ZZ|19

1387 Words
‘SELAMAT DATANG PESERTA KEMAH KELAS XII SMA BINTANG BANGSA’ Begitulah sekiranya tulisan yang terpampang di gerbang sekolah. Di mana, tepat pada hari Sabtu ini kemah khusus kelas dua belas akan dilaksanakan. Hanya kelas akhir saja yang masuk, sedangkan kelas sepuluh dan sebelas diliburkan kecuali anggota Pramuka yang bertugas sebagai panitia pelaksana. Lapangan sekolah seketika terlihat berubah warna menjadi coklat karena dipenuhi oleh seluruh peserta yang mengenakan seragam Pramuka. Antonio sedang sibuk untuk membariskan peserta di pojok kiri lapangan yang nampak sulit diatur. Terkadang, hewan yang dikenal dengan sebutan bebek lebih mudah dan handal dalam baris-berbaris. “Semuanya harap ikuti intruksi saya agar acara dapat segera dimulai. Acara tidak akan dimulai jika kalian belum berbaris dengan rapi!” tegas Antonio yang seketika itu pula membuat suasana menjadi hening. Mereka mulai menurut dan berbaris agar acara dapat segera dimulai. Untuk memulai acara, apel pagi dilaksanakan sebagai pembukaan di mana para anggota Pramuka bertugas menjadi petugas. Antonio bertugas menjadi pemimpin apel, Nadine bertugas sebagai pembawa acara, Zevania bertugas sebagai dirijen, Daniar bertugas sebagai pembaca Dasa Darma dan Tri Satya, dan sebagainya. Sedangkan pembina sendiri ditugaskan kepada pembina Pramuka. Apel sudah dimulai, semua acara berjalan hikmat. Hingga kini Zevania maju dua langkah untuk memimpin lagu Indonesia Raya. Tangannya bergerak lincah sesuai irama, matanya berkeliling untuk menatap satu persatu peserta kemah yang sedang bernyanyi. Hingga netranya terhenti pada sosok Zidan yang berdiri paling depan di barisan kelasnya. Tentu saja, tubuhnya paling tinggi membuat ia akan ditempatkan di depan. Zevania melempar senyum pada Zidan yang kebetulan menoleh, namun Zidan memalingkan wajahnya. Acara terus berlanjut hingga kini tibalah saat dimana pembina apel harus menyampaikan pidato atau amanat. Seluruh peserta berharap amanat yang akan disampaikan tidaklah panjang, bukankah sangat membosankan? Belum lagi kaki mereka yang akan pegal karena terus berdiri dalam waktu yang cukup lama. “Satyaku kudarmakan, darmaku kubaktikan, salam Pramuka!!” “Salam!!” jawab serempak seluruh peserta kemah dengan tangan yang terangkat hormat sekilas. Hermawan, sang pembina Pramuka dengan gagahnya berdiri di tengah lapangan. “Terimakasih atas kerja sama Kakak-kakak semua dalam proses terlaksananya kegiatan ini. Di mana hari ini adalah kemah terakhir kalian sebagai pelajar di SMA ini. Saya berharap kakak-kakak semua dapat mengikuti arahan seluruh panitia yang bertugas ....” Dan masih panjang kalimat pembuka yang disampaikan oleh Hermawan. “Setelah apel ini selesai, setiap kelas akan dibagi menjadi empat kelompok, yakni dua kelompok putri dan dua kelompok putra. Lalu setiap kelompok silahkan mendirikan tenda di setiap sisi lapangan. Jadi, buat supaya tenda kalian mengelilingi lapangan dan biarkan bagian tengah lapangan kosong. Mengerti?” “Siap mengerti!!” Susunan demi susunan acara dalam apel pagi itu terus dilanjutkan dengan terik matahari yang mulai menyorot namun tak membuat mereka kehilangan semangat walau tetes keringat mulai terlihat di dahi mereka. 0o0 Dikarenakan kemah kali ini bukanlah kemah pelantikan, melainkan untuk mempererat tali persaudaraan antar kelas dua belas sekaligus momentum untuk menikmati masa sekolah sebelum kelas dua belas dihadapkan dengan rentetan ujian nantinya. Maka, kemah kali ini diisi dengan berbagai macam kegiatan menyenangkan, tidak ada acara-acara yang menegangkan. Seperti kali ini, semua peserta berkumpul di tengah lapangan dan mengikuti intruksi dari panitia. “Semangat pagi!!” teriak Zevania dengan semangat. “Pagi!! Pagi!! Pagi!!” jawab seluruh peserta serempak dengan mengangkat kepalan tangannya ke udara. Jangan disangka ini masih pagi, nyatanya jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Kata ‘pagi’ digunakan untuk menggambarkan semangat yang masih menyala seperti saat di mana semua dimulai, belum ada rasa lelah dan jengah. “Jadi kali ini kita mau ngapain nih Kak?” Zevania bertanya pada Antonio dengan menggunakan embel-embel ‘kak’. Sapaan itu memang sudah lazim digunakan bagi anggota Pramuka. Mereka akan dengan otomatis saling memanggil ‘kak’ ketika sedang berkegiatan. Namun di luar kegiatan Pramuka, mereka kembali pada sapaan biasa. “Sekarang kita akan bermain game, cara mainnya adalah setiap kelompok akan diberi paku yang sudah diikat dari berbagai sisi. Setiap anggota kelompok memegang tali, dan kalian harus berhasil memasukkan paku itu kedalam botol yang akan disimpan di tengah,” jelas Antonio seraya menunjukkan sebuah paku yang dipegangnya. “Sekarang saya akan membagikan paku ini ke setiap kelompok.” Nadine berjalan ke setiap kelompok guna membagikan paku yang sudah diikat dari berbagai sisi ke setiap kelompok. Permainan pun dimulai, semua nampak bahagia terbukti dari tawa mereka yang tiada henti meski banyak di antara mereka yang gagal memasukkan paku dalam botol. Zevania berjalan menghampiri kelompok Zidan dan temannya yang nampak masih berusaha memasukkan paku ke dalam botol. Zevania terkekeh melihat Zidan yang dua hari lalu resmi menjadi bosnya itu nampak menunjukkan wajah datar meski ia tengah berusaha memasukkan paku dengan serius. “Serius banget pak!” Zevania menepuk bahu Zidan yang sontak saja membuatnya menoleh. “Diem!” ketus Zidan dan kembali fokus. Zevania hanya tertawa menanggapi Zidan kemudian berjalan menuju kelompok Tania dan Gista yang nampak tengah tertawa di tengah kegagalan mereka. “Hahaha! k*****t lo Gis!!” Tania mendorong bahu Gista pelan seraya tertawa. “Kenapa?” tanya Zevania yang tak tahu apa-apa. “Itu, Gista badannya gak bisa diem, goyang mulu. Makanya pakunya ikutan goyang. Kan jadi gak bisa masuk-masuk. Haha. Mana goyang nya ala biduan banget lagi,” jawab Tania dengan tawanya yang mulai reda. “Ya abisan, gak masuk terus. Kesel gue!” Gista melempar asal paku yang dipegangnya. “Lo mentang-mentang jadi ketua sok sibuk!! Gak inget nih sama kita!!” jengkel Tania. “Bukan sok, tapi emang gue sibuk kali. Lo lupa? Gue biar bandel tapi gue pradana putri,” bangga Zevania menepuk dadanya. “Sombong amat!! Eh, lo tahu gak kenapa Rey gak ikut kemah?” Gista bertanya pada Zevania, pasalnya Reynaldi sama sekali tak mengatakan apa pun padanya dan Tania. “Katanya sih sakit, ah paling juga males. Tahu sendiri dia dari dulu anti sama yang namanya kegiatan sekolah.” “Gak mau bermalam di sekolah sama si Parah kali!” “Haha, dia udah gak cinta kali sama tuh cabe!” tutur Tania. Mereka pun larut dalam permainan yang terus berlanjut. Begitupun para panitia yang terus berkeliling ke setiap kelompok untuk memantau. 0o0 Acara api unggun sebagai acara puncak sudah selesai sejak tiga puluh menit yang lalu, kini hari telah berganti dan jarum jam menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Semua peserta sudah masuk ke tenda masing-masing. Berbeda dengan para panitia yang tidur di kelas yang sudah disediakan. Namun, Zevania masih duduk di depan sisa-sisa bara api yang masih menyala. Rasa kantuk belum menyerangnya meski lelah mendera tubuh kurusnya. “Tugas lo sebagai asisten gue banyak. Lo harus bawain gue sarapan tiap pagi, nanti gue kasih lo uang belanja. Lo harus urusin semua hal yang berkaitan tentang gue pas di sekolah. Setelah pulang sekolah, lo masih punya tanggung jawab selama satu jam sama gue. Sebagai asisten gue, lo gak boleh kerja yang lain lagi.” Zevania tersenyum ketika mengingat tugasnya sebagai asisten Zidan. Sungguh, baginya itu adalah pekerjaan paling menyenangkan di dunia. “Dan karena lo asisten gue, lo gak boleh pindah ke luar kota!” Masih teringat jelas dalam ingatannya, Zidan nampak serius ketika mengatakan itu. Lagi pula, Zevania dan Zevano sudah kompak menolak permintaan atau perintah sang Ibu. Dan Zevano pun sudah mengembalikan uang yang diberikan oleh ibunya. Menyadari seseorang telah duduk di sampingnya, Zevania sontak menoleh dan mendapati Zidan duduk tepat di sebelahnya. “Dan, kok belum tidur?” “Gak enak badan, masuk angin!” jawab Zidan cuek. “Pijitin!” Zidan memberikan botol kecil berisi minyak kayu putih pada Zevania. Sebagai asisten dan calon pacar yang baik, Zevania dengan senang hati menerima botol itu dan beralih duduk di belakang Zidan. Tangannya bergerak menyingkap jaket yang Zidan kenakan. Zevania menuangkan sedikit minyak kayu putih pada tangannya kemudian ia balurkan di tengkuk Zidan dan mengurutnya pelan. “Pusing?” tanya Zevania yang dibalas anggukan oleh Zidan. Zevania kembali menuangkan minyak kayu putih pada tangannya. Kali ini ia membalurkannya pada kedua pelipis Zidan dan membuat Zidan mendongak. Zevania memposisikan dirinya menjadi setengah berdiri dengan bertumpu pada kedua lututnya di belakang Zidan. Sehingga kini posisi kepalanya lebih tinggi dari Zidan. Zidan mendongak, dan Zevania mulai mengurut pelipis Zidan dengan kedua tangannya. Satu hal yang membuat Zevania gerogi adalah Zidan yang enggan menutup matanya dan justru memandang wajah Zevania dari bawah. Zevania tak menyangka, pilihannya tadi untuk duduk berselonjor kaki di depan bara api akan berakhir menyenangkan seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD