“Jangan menunduk, sayang. Angkat dagumu. Jangan biarkan orang lain melihat kelemahanmu.” Pesan itu masih membekas kuat di benak Salina. Baru beberapa menit lalu Dante membisikannya di lorong luar ruang rapat, tapi efeknya seperti pelindung baja yang membalut keberaniannya kini. Ya, untuk apa dia takut pada wanita licik di depannya ini? Kalau bukan karena Dante ada di sampingnya—mungkin ia akan sedikit goyah. Tapi kini, genggaman tangan suaminya di pinggangnya, nafas hangatnya yang stabil, dan tatapan tajamnya yang tak pernah benar-benar pergi dari dirinya, semua itu cukup membuatnya tegak. Salina menarik kursi di ujung meja, duduk dengan kepala tegak dan bahu terangkat percaya diri. Dante pun ikut duduk, tak pernah meninggalkan sisi istrinya bahkan sedetik pun. Ia menyandarkan punggung

