Eps. 4 Interview Peserta

1037 Words
Aluna kemudian berbalik dan masuk ke toilet meninggalkan Awan. Pria itu kemudian berjalan menuju ke tempat yang ditunjuk oleh Aluna. Tiba di sana, ada pria lain yang juga datang. Christin menyambut kedatangannya mereka. "Silakan masuk dan ditunggu sebentar. Nona kami sebentar lagi akan datang." Asiten Aluna menyambut Awan dan beberapa pria menawan lain yang datang pagi ini. "Terima kasih." Awan dan beberapa pria kemudian mengikuti asisten Aluna masuk ke sebuah ruangan. Di ruangan itu sudah datang beberapa pria. Awan duduk bergabung dengan kandidat lainnya yang ada. Semua yang datang pria berjas rapi, hanya Awan yang tak mengenakan jas lengkap seperti mereka. Ia hanya mengenakan pakaian rapi, kemeja polos hitam gelap dengan celana senada yang tetap memperlihatkannya sebagai sosok yang tak bisa lepas dari mata. Banyak dari pria yang datang berperawakan tinggi dengan paras bening di balik pakaian rapinya yang harum. Siapa yang yang tak akan tergoda dengan pria semacam itu? "Mohon ditunggu sebentar, Nona masih ada keperluan," terang Christin. Asisten Aluna ini kemudian keluar untuk mencari atasannya. Harusnya kalau pergi ke toilet sebentar saja sudah kembali, tapi ini sudah lebih dari sepuluh menit belum kelihatan juga. Maka, ia bermaksud untuk mencarinya di toilet. Baru saja ia mengayun langkah kaki, terlihat dari kejauhan sana Aluna keluar dari toilet, berjalan dengan pelan hingga mereka bertemu di tengah jalan. "Non, semua kandidat sudah berkumpul. Apakah akan dimulai sekarang atau nanti?" Christin sekaligus menunjukkan daftar hadir peserta rekrutan suami ini. Dari absensi daftar peserta, semua kandidat datang, tak ada yang absen atau berhalangan hadir. "Lima menit lagi, berikan aku waktu sebentar sebelum memulai tes." "Baik, Nona. Apa semua berkas ini perlu dibawa ke ruangan lain?" "Ya, bawa berkasnya ke sana." Sebelumnya, Aluna meminta ruangan lain yang khusus dipakai untuk dirinya nanti melakukan interview dengan para kandidat suami yang ada. Ruangan itu jadi berada di sebelah ruangan tempat berkumpulnya para lelaki tadi. "Baik, Nona." Christin mau berkas menuju ke ruangan lain. Aluna berjalan di belakang Christin, masuk ke ruangan tersebut. *** "Nuel Haris Syah." Aluna membaca nama yang terlampir dalam data yang ada di hadapannya sekaligus menatap pria pemilik nama tersebut. Aluna sudah berada di ruangan khusus lain, dan hanya berdua saja di sana. Hanya dia dan seorang kandidat yang merupakan CEO di sebuah perusahaan. "Ya, perkenalkan. Aku CEO dari perusahan gas. Aku datang kemari untuk melamarmu menjadi istriku. Ralat! Melamarmu untuk memperkuat kedudukan kita di kancah bisnis." "Kamu terus terang sekali, Pak. Ada alasan lainnya, kamu tertarik menikah denganku?" Pria tadi kemudian bicara panjang lebar hingga sesi untuknya habis. Asisten yang ada di dalam menemani Aluna kemudian memintanya keluar ruangan dan memanggil kandidat lainnya untuk di interview. Tiga pria sudah Aluna ajak bicara. "Nona, bagaimana, ada yang sudah sesuai dengan kriteria Anda?" Aluna menggelengkan kepala. "Ini belum selesai dan panggil kandidat lainnya sampai selesai. Aku ingin ini cepat selesai." "Baik, Nona." Asisten Aluna kemudian memanggil kandidat lain untuk masuk. Aluna kembali melakukan interview dengan beberapa kandidat sampai pada kandidat terakhir, Awan masuk ke ruangan. Melihat Awan duduk di hadapannya kini, membuat Aluna kehabisan kata. Jujur, dia bisa berkata banyak hal dengan para kandidat yang tidak dikenalnya juga kurang dekat dengan mereka. Tapi dengan Awan? Dia sudah mengenal pria itu lama sekali. Pasti juga pria itu tahu banyak hal mengenai dirinya. Apalagi yang perlu diucap? Perlukah dia melakukan interview? "Awan ... aku tak akan bertanya banyak hal padamu. Apa kamu yakin ingin menikah denganku? Kamu yakin apapun konsekuensinya kamu akan tetap maju?" Awan mengangguk yakin. "Aku belum tahu kesibukanmu di luar sana. Maukah kamu bercerita sedikit tentang kesibukanmu?" Aluna penasaran saja, sebab pada data yang dipegangnya tak menyebutkan latar belakang Awan sama sekali. "Aku tidak istimewa seperti yang lain. Aku punya toko buku kecil di luar sana. Toko buku yang aku kelola sendiri beberapa tahun ini." Aluna melebarkan mata. Setahunya Awan tak suka pegang buku. Tapi, pria itu kini membuka toko buku. Apa tidak salah? "Kamu yakin?" Awan kembali mengangguk. Meski toko buku sebenarnya adalah sampingannya saja. Bisa dibilang, bila malas ngantor, Awan akan pergi ke toko bukunya. "Aluna ... aku sedikit ingin membahas masa lalu kita sebelum kamu terbang ke Belanda. Saat itu ada hal yang tertahan dan belum ku utarakan padamu. Maukah kamu mendengarnya?" Awan terlihat serius menatap Aluna yang kini tersenyum tipis padanya. Bagi Awan, senyum itu tetap seperti dulu tak berubah, sebuah senyum yang mampu memecahkan bongkahan es dingin sekalipun di Antartika. "Meski itu sudah berlalu, aku akan beri kesempatan padamu untuk membahasnya," sahut Aluna. "Dulu saat kita masih ada di kampus dan terlibat dalam organisasi, aku ingin menyampaikan ini padamu. Tak tahunya kamu pergi ke Belanda tanpa berpamitan pada siapapun. Itu membuatku terluka dan patah hati sebelum aku mengungkapkannya padamu. Dulu, aku ingin bilang padamu bila aku terpesona padamu." "Kamu serius?" Awan mengangguk. Dan rasa pada Aluna masihlah sama sampai sekarang. Tak perlu ia ungkapan lagi. Cukup sekali dia ungkapkan dan itu mewakili perasaannya sekarang. Setelahnya sesi berakhir. Asisten meminta Awan untuk keluar dari ruangan khusus ini kemudian kembali menunggu di ruangan sebelumnya bersama kandidat lain untuk menunggu hasil yang akan diumumkan hari ini juga. Kini terlihat Aluna memegang berkas skor yang ada di meja. Ia memberi nilai setiap kandidat yang ia interview tadi. Ia ingin melihat siapa skor tertinggi di sana. Hasilnya sungguh mencengangkan. "Nona, Anda yakin akan memilih kandidat dengan nilai tertinggi ini?" Asisten yang duduk di samping Aluna mengintip siapa pemilik skor tertinggi. "Aku yakin dengan pilihanku. Di antara yang lain hanya dia yang memiliki nilai paling minimum melakukan sabotase atau lainnya padaku setelah pernikahan nanti." "Apa Anda memilih dia karena mencintainya, Nona?" "Kamu bicara apa? Tak ada cinta untuknya. Aku sudah ada Melvin." Percakapan kemudian berakhir. Sekarang saatnya mengumumkan pada yang lain siapa yang terpilih menjadi calon suami Aluna. Aluna sendiri yang kali ini mengumumkan siapa yang dipilihnya. Dia masuk ke tempat di mana semua kandidat berkumpul ditemani oleh asisten. "Hasilnya akan aku umumkan sekarang. Untuk semuanya dimohon agar bisa menerima keputusanku dengan baik. Tak ada kebencian di antara kandidat atau ujaran negatif." Terlihat, para kandidat tegang mendengar hasilnya. "Pria beruntung yang akan menjadi calon suamiku adalah Awan Hedy. Dan pernikahan ini akan digelar tiga hari kedepan." Awan menghapus nama belakang Fitz agar Aluna tak tahu. Semua yang ada di sana terkejut dengan hasilnya, termasuk Awan sendiri. Ia tak menyangka Aluna akan memilihnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD