Bab 8

1071 Words
Austin yang dipanggil oleh kepala sekolah untuk menghadap saat jam istirahat diurungkannya saat tak sengaja matanya menangkap sosok Kaylee. Memanggil nama gadis itu sambil melambaikan tangannya ke atas, namun sapaannya tidak di lihat oleh Kaylee. Gadis itu melanjutkan langkahnya dan sesekali menoleh ke kiri dan kanan, membuat Austin mencurigainya. Rasa penasaran meluap dalam diri Austin. Seketika ia lupa dengan tujuannya, yang disuruh menghadap kepala sekolah. Terus mengikuti langkah Kaylee dari belakang, sampai akhirnya langkahnya berhenti mendadak saat mengetahui tujuan gadis itu. ”Bukankah ini jalan menuju gudang belakang? Untuk apa Kaylee kesana?” Seketika perasaan tidak enak memenuhi hati Austin. Ia kembali melanjutkan langkahnya hingga tiba di depan gudang. Mendengar suara tamparan, disusul teriakan, sontak Austin terperanjat. Segera ia belari masuk ke dalam, mencari sosok Kaylee. Mata Austin membelalak, rahangnya mengeras serta kedua tangannya mengepal kuat kala melihat di depan matanya. “b*****t! APA YANG KAMU LAKUKAN PADA KAYLEE?” Menarik laki-laki itu menjauhi Kaylee kemudian melayangkan satu pukulan tepat mengenai rahang Evan. “b******k! b******n sialan! b*****t!” Austin menarik kerah baju Evan dan memukul wajah laki-laki itu secara brutal dan bertubi-tubi seperti orang kesurupan. “Aku akan menghabisimu!” Evan yang di hajar habis-habisan tanpa diberi kesempatan melawan, sudah tidak berdaya dengan wajah babak belur. Sedangkan Kaylee, gadis itu melihat bagaimana gilanya Austin menghajar Evan. Ia harus segera menghentikannya. Ia tak mau laki-laki itu membunuh dan berakhir di penjara karenanya. “Austin ...” panggil Kaylee dengan suara parau. Laki-laki itu tidak menyahutnya dan terus melayangkan pukulan pada Evan. Dengan sisa tenaganya, gadis itu berteriak, “Austin cukup!” Dan benar saja, gerakan laki-laki itu langsung berhenti. “Cukup Austin … dia sudah tidak sadarkan diri,” sambung Kaylee dengan suara gemetarnya. Austin menghempas tubuh Evan lalu bangkit menghampiri Kaylee dan merengkuhnya ke dalam dekapannya. “Sshh ... kamu aman sekarang.” “Hiks ... Austin ... aku kotor. Dia telah menyentuhku, kamu melihatnya bukan? dia melecehkanku … aku kotor, Austin. Aku kotor …” Kaylee terisak keras saat mengingat kembali bagaimana Evan menyentuhnya. “Kay,” panggil Austin yang tidak disahut oleh gadis itu karena sibuk menghilangkan jejak sentuhan dari b******n Evan. “Kay, Kay, Kay!” Kedua tangannya mencangkup pipi Kaylee. “Lihat aku,” pintanya. “Kamu tidak kotor, kamu—” Perkataan Austin langsung terhenti saat gadis itu jatuh tak sadarkan diri. Austin langsung membopong tubuh Kaylee keluar meninggalkan Evan terkapar sendiri di dalam gudang. Semua siswa-siswi terkejut melihat Austin membopong Kaylee dengan seragam berlumuran darah. “Apa yang terjadi?” tanya Seila yang baru saja datang dengan napas tersengal-sengal. Dilihatnya keadaan Austin dan Kaylee yang terlihat begitu mengenaskan.”Katakan, apa yang terjadi dengan kalian?” “Dia mengalami kekerasan seksual,” jawab Austin datar dengan pandangan tak lepas dari Kaylee yang tengah di tangani oleh dokter jaga. Tangannya kembali mengepal kuat, berusaha menahan amarahnya sekuat tenaga agar tidak lepas mencari b******n itu untuk dibunuhnya. Seila begitu syok mendengarnya. “Bagaimana bisa? Siapa pelakunya?” “Aku tidak tahu, Ibu bisa mencari tahu sendiri di gudang belakang sekolah. Si b******k itu masih di sana.” Seila yang hendak pergi menuju gudang belakang sekolah, terhenti gerakannya saat mendengar lanjutan perkataan Austin. “Panggilkan ambulans sekalian.” “Untuk apa?” “Takutnya nyawanya tak tertolong lagi.” “A—apa?” Mengeluarkan ponselnya dari sakunya, segera Seila menghubungi ambulans sambil berjalan keluar. “Bisakah menjaganya sebentar?” Dokter tersebut menoleh menatap Austin. “Aku lupa harus menghadap kepala sekolah,” lanjut Austin menjelaskan. Dokter itu mengangguk. Sampai di pintu UKS, suara dokter itu menghentikannya. Austin membalikkan badannya menatap dokter tersebut. “Apa kamu akan menemui kepala sekolah dengan keadaan seperti itu?” Menurukan pandangannya pada seragamnya, Austin membenarkan perkataan sang dokter. “Ini.” Dokter itu menyerahkan satu setelan seragam pada Austin. “Tenang, ini seragam baru.” “Terima kasih Dok,” ucap Austin sembari mengambil seragam tersebut. **** Kedua mata Kaylee bergerak-gerak, perlahan matanya terbuka. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit ruangan yang sangat ia kenali. “Lakukan saja seperti yang aku minta.” Kaylee menoleh ke sumber suara namun ia tidak dapat melihat siapa orang tengah berbicara tersebut. “Hmm ... baiklah, sampai jumpa nanti malam.” Tirai terbuka menampilkan sosok Austin yang menatap Kaylee dengan raut wajah khawatirnya. “Jangan dulu.” Cegah Austin saat melihat Kaylee berusaha bangkit dari tidurnya. “Austin ...” Air mata Kaylee jatuh saat mengingat peristiwa yang terjadi kepadanya. “Kamu sudah aman, Kay,” ucap Austin mengelus punggung gadis itu seraya menenangkannya. Dipandanginya wajah Kaylee lekat-lekat, sungguh ia begitu mengkhawatirkan gadis ini. Kejadian itu sudah pasti menorehkan trauma mendalam baginya. Dipegangi kedua bahu Kaylee. “Aku tahu pasti berat untukmu namun janganlah kamu berlarut terlalu lama.” Dibawanya gadis itu ke dalam pelukannya. “Maaf, maafkan aku yang telat datang menolongmu.” Kaylee menggeleng. “Ini bukan salahmu, di sini aku yang bodoh sudah tertipu oleh bualan Evan hingga membahayakan diriku sendiri,” ungkapnya sambil memandang wajah Austin dengan tatapan lembut. “Thank you Austin.” Austin tersenyum dan berkata, “Sesama teman bukankah kita harus saling menolong? Itu gunanya teman bukan? Jadi kapanpun kamu membutuhkan pertolongan atau seseorang untuk melindungimu, jangan sungkan untuk memberitahuku atau memanggilku. Karena aku akan selalu ada untukmu.” Keduanya saling bertatap, jantung Kaylee mendadak berdebar tak karuan. Dengan cepat gadis itu memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan debaran jantungnya yang mungkin bisa terdengar di telinga Austin. “Sepertinya janji kita hari ini harus batal.” Sekilas, Kaylee melirik ke arah Austin yang masih menatapnya. “Tapi tak apa, kita bisa pergi lain waktu. Sekarang, ayo! Aku akan mengantarmu pulang.” “Tidak usah, aku bisa pulang sendiri,” tolak Kaylee. “Dalam keadaan begini? Tidak, tidak.” Austin menggeleng, tidak setuju. “Kamu tetap ku antar pulang. Titik, tak ada bantahan ataupun alasan lagi,” tegasnya. Kaylee mengernyit dengan jalan yang mereka lalui. Kenapa Austin membawanya ke gerbang belakang sekolah yang tidak ada penjaganya? Melihat sebuah mobil mewah terpakir, semakin membuat gadis itu tambah bingung. Seorang pria keluar dan menunduk hormat pada Austin. “Silahkan Tuan muda.” Sembari membuka pintu belakang mobil untuknya. Austin hendak masuk namun gerakannya terhenti saat melihat Kaylee berdiri diam menatap ke arahanya dengan raut wajah tercengang. Austin berjalan menghampiri Kaylee, diraihnya tangan gadis itu ke dalam genggamannya. “Ayo.” Deg, deg Debaran itu kembali datang, pandangan Kaylee jatuh pada tautan tangan mereka yang saling menggenggam. ”Apa yang terjadi padaku?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD