Di sepanjang koridor, semua siswa-siswi menatap ke arah Kaylee. Hal itu membuat Kaylee tidak berani mendonggakan kepalanya. Menjadi pusat perhatian, sungguh hal yang tidak ia sukai dan itu terjadi padanya sekarang. Ini semua karena laki-laki yang sedari terus membuntutinya sedari tadi. Siapa lagi kalau bukan Austin.
Langkah Kaylee berhenti. “Kenapa berhenti?” tanya laki-laki itu dengan alis mengerut.
“Bisakah kamu tidak mengikutiku?” tanyanya dengan nada kesal.
“Siapa yang mengikutimu? Bukankah ini jalan menuju kantin?” tanya balik Austin membuat wajah Kaylee memerah karena malu.
Orang-orang yang berada di sekitarnya menertawainya dan mengatainya begitu percaya diri bahwa laki-laki setampan dan sepopuler seperti Austin mengekorinya. “Apakah aku salah? Maaf, aku kira ini jalan menuju kantin,” ujar Austin dengan wajah celingak-celinguk. “Wajar saja, ia marah padaku dan dikira penguntit.”
“Ini bukan jalan menuju kantin,” ucap Kaylee dengan wajah datarnya.
“Berarti aku salah, bisakah kamu menunjukkan jalan di mana letak kantin berada?” Sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Kaylee tidak menjawab, yang ia lakukan hanyalah memandang laki-laki di hadapannya. “Aku hanya takut, diriku kembali tersesat,” sahut Austin kembali.
“Ikut aku,” pinta Kaylee yang jalan lebih dulu. Tanpa ada yang tahu, sudut bibir Austin tertarik ke atas. Laki-laki itu mulai melangkah kakinya mengejar gadis yang berjalan sambil menunduk kepala itu.
“Terima kasih,” ucap Austin setelah mereka sampai di kantin. Saat Kaylee ingin melangkah pergi, laki-laki itu menahannya. “Kamu tidak makan?”
“Tidak.”
“Ayo kita makan bersama,” ajak Austin membuat seluruh siswa-siswi di sana terkejut sekaligus terpaku. Menghiraukan tatapan orang-orang, Austin masih berusaha membujuk Kaylee. “Aku yang traktir deh.”
Tiba-tiba Alisa datang mendekati mereka. “Kamu tidak salah mengajak si gendut ini makan bersama?”
“Salahnya di mana?” tanya Austin dengan raut wajah yang sudah berubah menjadi dingin dan datar.
Alisa tertawa. “Tentu saja salah. Lelaki populer seperti kamu, tidak sepadan makan bersama dengan si gendut ini. Membuat selera makan hilang saja.” Semuanya pun tertawa mendengarnya.
Austin yang baru ingin membalas Alisa, terhenti dengan ucapan Kaylee. “Sudah dengarkan? Jangan berbuat sesuatu yang memalukan diri sendiri.” Austin diam tidak berkutik sedangkan Alisa tersenyum menyeringai. Dikaitkannya lengannya pada lengan Austin. “Ayo,” ajak Alisa menarik laki-laki itu pergi memesan makanan.
Kaylee menatap kepergian mereka dengan tatapan sendu setelah itu ia pun berbalik melangkah menuju ke tempat tujuan yang sebenarnya ia ingin pergi.
Memasuki kantor guru, tujuan Kaylee yaitu menemui guru pembimbingnya. Namun meja tersebut kosong, pemiliknya tidak ada di tempat.
“Permisi Pak, Ibu Seila-nya ke mana ya?”
“Seila, di panggil kepala sekolah.”
“Oh ... terima kasih Pak,” jawab Kaylee sembari memberi hormat.
Bel berbunyi tanda waktu istirahat telah selesai, Kaylee menggigit bibirnya dengan perasaan cemas. “Aku harus bagaimana?”
“Kaylee, kelas sudah dimulai, kenapa kamu masih di sini?” tanya salah satu guru yang mengenalnya.
“Iya Bu, ini Kay baru mau beranjak menuju ke kelas,” jelas Kaylee sambil melangkah keluar. Dalam hatinya ia berharap bertemu Seila di sepanjang perjalanan menuju ke kelasnya. Dengan sengaja Kaylee mengambil rute melewati ruang kepala sekolah.
Ternyata Dewi Fortuna berpihak padanya, ia melihat Seila keluar dari ruangan kepala sekolah. Segera ia menghampiri dan memanggil wanita cantik itu. “Bu Seila.”
“Kaylee,” kejut Seila saat mendapati seseorang meneriaki namanya. “Ngapain kamu di sini saat kelas sudah di mulai?”
“Aku ingin menemui Ibu.”
“Menemuiku? Ada apa?” tanya Seila dengan sorot penuh tanya.
“Aku mau daftar kompetisi itu, Bu.”
Seila sontak terdiam. “Kamu tahu, uang pendaftarannya tidaklah murah.”
“Aku sudah memiliki uangnya, Bu.”
“Bagaimana bisa? Bukankah Ibu tiri kamu tidak—”
“Aku bekerja paruh waktu di salah satu kafe dekat sekolah.”
“Astaga Kay, kamu tidak harus berbuat sejauh itu. Ini hanya sebuah kompetisi,” ujar Seila yang tak habis pikir dengan muridnya satu ini.
“Aku tahu ... tapi hadiah yang ditawarkan lumayan besar, Bu.” Seila pun menghela nafasnya dengan kasar. “Baiklah, ikut Ibu sekarang.” Dengan senyum merekah lebar, Kaylee mengekori Seila dari belakang.
“Jangan dilihat,” tegur kepala pelayan pada Kaylee yang tengah memperhatikan adegan-adegan tak senonoh di depan matanya.
Kaylee pun segera memalingkan wajahnya, walaupun ini bukan pertama kalinya ia melihat adegan seperti itu tapi tetap saja ia tidak habis pikir, mengapa mereka bisa melakukannya tanpa rasa malu.
Meletakkan pesanan para tamu di atas meja kemudian menatap segala penjuru. Ini bukanlah acara arisan melainkan pesta narkoba dan s*x. Arisan hanyalah tipu belaka Bella agar diizinkan Libert untuk bisa menyelenggarakan di sini.
Entah bagaimana perasaan Libert jika mengetahui istrinya adalah seorang pecandu narkoba. Ingin sekali Kaylee memberitahu Libert soal ini namun apa dayanya, ia tidak memiliki bukti dan hanya mengandalkan omongan saja, sudah pasti Libert tidak akan percaya.
Salah satu pelayan datang mendekati Kaylee. “Biarkan kami yang melanjutkannya Non, Nona Kaylee pergilah beristirahat.”
“Terima kasih Bi,” ucap Kaylee.
Hampir sampai di kamar, seseorang menarik tangan Kaylee hingga gadis itu tersentak kaget. “Gadis manis, mau ke mana?” tanya seorang pria dengan keadaan mabuk.
“Lepaskan!” sentak Kaylee ketakutan sambil mencoba melepas cengkraman tangannya dari pria mabuk itu.
“Sstt, gadis manis … mau ke mana? Sini sama Om, kita bersenang-senang.”
“Tidak … jangan … lepaskan aku!” tangis Kaylee saat pria itu hendak menyentuh dadanya.
Kaylee meronta sekaligus berteriak meminta pertolongan namun suaranya terendam dengan musik yang berdentum begitu kencang. “Ayolah manis, tak usah takut. Om akan pelan-pelan mainnya,” bujuk si pria mabuk itu.
Srekk
Pria mabuk itu berhasil merobek baju yang dikenakan Kaylee. Kaylee terus berteriak, meronta sambil menangis hingga pria tersebut tiba-tiba menegang sambil memegang kepala bagian belakangnya. Pri mabuk itu langsung terkapar di lantai tak sadarkan diri. “Nona, Anda baik-baik saja?” tanya pelayan tersebut setelah membuang tongkat golf yang di pegangnya.
Tangisan Kaylee semakin besar saat mengetahui dirinya selamat. Ia begitu takut jika tidak ada satu pun yang datang menyelamatkannya. Memutar kunci pintu sebanyak dua kali, Kaylee tidak ingin kejadian tadi menimpanya kembali di mana seseorang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kamarnya. Masuk ke dalam kamar mandi, Kaylee segera menyalakan shower dan membiarkan tubuhnya yang terbalut pakaian basah kuyup. Gadis itu menangis sambil menggosok tubuhnya dengan keras hingga memerah. Berharap bisa menghilangkan jejak menjijikkan bekas sentuhan dari pria pemabuk tadi.
Paginya, dengan rasa takut dan sedikit keberanian Kaylee keluar dari kamar. Menuruni tangga, gadis itu menatap ke segala penjuru ruangan yang terlihat begitu berantakan. Tak melihat satu pun pelayan yang berkeliaran, itu berarti semuanya masih belum bangun.
“Selamat pagi Nona.” Kaylee terlonjak kaget tiba-tiba seorang pelayan muncul dan menyapanya.
“Kamu kagetin saja, di mana yang lain?” tanyanya pada pelayan itu.
“Nyonya masih di kamarnya sedangkan Alisa belum pulang dari semalaman,” jawab pelayan itu. “Nona ingin dibuatkan sarapan?” Yang langsung mendapat gelengan kepala Kaylee.
“Aku sarapan di sekolah saja, tolong bersihkan rumah ini seperti sedia kala dan maafkan aku yang tidak bisa membantu kalian,” ucap Kaylee tidak enak hati.
“Apa yang Nona katakan? Ini memang sudah menjadi tugas kami, tak sepantasnya berkata seperti itu.”
Mendengarnya, Kaylee hanya bisa tersenyum. Namun dihatinya, gadis itu berkata, ”Tapi kenyataannya, derajatku memang sama dengan kalian walaupun statusku anak dari majikan.”