Rasanya hidup Zidan benar-benar damai dua hari ke belakang. Pasalnya, selama dua hari itu ia tidak mendapatkan gangguan dari Zevania. Cewek itu hanya mengirimi pesan, untung saja Zidan sudah membisukan kontak Zevania. Entah kemana cewek pengganggu itu, ia sama sekali tak menampakkan dirinya. Dan Zidan tidak peduli itu, dirinya justru bersyukur karena dapat menikmati waktu di sekolah dengan tentram.
Sama halnya seperti Zevania, Wilona pun tidak pernah mengganggunya atau mungkin memang tidak sekolah.
“Zevania kemana ya? Perasaan dari kemarin gak nongol deh.” Rafael berkata, ia menghentikan aktivitas makannya sejenak.
Ilham mengangguk setuju. “Bener, jadi kangen gue,” timpalnya.
Zidan sama sekali tak peduli celoteh dua orang di depannya. Ia hanya fokus pada acara makannya saja. Saat ini, kondisi perutnya yang lapar lebih utama.
Niat Zidan untuk dapat makan dengan tenang harus terganggu karena kedatangan Wilona dan Khanza. Sedangkan Farah? Ah, pasti cewek itu sedang bersama Leon.
“Zidan, gue kangen banget sama lo. Kemaren gue gak sekolah karena ada acara keluarga. Lo pasti kangen juga kan sama gue?” Wilona duduk di samping Zidan dan memeluk lengannya. Zidan menepis dengan sedikit kasar.
Mangkuk bakso dijauhkan, hilang sudah selera makan Zidan.
“Loh, udah kenyang?” Wilona kembali memeluk lengan Zidan, dan lagi-lagi Zidan menepisnya sambil mendengus.
“Hemm.”
“Kok jutek gitu sih sama gue?” Wilona menatap kesal Zidan yang hanya membalas dengan deheman.
“Risih kali sama lo!” Rafael mengedarkan pandangan matanya karena malas melihat dua cewek yang kini duduk di meja yang sama dengannya.
Wilona memang cantik, tapi tetap bagi Rafael Zevania yang paling cantik. Sebagai teman yang baik, Rafael jelas lebih setuju jika Zidan bersama Zevania. Meski keduanya bar-bar, Zevania tentu lebih unggul dibandingkan Wilona yang hanya bermodal muka.
“Ya gak mungkinlah! Gue itu calon pacar Zidan,” ketus Wilona.
“Lo baru calon pacar, lah Zevania udah jadi calon istrinya.” Ilham sengaja memanasi Wilona. Dan ia tersenyum penuh kemenangan melihat emosi Wilona tersulut.
“Apa bagusnya sih tuh cewek? Kalian tahu gak, di luar sekolah dia itu pelayan! Pe-la-yan! Gak sebanding banget tahu gak sama kita-kita, bingung gue kenapa cewek miskin modelan begitu bisa sekolah di sini,” tutur Khanza yang juga emosi karena tak terima dengan ucapan Ilham yang seakan memanasi Wilona.
“EMANG KENAPA KALAU TEMEN GUE PELAYAN? Masalah, hah?”
Suara Tania menggelegar di seluruh penjuru kantin. Membuat semua pasang mata kini menatapnya.
“Iya apa salahnya? Bagus bagus dia udah bisa cari uang sendiri. Gak kayak lo berdua yang Cuma ngemis sama orangtua!” timpal Gista yang berada di sebelah Tania. Keduanya berjalan menghampiri meja yang ditempati Zidan.
“EMANG kenyataan kan temen lo itu pelayan? Gak pantes tahu gak dia sekolah di sini, apalagi deketin Zidan!” Teriak Wilona dengan kasar.
“Jangan banyak omong lo!” Tania hendak mendorong tubuh Wilona, namun Rafael menahannya.
Rafael sengaja melakukan itu karena ia melihat seorang guru baru saja memasuki kantin.
“Dasar temen pelayan!” tutur Khanza sebelum ia dan Wilona meninggalkan kantin.
Tania dan Gista menarik napas kasar, mencoba untuk meredam emosi yang mendera keduanya. Bagaimana tidak? Sahabat mereka dihina karena bekerja sebagai pelayan, mereka tidak tahu saja siapa Zevania sebenarnya.
Untuk menenangkan diri, Tania dan Gista bergabung dengan Zidan dan teman-temannya. Mereka mengambil jus yang ada di meja tanpa peduli milik siapa itu.
“Jangan!”
Gista tidak jadi meminum jus mangga yang ada dalam gelas di genggamannya karena Zidan langsung merebut dan meminumnya hingga tandas.
Gista mengernyit bingung, sedangkan Tania berhasil meminum jus yang entah milik siapa, yang pasti milik salah satu cowok yang kini duduk bersamanya.
“Itu gelas gue, dan gue gak mau berciuman secara tidak langsung,” ucap Zidan dan langsung pergi setelah menghabiskan jusnya.
“Siapa juga yang mau ciuman sama es nong-nong.” Gerutu Gista dan mengambil gelas lain yang masih tersisa jus.
“Zevania mana?” Tanya Rafael yang sudah tidak bisa menekan lagi rasa penasarannya.
“Camping Pramuka.”
0o0
Setelah tiga hari berturut-turut tidak sekolah, akhirnya hari ini ia bisa kembali ke sekolah. Tidak, jangan berpikir bahwa Zevania merindukan suasana belajar, itu tidak mungkin. Hanya saja, Zevania merindukan Zidan.
Tiga hari kemarin ia harus mengikuti Perkemahan Nasional yang diselenggarakan di Puncak, Jawa Barat. Suasana di sana begitu dingin, dan Zevania tidak terbiasa dengan itu. Mungkin hal itu yang menyebabkan Zevania terserang demam dan flu di akhir kegiatan.
SMA Bintang Bangsa mengirimkan dua orang perwakilan, yaitu Zevania dan Antonio selaku pradana putra dan pradana putri.
Rasanya badan Zevania remuk, bagaimana tidak? Selama kegiatan perkemahan berlangsung, ia hanya tidur sekitar empat jam saja dalam sehari. Sedangkan, setiap harinya banyak kegiatan yang dilakukan. Mulai dari senam, materi, upacara, jejak jelajah dan banyak hal lainnya.
Sudah dapat ditebak, Antonio pasti tidak sekolah dan memilih untuk beristirahat. Sebenarnya Zevania juga ingin bolos, tapi ia merindukan Zidan. Apalagi ia membawa oleh-oleh perkemahan, Zevania jadi tak sabar untuk segera memberikannya.
Sebelum menuju kelasnya, Zevania lebih memilih untuk menuju kelas Zidan. Ia tak sabar untuk menemani cowok futsal itu.
Namun, ketika sampai di sana, Zevania mendapati Zidan yang tengah mengobrol bersama Wilona di depan kelas Zidan. Sungguh pemandangan yang akan merusak matanya.
“Heh, ngapain lo disini?” Zevania langsung berdiri di antara Zidan dan Wilona membuat Wilona geram seketika.
“Heh, pelayan ngapain lo ganggu? Cuci piring aja sana!” bentak Wilona dan mendorong bahu Zevania dengan kasar.
Tubuh Zevania yang masih terserang demam limbung seketika. Untungnya Zidan menahan tubuhnya. Rasanya Zevania jadi ingin berterima kasih pada Wilona yang sudah mendorongnya.
“Woy! Jangan kasar sama bidadari gue!” sentak Ilham kasar dan muncul dari dalam kelas.
“Apa?! Bidadari? Ya kali pelayan jadi bidadari!” balas Wilona lagi.
“Minggir lo!” Wilona menyingkirkan badan Zevania dan segera memeluk lengan Zidan erat.
Tentu saja Zevania tak akan membiarkan hal itu berlangsung lama. Tangannya bergerak untuk melepaskan tangan Wilona dari lengan Zidan, namun sedikit sulit karena Wilona mempereratnya.
Zidan mengernyit ketika merasakan panas dari tangan Zevania yang menyentuh lengannya ketika berusaha untuk melepaskan Wilona. Mata Zidan beralih menatap wajah Zevania, entah hanya perasaan Zidan atau Zevania yang tidak memakai make up, yang pasti wajah Zevania terlihat pucat. Hingga kemudian tubuh Zevania melemah dan luruh.
“Euhh ...” lenguh Zevania sebelum badannya tumbang dengan mata tertutup.
“Van!” Zidan terkesiap kaget dan menangkap tubuh Zevania.
0o0
Mata indah Zevania perlahan terbuka, ia bukan baru saja sadar dari pingsannya. Sudah sejak lama ia sadar, dan ketika sadar ia hanya mendapati Reynaldi yang menunggunya. Sedangkan Tania dan Gista mereka kompak bolos sekolah hari ini. Apakah kedua sahabatnya itu tidak merindukan Zevania?
Setelah itu, ia memutuskan untuk tidur di ruang kesehatan. Dan sekarang Zevania baru saja bangun. Sepertinya ia terlambat bangun, karena jam pulang sudah berlalu sejak lima belas menit yang lalu.
Dan lagi, bagaimana bisa tidak ada seorang pun yang menjaganya di sini? Bahkan Reynaldi pun nampaknya tak kembali datang setelah meninggalkan Zevania ketika tertidur. Dan di mana para anggota PMR?
Rasa pening begitu terasa ketika Zevania mendudukkan dirinya. Berdiam diri sebentar adalah hal yang dilakukan Zevania berharap dapat mengurangi rasa pening di kepalanya.
Zevania meraih tasnya dan segera pergi dari ruang kesehatan. Ia sama sekali tak ingin berlama-lama di sana, karena ruang kesehatan adalah salah satu tempat yang terkenal angker di sekolahnya. Banyak rumor beredar disana pernah terjadi aksi bunuh diri seorang anggota PMR.
Zevania tambah bergidik ngeri ketika suasana sekolah sudah sepi. Rasanya, ia ingin segera keluar dari gerbang sekolah.
Ketika melewati parkiran, terlihat Zidan duduk manis di atas motornya. Dan di sana hanya tertinggal satu motor saja.
Bolehkah Zevania percaya diri bahwa Zidan tengah menunggunya?
“Kamu belum pulang?” Suara Zevania mengalihkan perhatian Zidan.
“Naik!” titahnya.
Zevania terdiam di tempat. Benarkah Zidan mengajaknya pulang bersama? Jadi kepercayaan dirinya ternyata benar? Zevania ingin berteriak kegirangan sekarang juga.
“Gak mau?” Zidan mengangkat sebelah alisnya.
“Mau mau, banget malahan!” pekik Zevania senang.
Sebelum naik ke atas motor Zidan, Zevania mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah gantungan kunci dari kayu berbentuk tunas kelapa.
“Ini, aku beli ini buat kamu pas kemarin perkemahan. Ini bentuknya tunas kelapa, karena kamu itu seperti cikal yang akan selalu ada di dadaku. Hehehe.” Zevania memasangkan gantungan kunci itu di kunci motor Zidan yang menggantung karena Zidan sudah menyalakan mesinnya.
Zidan hanya menatapnya datar, tidak berniat untuk berterima kasih sama sekali. Saat Zevania akan naik, Zidan menghentikan aksinya.
“Kenapa?” tanya Zevania heran. Apa Zidan berubah pikiran?
“Duduknya nyamping aja,” tutur Zidan seraya memasang helm di kepalanya.
“Kenapa?”
“Rok lo kependekan!”