ZZ|12

1309 Words
Zevania baru saja keluar dari ruang rapat Pramuka bersama Antonio. Anggota yang lain sudah lebih dulu pulang. Mereka baru saja selesai membahas acara kemah khusus kelas dua belas yang akan diselenggarakan dua minggu kedepan. Mereka tidak mau mengulur waktu lebih lama lagi mengingat kelas dua belas yang akan sangat sibuk ketika memasuki semester dua nanti. “Kalau menurut gue si, kita kemahnya di sekolah aja. Gak perlulah di hutan segala,” ujar Antonio. Keduanya berjalan ke arah parkiran, Antonio memang sudah biasa mengantar Zevania pulang ketika selesai kegiatan Pramuka. Jabatan pradana yang mereka duduki membuat mereka akrab. Tentu saja, karena jabatan membuat mereka sering berkomunikasi dan bersama. “Iya, gue juga emang mikir gitu. Lagian kan ini kemah terakhir kelas dua belas tuh, jadi ibarat menikmati masa-masa terakhir di sekolah gitu deh. Tapi harus tetep ada api unggun ya, kita cari cara supaya api unggunnya gak berbekas kalau di lapangan,” balas Zevania. “Gampang itu sih, nanti api unggun nya pakai alas pelepah pisang aja,” usul Antonio. “Emang bisa?” “Bisa, waktu gue SMP pernah kayak gitu.” Keduanya telah sampai di parkiran. Antonio lebih dulu menaiki motornya sebelum akhirnya diikuti oleh Zevania. Motor gede yang dikendarai Antonio membelah jalan raya yang nampak lenggang. Selama di perjalanan, mereka masih terus membicarakan mengenai kegiatan kemah yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Hingga Antonio menghentikan motornya ketika matanya melihat ada perkelahian banyak cowok yang berjarak sekitar dua puluh meter dari tempatnya sekarang. Di antara mereka yang tengah berkelahi banyak yang memakai baju seragam sekolahnya. “Kenapa berhenti?” Zevania langsung turun tanpa menunggu jawaban Antonio. Betapa kagetnya ketika ia melihat siapa saja yang terlibat perkelahian tak jauh dari tempatnya. Dengan berani Zevania berlari menghampiri sekumpulan cowok yang tengah berkelahi. “ZIDAN!!!” teriak Zevania panik dan terus berlari dengan mata fokus pada satu titik di mana ia melihat cowok yang dicintainya masih berkelahi meski wajah cowok itu sudah terdapat luka. “ZIDAAN!!” teriak Zevania lagi ketika ia telah sampai pada sosok Zidan. Brukk ... Zevania langsung memeluk tubuh Zidan guna melindungi tubuh Zidan yang akan dipukul lagi oleh cowok yang menjadi lawannya tadi. Alhasil, tinjuan yang seharusnya mengenai tubuh Zidan justru mengenai punggung Zevania. Keras sekali, karena Zidan dapat mendengar suara dari punggung Zevania yang terkena pukulan. Tangan kiri Zidan memeluk pinggang Zevania yang masih memeluknya. Sedangkan tangan kanannya bergerak untuk melawan lawannya yang sudah memukul Zevania. Lawannya tak tinggal diam, dia terus melawan Zidan sampai ia kembali memukul punggung Zevania untuk yang kedua kalinya. “b*****t lo!!!” Zidan semakin emosi ketika Zevania kembali terpukul. Dapat Zidan rasakan pelukan Zevania semakin mengerat. Zidan juga mengeratkan tangan kirinya di pinggang Zevania. Antonio sudah turun tangan ikut berkelahi. Leon, Rafael, Ilham, Giffar, Dika dan Praja pun masih berkelahi dengan lawannya masing-masing. “Zidan ue takut lo kenapa-napa,” bisik Zevania pada Zidan yang masih melawan lawannya dengan satu tangan karena tangan kirinya masih memeluk pinggang Zevania erat. 0o0 “Sssshh ... pelan-pelan kali Ton!” keluh Leon ketika Antonio mengobati luka di pelipisnya. “Lebay lo ah!!” kesal Antonio yang dengan sengaja menekan luka Leon sehingga Leon kembali meringis. Sedangkan Zevania, ia tengah mengobati Giffar. Sebagai anggota Pramuka, Zevania dan Antonio tentu saja menguasai bagaimana Pertolongan Pertama Gawat Darurat. Jadi sedikit demi sedikit mereka bisa mengobati luka ringan yang dihasilkan dari perkelahian tadi. Zidan tentu saja menjadi orang yang pertama Zevania obati. Dilanjutkan pada yang lainnya dan sekarang hanya tinggal Leon dan Giffar saja sebagai pasien terakhir. Beruntung di base camp D’Zebra terdapat kotak obat, maklum saja ini bukan pertama kalinya mereka berkelahi, sampai mereka mempersiapkan kotak obat dengan isian yang lengkap. “Selesai juga akhirnya,” ucap Zevania setelah menempelkan plester di rahang Giffar. Antonio pun telah selesai mengobati Leon. “Makasih ya bidadari gue, lo emang the best deh!!” puji Rafael dengan dua jempol tangannya teracung ke udara. “Ini gak gratis loh, pokoknya lo semua harus traktir gue sama Antonio jajan setiap hari gantian!!” canda Zevania dengan kekehan di akhir kalimatnya. “Betul itu! Apalagi liat nih, muka gue ikutan bonyok,” timpal Antonio dan menunjukkan pipinya yang berwarna keunguan. “Oke, deal!” ucap Zidan singkat Zevania dan Antonio tersenyum senang, kemudian mereka bertos ria. “Alamat dompet bolong nih!!” Praja menggelengkan kepalanya. “Kayak yang dompetnya pernah penuh aja. Hahaha!!!” ejek Ilham dengan tawa diakhir kalimatnya. “Aw aw ... sssh ...” ringis Ilham karena merasa sakit di sudut bibirnya ketika ia tertawa. “Makanya jangan ketawain gue, kena karma kan lo!!” Praja tersenyum puas melihat Ilham kesakitan. “Tenang aja, gue sama Zevania jajan nya gak banyak kok. Liat aja tuh, badannya aja kerempeng gitu!” ungkap Antonio Zevania cemberut mendengar ejekan Antonio padanya. Apa katanya? Kerempeng? Tidak tahukah Antonio bahwa bentuk tubuhnya ini diinginkan oleh banyak kaum hawa? “Enak aja, body goal gini dibilang kerempeng!!” kesal Zevania. Untuk menunjukkan keindahan bentuk tubuhnya, Zevania berdiri dengan cepat. Namun rasa sakit di punggungnya membuat Zevania kembali duduk seketika. “Aghh ... sakit!” Zevania memegang punggungnya. Rasanya tulang-tulang yang ada di punggungnya hampir remuk semua. “Sakit?” Zevania mengangkat kepalanya ketika mendengar suara Zidan dan merasakan elusan dari tangan Zidan di punggungnya. Zidan beralih duduk di samping Zevania. Zevania tersenyum manis dan langsung memeluk lengan Zidan, namun Zidan langsung melepaskannya, senyum Zevania kembali luntur. Namun, ketika tangan Zidan mengelus punggungnya kembali, Zevania kembali tersenyum. Ternyata Zidan menolak pelukan Zevania di lengannya agar Zidan dapat mengelus punggung Zevania. “Ehem! Kayaknya ada yang mulai luluh nih!” ujar Rafael dengan suara yang sengaja dilantangkan. “Es di kutub utara mencair!!” timpal Ilham. “Apaan sih!” ketus Zidan. “Punggung lo kenapa Van?” tanya Antonio menatap khawatir pada rekan satu organisasinya itu. Antonio bergerak untuk duduk di samping Zevania. Jadilah kini Zevania duduk di antara Zidan dan Antonio. “Kena pukul,” jawab Zevania “Sama siapa??” tanya Leon dengan emosi, cowok yang merebut pacar Reynaldi itu memang gampang terpancing emosi. Jadi tak heran rasanya melihat luka yang Leon dapat lebih banyak dari yang lainnya. “Danny.” Zidan berucap dengan nada rendah. Entahlah, namun nada rendahnya sarat akan emosi yang ditahan. “b*****t!!! Tu bocah cewek aja dipukul!! Awas aja bakal gue bales nanti!!” geram Leon. See? Leon kembali diliputi emosi. “Jangan, kalian tuh kenapa pada berantem sih?” Zevania berkata seraya menghentikan elusan tangan Zidan di punggungnya. Ia beralih untuk memeluk lengan Zidan dan menyandarkan kepalanya di bahu Zidan. “Biasa, persaingan geng motor.” Jawab Zidan, kali ini ia membiarkan Zevania bersandar di bahunya. Anggap saja sebagai penebusan rasa bersalahnya pada Zevania yang harus terkena pukulan lawannya tadi. “Geng motor si Danny itu selalu cari gara-gara. Cuman gegara kemarin kalah balapan, mereka malah nyerang kita tadi. Pecundang banget emang!” ungkap Dika. “Bener, mereka tuh gak nerima kekalahan apapun dari kita,” tambah Ilham “Termasuk geng kita yang lebih terkenal dari mereka!” timpal Praja. “Tapi Van, lo mulai sekarang harus hati-hati sama mereka. Mereka pasti ngira lo ceweknya Zidan, dan pasti ngincar lo.” Leon mengalihkan pandangannya pada Zevania, dan Leon langsung mengatupkan bibirnya ketika melihat mata Zevania tertutup dengan rapat. Cewek itu tertidur di bahu Zidan. “Ehhh ... tuh bocah malah tidur,” tutur Leon. Zidan mengalihkan pandangannya pada Zevania. Perlahan ia melepaskan pelukan Zevania di lengannya agar Zidan dapat merangkul Zevania. Zidan tahu, lagi-lagi Zevania tak bekerja karenanya. “Eunghh ...,” lenguh Zevania, tangannya bergerak memeluk pinggang Zidan dengan kepala menyeruduk leher Zidan mencari kenyamanan dalam tidurnya. “Gue cemburu loh, Dan!” Zidan menatap Rafael dengan tajam, yang dibalas dengan kekehan ringan oleh Rafael. Antonio berdiri hendak pulang. “Gue mau pulang, Zevania biar gue yang anter.” Antonio hendak membangunkan Zevania, namun ucapan Zidan menghentikan aksinya. “Zevania tanggung jawab gue.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD