Duduk sambil mendengarkan musik, sudah menjadi suatu kebiasaan bagi Kaylee. Lagi sedang asik-asiknya tiba-tiba seseorang menarik salah satu earphone miliknya. ”Spring day from BTS, not bad.” Kaylee memutar bola matanya jengah saat mengetahui siapa pelaku tersebut. Siapa lagi kalau bukan Austin.
Keduanya diam sambil menikmati lagu tersebut, sampai Austin membuka suara lebih dahulu dengan pandangan lurus ke depan. “Kenapa kamu mau di rendahkan seperti itu?”
Kaylee menoleh, begitu juga dengan Austin. Pandangan mereka bertemu membuat keduanya terdiam hanya menatap satu sama lain. Lalu Kaylee memutuskan pandangan itu dengan cepat tanpa memberi jawaban.
Melihat gadis itu tidak ingin memberitahukannya, Austin hanya bisa diam saja. Ia tidak akan memaksa Kaylee untuk menjawabnya. Bus pada akhirnya datang, Kaylee beranjak dari sana namun sesuatu menahan tubuhnya untuk bergerak. Menoleh kebelakang, ternyata earphonenya yang menahannya. Seketika Austin menyeringai, laki-laki itu beranjak kemudian mencodongkan tubuhnya ke depan.
Jarak wajah antara mereka begitu dekat. Kaylee segera mendorong tubuh Austin menjauh darinya. Langsung ia memegang dadanya, entah kenapa ada gelenyar aneh yang dirasakan di dadanya. “Apaan sih!” cetusnya.
Austin tertawa dibuatnya, baginya Kaylee sungguh menggemaskan. Saking gemesnya, rasanya Austin ingin menggigit pipi gembul itu.
Di ambilnya earphone tersebut dari telinga Austin setelah itu Kaylee langsung melangkah menaiki bus. Karena mereka orang terakhir yang memasuki bus, keduanya terpaksa harus berdiri lantaran semua kursi telah terisi penuh. Selama perjalanan, mata Austin terus melirik ke arah gadis yang ada di sampingnya. Di tariknya kembali earphone tersebut dan perbuatannya itu sukses membuat Kaylee geram. “Pulang sekolah, temani aku pergi ke toko buku.”
“Tidak bisa.”
“Kenapa? Apa kamu memiliki janji dengan yang lain?”
Kembali Kaylee tidak memberi jawaban. “Bukankah kita teman?”
Kaylee menoleh. “Kenapa kamu menanyakannya padahal kamu sudah tahu jawabannya.”
“Tapi, kenapa aku tidak merasakan bahwa kita berteman?” Lidah Kaylee seketika kelu ketika mendengar perkataan Austin. “Seorang teman tidak akan meminta temannya sendiri menjauh darinya dan tak hanya itu, seorang teman itu saling berbagi segala hal, mau itu masalah ataupun kebahagiannya. Itu baru namanya berteman sedangkan kita?”
Kaylee hanya diam meresapi semua perkataan yang keluar dari mulut Austin. Tersadar, bahwa pikirannya selama ini sempit. Kali ini Kaylee ingin sedikit egois dan keluar dari zona amannya yang takut berteman.
“Maafkan aku,” ucap Austin membuat Kaylee langsung menatapnya. “Tak seharusnya aku merag—“
“Bukan salahmu, akulah yang salah disini. Seharusnya aku yang meminta maaf.” Austin dibuat tertegun. “Alasan aku menolakmu karena seminggu lagi, ada kompetisi yang harus aku menangi.”
“Kamu mengikuti kompetisi itu?”
Kaylee menganggukkan kepalanya. “Wow!” pekik Austin terkejut. “Bagaimana kalau begini saja, sehabis kita pergi ke toko buku, kita belajar bersama?”
Kaylee berpikir sejenak setelah itu ia menganggukkan kepalanya. Melihat gadis itu menyetujui ajakkannya, hati Austin menjerit senang. Sebelum Kaylee keluar dari bus, Austin membisikkan sesuatu di telinga gadis itu. “Aku tunggu di mading.” Menyelinap kemudian dengan gerakan loncat, Austin turun dari bus tersebut meninggalkan Kaylee yang terpaku di sana.
****
Fokus mendengarkan guru yang sedang menerangkan, tiba-tiba ponsel Kaylee bergetar. Sebuah pesan masuk, gadis itu membukanya dan membacanya.
Temui aku di gudang saat jam istirahat.
Pengirim : Evan
Seutas senyum tercetak di wajah Kaylee setelah membaca isi pesan itu. Pikirannya sudah tidak fokus dengan pelajaran, gadis itu sudah tak sabar menanti jam istirahat berbunyi.
Kring kring king
Yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Menyimpan bukunya sebelum beranjak pergi menuju tempat yang dituju. Dengan sengaja, ia memilih jalan yang sedikit dilewati oleh orang-orang. Sampai juga di tempat tujuan, Kaylee tidak melihat siapapun disana.
”Tidak salah, dia menyuruhku kemari. Lalu kemana orangnya?” gumamnya setelah memeriksa kembali pesan tersebut.
Tiba-tiba sebuah tangan menariknya dan menghimpitnya ke dinding. Sontak Kaylee terkejut dan ketakutan.
“Evan.”
“Hai Kaylee,” sapa laki-laki itu sembari tersenyum menyeringai.
“Lepaskan aku!” Kaylee mencoba melepaskan diri dari kungkungan Evan.
“Cup, cup, cup, tenang Kay,” ujar Evan sambil mengelus lembut pipi gembul itu.
“Bisakah kamu memberi jarak? Aku tidak nyaman dengan posisi kita begini.” Tidak mengindahkan, Evan semakin merapatkan diri pada Kaylee. Di singkirkannya kacamata yang dikenakan oleh Kaylee. “Sudah kuduga di balik kacamata itu menyimpan kecantikan yang tidak diketahui oleh orang.”
Kaylee memalingkan wajahnya, air matanya sudah mengalir bersama dengan tubuhnya yang sudah mulai bergetar ketakutan.
“Lepasin aku Evan.”
Evan menggelengkan kepalanya. “Ssshh ... don't cry Baby, bukankah kamu menyukaiku?” tanyanya sambil menghapus air mata yang membasahi wajah cantik Kaylee. Dipandangi gadis itu dari atas sampai bawah. “Jujur Kay, kamu memiliki wajah yang sangat cantik tapi sayang, hanya wajahmu saja tidak dengan tubuhmu.”
“Lepaskan!” isak Kaylee sambil memberontak.
“Diam!” bentak Evan dengan yang sudah memerah karena amarah. “Kamu menyukaiku kan?” Yang langsung di jawab dengan anggukkan kepala Kaylee.
Senyum lebar menghiasi wajah Evan. “Kalau begitu kamu mau kan—” Perlahan tangan laki-laki itu menelusuri paha Kaylee.
Spontan, Kaylee menahan tangan Evan. “Apa yang Kak Evan lakukan? Lepaskan aku!”
“Bukankah kamu menyukaiku? Maka biarlah aku menikmati tubuhmu. Aku tidak masalah walaupun badanmu berlemak, yang penting kita saling memuaskan ….” Tangan Evan kembali bergerak, menelusuri paha dalam Kaylee.
“TIDAK!” Kaylee meronta, berteriak, memukul sembarangan arah serta menendang. Ia tidak sudi disentuh oleh pria b******n seperti Evan, walaupun ia menyukai laki-laki itu. Salah satu gerakannya berhasil mengenai laki-laki itu. Tubuh Evan tersungkur ke lantai.
“b*****t!” umpat Evan yang langsung bangkit dan melayangkan sebuah tamparan pada pipi Kaylee. “Jalang sialan! Beraninya kamu menendangku! Cari mati kamu!”
Kaylee menangis sesegukan sambil memegang pipi bekas tamparan Evan. Tangannya ditarik, tubuhnya kembali dihimpit oleh Evan. “Akan aku buat dirimu menjerit, mendesah namaku, Jalang!”
Evan langsung menerjang Kaylee dengan ciumannya. “Tidak! Tidak! Lepas!” ronta Kaylee berusaha menghindar serangan itu dan mencegah tangan Evan yang semakin naik ke atas.
“Kamu akan menyukainya, nikmati saja,” desis Evan dimana ciumannya sudah turun ke leher Kaylee.
“Tidak! Lepas …” Kaylee sudah tak sanggup memberontak lagi, tenaganya telah habis terkuras. Kini ia hanya bisa berharap seseorang datang menyelamatkannya. Baru saja semalam ia selamat dari percobaan pemerkosaan dan sekarang ia kembali dilecehkan dengan orang yang berbeda. Sungguh rasanya Kaylee ingin menghilang saja dari muka bumi ini. Tak sanggup lagi ia menjalani hidup ini.
“Mom, bawalah Kay pergi bersamamu ...”