Empat

1195 Words
Pagi menjelang siang, keduanya baru terbangun. Setelah mandi mereka pun memutuskan sarapan dan naik kembali ke atas. Efrain tampak melakukan panggilan video selama satu jam, entah membahas apa? Karena dia berbicara dengan bahasa Inggris. Sementara Indira berbaring di ranjang sambil memainkan ponselnya, berselancar di sosial medianya. Padahal dia ingin bermain air di pantai, namun dia tak mungkin melakukan itu sendiri. Dia kini memakai celana pendek santainya dengan kaos lengan pendek yang tidak bisa dibilang sangat baik. Efrain menghampirinya setelah memutuskan panggilan video itu, dia duduk di ranjang dan memegang tangan Indira. “Kamu siap kalau sekarang?” tanya Efrain. Dia sudah melakukan pendekatan dari kemarin sampai malam tadi, hingga Indira lebih terbuka, tujuannya agar mereka berdua nyaman dalam melakukan hubungan seksual. “Dari kemarin juga sudah siap sebenarnya,” tutur Indira sambil menggigit bibirnya. Dikunci layar ponselnya dan diletakkan di atas nakas. Efrain mengurai bibir Indira dengan tangannya. Cara Indira menggigit bibirnya membuatnya cukup berhasrat di siang hari ini. (Warning mature content 21+) Dia pun memajukan wajahnya dan mengecup bibir Indira. Bibir itu terasa manis aroma stroberry. Sementara jemari Efrain menuju gunung kembar yang berukuran cukup besar itu hingga bisa membuatnya menjadi pusat perhatian. Dia meremasnya dari balik kaos Indira. Bibir mereka masih berpagutan. Rasanya tangan Efrain tak puas hanya meremasnya dari balik kaos hingga dia menelusupkanya, menemukan puncaknya yang mencuat dan berukuran menggairahkan. Dia memilinnya hingga Indira bergelinjang, cara memilinnya yang lihai membuat Indira merasakan ledakan hasratnya yang membara. Efrain melepas ciumannya, dia melepas pakaiannya sendiri hingga menyisakan satu-satunya kain tipis penutup bagian bawah tubuhnya yang menggelembung karena miliknya yang mengeras. Dia juga melucuti pakaian Indira hingga tak berbusana, pekerjaan therapist itu sangat bagus, Indira sangat bersih dan dia menyukainya. Efrain kemudian menindih Indira dan kembali memagut bibirnya. Indira melebarkan kakinya agar benda menegang milik Efrain berada tepat di sampingnya meski masih berbalut kain tipis itu. Ciuman Efrain turun ke leher Indira, wanginya cukup manis meski mungkin parfum yang dikenakannya bukanlah parfum mahal. Dia pun menuju ke gunung kembar yang sangat ranum itu, menghisapnya dengan agak liar. Indira melenguh menikmati hisapan dan lumatan di benda kenyal miliknya, jemari Efrain tak tinggal diam menari di bagian yang satunya dan bergantian kiri dan kanan. Lenguhan dan desahan keluar dari bibir keduanya. Efrain tak tahan untuk tak melesakkan miliknya, dia pun duduk dan melepas satu-satunya penutup tubuhnya. Mata Indira membelalak melihat benda yang mencuat itu, ukurannya benar-benar di luar nalarnya, dia sedikit tercekam ketakutan dalam hatinya bertanya, apakah akan muat? Efrain kemudian kembali menindihnya dan menyapukan miliknya di atas pusat gairah Indira. Indira semakin memperlebar kakinya, Efrain mulai melesakkannya perlahan, namun dia kesulitan. “Kamu yakin sudah pernah melakukan ini sebelumnya?” tanya Efrain, karena bagian depannya saja terasa sangat sulit untuk masuk, padahal milik Indira sudah sangat basah dan siap. “Iya sudah pernah, kenapa?” Efrain bertanya sambil mencebikkan bibirnya. Dia merasa begitu kesulitan menyatukan tubuh mereka berdua. Indira mengatupkan mulutnya dan mengangguk beberapa kali. Efrain menghela napas dan memajukan wajahnya seraya berbisik. “Saya akan mendorongnya cukup keras, jadi tahan ya.” Efrain mengecup cuping telinga Indira. Dia benar-benar menekannya dengan dorongan yang sangat keras hingga Indira merasa seperti tersedak, dadanya membusung dengan mata membelalak. Indira meringis, rasa panas menyergapnya sementara Efrain bahkan belum berhasil seratus persen merapatkan tubuh mereka, dia pun kembali melesakkan miliknya meski sulit, namun sudah terbenam walau belum semuanya. Dia menatap mata Indira yang basah, seperti mendapat jackpot milik wanita ini seperti belum pernah dimasuki sebelumnya. Mencengkram miliknya dengan erat seolah tak ingin ditinggalkan. Efrain mulai menggerakkan miliknya, Indira awalnya merasa kesakitan, namun lama kelamaan dia mulai menikmati permainan Efrain. Lenguhan yang terdengar dari bibir Indira membuat Efrain yakin wanita itu mulai menikmatinya. Dia menggerakkannya dengan gerakan yang lebih liar dan lebih cepat. Indira terus mendesah seolah tak takut suaranya terdengar. Mungkin dia tak peduli dengan suara yang dikeluarkan. Suara yang membuat hasrat Efrain kian meninggi. “Enak?” tanya Efrain. Indira mengangguk, sejujurnya ini kali pertama baginya merasakan berhubungan seksual dengan rasa yang senikmat ini, jika membandingkan sebelumnya bahkan dia tak pernah mendapat kenikmatan. Baru sebentar saja maka sang kekasih akan mendapatkan pelepasan dan meninggalkannya tidur dalam keadaan kepala yang pusing. Efrain mendesah di setiap kesempatan, dia mengecup bibir Indira, satu tanganya bermain di setiap titik sensitif milik wanita itu. Indira mengusap bulu halus di wajah Efrain. Kembali mereka berpagutan dengan hasrat membara. “Mas stop,” cicit Indira, Efrain menghentikan gerakannya. Indira menggeleng ada sesuatu di dalam sana yang ingin melesak keluar, rasa asing yang membuatnya takut. Efrain menangkap kegelisahan Indira dan tersenyum simpul, “lepaskan saja,” bisiknya sensual. “Yakin?” tanya Indira lagi. “Iya,” jawab Efrain, lagi dihujamkan miliknya, kali ini benar-benar menggila, dia mengambil posisi setengah duduk, dinaikkan satu kaki Indira ke bahunya, dikecup lutut Indira dan dia menarik kaki itu hingga miliknya terbenam kian dalam. Indira tak tahan lagi, dilepaskan cairan miliknya hingga dia merasa tenggelam ke dasar lautan yang dalam, Efrain tersenyum dan semakin mempercepat gerakannya. Indira menjerit ketika mengeluarkan pelepasannya yang tak pernah disangka seperti gelombang dahsyat yang menyapukan pasir dan segala isinya. Efrain tanpa jijik terus menyatukan tubuh mereka. Dia kemudian mendapat pelepasannya. Mendorongnya sangat dalam dan mengeluarkan lahar hangatnya. Indira menggelinjangkan tubuhnya, tersiram cairan hangat yang tak pernah dirasakannya, dia merasa seperti terbang ke langit tertinggi. Efrain menurunkan kaki Indira, masih menghujamkan beberapa kali untuk melepaskan sisa-sisa cairan keperkasaannya. Hingga dia menindih Indira dengan napas tersengal, wanita ini sungguh nikmat. Tak pernah dia mendapat kenikmatan hingga seperti ini sebelumnya. Walaupun sempat berganti-ganti pasangan. Semuanya langsung kalah oleh milik Indira yang seolah mencengkram di dalamnya. Beberapa menit mendiamkan miliknya dan mengatur napas mereka. Efrain pun melepaskan tubuh mereka yang menyatu. Dia berbaring di samping Indira, puas melihat ranjang yang basah. Indira mencoba membaui, benar tidak ada aroma pesing. Cairan asing apa itu? Namun dia kini diliputi rasa kelegaan yang luar biasa. Sangat menyenangkan rasanya. “Enak kan?” tanya Efrain. “Saya tidak pernah merasakan seenak ini sebelumnya,” ucap Indira tanpa berniat merayu Efrain, dia hanya jujur pada perasaannya. “Sini,” panggilnya agar Indira pindah berbaring ke sampingnya. Dia mengulurkan tangan dan memeluk Indira yang berbaring di lengannya. Indira berbaring miring, mulai terasa perih dan panas di bawah sana. Dia mengangkat sebelah kakinya. Efrain menyilangkan kaki Indira ke pinggangnya. “Kenapa? Enggak nyaman?” tanya Efrain. “Hanya ... agak panas,” ucap Indira. Efrain tersenyum tipis dan mengusap milik Indira, terasa bibir kewanitaannya lebih tebal dan mungkin bengkak karena miliknya yang memang berukuran di atas rata-rata. Hal yang sangat dibanggakannya selain kecerdasan otak dan ketampanan wajahnya tentunya. Efrain kemudian menurunkan kaki Indira, “sebentar,” ucapnya seraya berdiri. Dia menuju kulkas, mengambil es batu dan juga sapu tangan, membebat es batu itu dalam sapu tangan. Dia duduk di samping Indira yang berbaring, meletakkan kompres itu di milik Indira. “Euhm, dingin,” lenguh Indira. Efrain menggerakkannya seperti menggodanya lagi. “Ah jangan, nanti keluar lagi,” ucap Indira. Efrain tersenyum dan semakin sengaja menggodanya. Mereka berdua tertawa setelahnya, lalu ketika milik Indira sudah tidak terlalu sakit, mereka pun tertidur sambil berpelukan. Ketika bangun tidur, Efrain meminta Indira ke toilet untuk membersihkan diri sementara dia menelepon cleaning service, meminta mengganti seprai dan selimutnya yang basah. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD