untuk bekerja. Aku yakin tempat ini ruang kerja lelaki tampan itu.
Masih dengan tatapan tajam menatapku, lelaki itu duduk di kursi singgasana miliknya. Dia menyandarkan punggung tegapnya di kursi berwarna gelap. Jari telinjuknya mengetuk-ngetuk pada sebuah meja kerja besar didepannya tanpa henti. Aku merasa lelaki ini sedang mengawasi gerak-gerikku. Aku penasaran mengapa ia muncul didepanku dan terlihat begitu marah manatapku.
“Maaf sebelumnya, apa kita pernah berte-“
Belum selesai aku berbicara, lelaki asing nan tampan di hadapanku ini meraih remote dan menyalakan televisi di meja besar tetap memandang tajam ke arahku tanpa berucap satu kata pun.
“SEORANG PEWARIS PERUSAHAAN ANDERSON GROUP DIKABARKAN TENGAH BERTRANSAKSI OBAT-OBATAN TERLARANG”
Aku tertegun dengan barisan kalimat yang berjajar rapi disana, seluruh huruf pun di mode balok oleh stasiun televisi itu, lebih terkejut lagi saat suara presenter televisi ini terdengar sangat bersemangat saat menjelaskan kronologi kejadian dibuktikan dengan foto yang terpampang jelas di layar TV. Aku jadi lebih bingung lagi mengapa lelaki ini menunjukkan hal ini padaku.
“Kau mengenali siapa dia?” ucapan lelaki di depanku ini sedikit mengagetkan aku.
“Tidak. Wajahnya tidak begitu terlihat, jadi aku tak mengenalinya” jawabku ragu.
Mata lelaki ini makin memancarkan aura kemarahan yang amat sangat. Pertanyaanku, kenapa dia bertanya pada orang asing? Padahal kami belum pernah bertemu sebelumnya.
“Kau benar. Wajahnya tak terlihat!” ucapnya dingin sambil terus menatapku seakan aku adalah mangsa yang siap untuk diterkam. Jujur saja aku sedikit takut dengan tatapan matanya seakan mengancamku.
“Maaf, anda siapa? Apa ini rumahmu? Kenapa kau membawaku kemari?” tanyaku tetap menurunkan nada bicaraku dan mencoba tetap ramah padanya.
“Jangan berlagak tak mengenaliku!?” bentaknya keras.
“Ma-maaf, aku tak tahu m-ma-maksu..”
“Kau tau kenapa aku membawamu kemari?” aku menggeleng cepat karena aura intimidasinya begitu kuat.
Dia melempar selembar koran di meja ke arahku “Kau yang menulis berita konyol ini bukan?” suara kerasnya membuatku melangkah mundur. Suara serak nan berat makin membautku takut saja.
“Apa kau dibayar untuk menjatuhkan seseorang tanpa memiliki bukti apapun? Berani sekali kau mencari masalah denganku!” bentaknya lagi, bahkan sekarang suaranya makin meninggi. Aku yakin suara bentakan menggelegarnya telah didengar oleh telinga tetangga.
“Ma-maaf, aku-aku..” aku tak bisa melancarkan ucapanku padanya.
“Haah! Kau bahkan tak bisa berkutik sekarang! Apa ini? Kau menjadikanku berita utama di media manapun! Bahkan wajahku selalu muncul di halaman depan koran dan masuk televisi nasional sejak kemarin. Berita hoax buatanmu sungguh mengagumkan” ucapnya sangat marah, matanya mulai memerah karena teriakan kencangnya padaku.
Lelaki ini tidak salah, di koran tertera dengan jelas akulah penulis beritanya “Tu-tuan, aku bisa menjelaskan ini” ucapku gugup.
Aku tahu ada yang salah disini, aku baru melihat pemberitaan tentangnya dan benar saja wajah lelaki tampan tapi menyeramkan ini berada di halaman depan koran yang ku pegang. Lelaki tampan di depanku adalah seoarng pengusaha dan pewaris perusahaan besar di kota Jakarta. Salah! Tidak hanya di Jakarta, tetapi perusahaannya telah memiliki banyak cabang dimana-mana. Aku tidak salah lagi, lelaki inilah yang sering ku lihat di majalah bisnis. Rekan kerjaku juga banyak yang membicarakannya, tidak hanya tentang ketampanannya tetapi kemurahan hatinya dan kesuksesannya.
“Apa kau tau hadiah apa yang akan ku berikan jika kau berani menantangku, nona?” ucapnya sambil berdiri dan melangkah mendekatiku. Kakiku reflek bergerak makin mundur ke pintu keluar, aku tidak bisa berkutik saat mata tajamnya makin menusukku.
Tubuhnya makin mendekatiku di sandaran pintu, mata tajamnya terus mengarah padaku tak berkedip sekalipun. Entah sejak kapan dia mendekatkan wajahnya padaku, jujur saja baru kali ini aku berada sedekat ini dengan lelaki dan perbuatannya sukses menghentikan detak jantungku.
“Kau akan membusuk di penjara nona!”
Deg..
Jantungku seakan benar-benar berhenti berdetak. Satu kalimat darinya sangat mampu menghentikan poros duniaku saat ini. Penjara? Aku maksudnya yang akan di penjara? Apa maunya lelaki ini?
“Tidak hanya penjara, tetapi perusahaan kecil tempatmu bekerja akan runtuh detik ini juga!” bisiknya lagi dengan seringai kejam yang baru kullihat di wajahnya. Mungkin bayanganku tentang kemiripannya dengan Mr. Grey sirna sudah, dia jauh berbeda dengan karakter favoritku itu.
Entah dari mana ku dapatkan kekuatan ini, aku mendorong tubuhnya mundur menjauhiku. Kini giliranku yang menatap tajam padanya. Dia semasukkan kedua tangannya pada saku celana, matanya tetap tajam mengarah padaku. Sepertinya dia menunggu apa yang akan ku katakan.
“Penjara? Apa kau bercanda Tuan Bryan?”
*****