Bab 2

1151 Words
Diandra Anjani gadis cantik yang berasal dari desa. Harus menerima perjodohan dengan Fernando karena statusnya sekarang yang yatim piatu. Dia sudah tak punya siapa-siapa lagi. Bisa dikeluarkan saja. Dan untunglah teman dari sang ayah yang bernama Johanes Horrison menerima yang diminta dengan syarat. Menikah dengan putranya FERNANDO HORRISON. Diandra belum tahu seperti apa rupa dari Fernando. Tapi dia sangat yakin Fernando adalah laki-laki yang tampan dan juga baik. Karena melihat sang papa yang tampan dan juga baik. Tak apalah, toh itu lebih baik dari pada Diandra jadi gelandangan di jalanan. Diandra janji akan membantu di rumah Johanes. Karena sudah berbaik hati ingin mengambilnya menjadi menantu. Bukan pembantu. Hari ini Diandra sampai di rumah besar nan mewah milik keluarga Horrison. Diandra disambut hangat oleh Gina. Mama Fernando. Karena Johanes masih diajari di rumah sakit. "Tante, di mana om?" Tanya Diandra yang memang tidak tahu kalau Johanes sedang teridentifikasi. Gina tersenyum "Om sedang di rumah sakit." "Apa? Om, sakit apa tante?" "Jantung, Diandra." "Astagah ...." Diandra membekap mulutnya. Dia kaget sekali mendengarnya. "Tidak usah cemas. Keadaanya sekarang sudah mulai membaik," jelas Gina. Gina nampak tersenyum. Melihat gadis cantik di disetujui dengan penampilan sederhana dan kencantikan alaminya. Tutur bahasanya lembut dan sikapnya sopan. Gina sangat senang. " Bu !" seru seorang pria. Membuat jantung Diandra berdegup kencang. "Ya, ibu di sini" Pria itu pun keluar dan menunjukkan batang hidungnya. Membuat Diandra lemas seketika. Tampan sekali  Pria itu hanya mengenakan celana pendek dan memegang botol minum. Otot lengannya dan bulu-bulu di lengannya membuat nampak sangat seksi. Ya Tuhan ! Jangan bilang itu Fernando. Rasanya jantung Diandra tidak kuat. "Diego. Kemarilah nak." Diego ... gumam Diandra. Jadi dia bukan calon ku? Fikirnya lagi. Yah sayang banget padahal dia idaman Diandra. Lalu seperti apa Fernando. "Perkenalkan ini Diandra. Calon dari adikmu." Diego tersenyum dan mengulurkan tangannya langsung disambut oleh Diandra. Oh my God !keras dan hangat sekali. "Diego." "Diandra." "Senang bertemu dengan mu. Diandra." "Aku juga." Mereka saling pandang sejenak. Sebelum Gina berdehem dan mereka pun tersentak. Lalu melepas genggaman itu. "Diego. Mom minta tolong jaga dia untuk mom. Karena mom harus kembali ke rumah sakit." "Ya mom, tenang saja." "Jangan nakal ya. Diandra kalau ada apa-apa hubungi tante," ujar Gina sembari tersenyum. Diandra hanya mengangguk. Sepergi Gina. Diego duduk di sofa dan memperhatikan calon adiknya. Jujur secara fashion. Ini bukan gaya adiknya. Diandra lebih cocok bersamanya. Tapi apa daya. Gadis ini milik adiknya. Dia tak boleh jatuh cinta dengan calon adik iparnya. "So, Diandra. Siapa nama panjangmu?" "Diandra Anjani." diego menatap Diandra. Namanya Indonesia sekali. "Dan umurmu?" "22 tahun." Diego mengangguk-angguk. Diandra merasa seperti sedang diwawancara kerja. Ini benar tidak sih dia akan dijadikan menantu bukan pembantu. "Eh maaf, kak, eh mas, eh tuan, eh...." "Diego." "Oh tak apa nih panggil Diego?" "Tak masalah jangan terlalu formal." "Oke, Diego boleh aku bertanya?" "Tentu saja." Diandra diam sejenak. Menautkan jemarinya karena gugub. Diego memperhatikan semua tingkah laku Diandra. Dia tak mau adiknya mendapatkan istri yang tak baik. "Apakah... aku... benar-benar menjadi menantu di sini?" Tanyanya "Ya benar." "Benar bukan pembantu?" Hah pembantu? Anak ini bicara apa sih. Terlihat sekali Diandra dilanda keraguan. Dan itu membuat Diego gemas. "Diandra Anjani. Kau di sini akan menjadi istri dari adikku. Fernando bukan pembantu," jelas Diego meyakinkan. "Sungguhan?" "Iya, aku tidak bohong." "Apa Diego sendiri sudah menikah?" Pertanyaan itu lagi. Bosan sekali dia menjawabnya. Tapi karena ini adalah calon adik iparnya maka Diego harus menjawabnya. "Belum." Diandra bengong. Kok bisa mama papa mereka menjodohkan adiknya sementara Diego sendiri belum menikah. Kenapa seperti itu "Kenapa?" "Belum ada yang pas." "Memang seperti apa selera Diego. Pasti sangat berkelas ya?" Diego menatap Diandra tajam. Waduh apa diandra salah bicara ya "Seperti kamu." "Hah???" "Hahahahhahaha." Diego tertawa sangat keras. Sialan Diandra di kerjai. "Tapi aku bersungguh-sungguh. Aku mencari sosok seperti mu dari dulu. Tapi di kota ini sudah tak ada gadis cantik alami dan sederhana seperti mu." Diandra menunduk malu mendengar pujian itu. Cantik alami dari mana sih. Gadis kampung sepertinya. Diego pasti sedang menggodanya. "Apakah, apakah Fernando juga suka gadis kampung seperti saya?" Tanyanya ragu. Diego berhenti tersenyum. "Tidak." Hah. Jawaban apa itu. Membuat hati Diandra sakit saja. "Ti...tidak?" "Ya, Fernando tidak suka tipe seperti mu. Dia suka gadis yang cantik dan modis. Penuh lipstik dibibirnya yang sensual. Hingga menariknya untuk segera melumat bibir itu." Deg ! Jantung Diandra berdesir seketika. Jadi... jadi.. dia ditolak oleh calon suaminya sebelum sempat bertemu? "Kenapa?" Tanya Diego. Diandra menggeleng. Dia sudah malas bertanya lagi. Rasanya dia ingin menangis. Kalau dia di sini tak jadi menantu lalu untuk apa dia ke sini. Memalukan sekali. Diandra...Diandra. Bagaimana mungkin kamu bisa sepercaya diri itu. Mana mungkin pria kota mau menikah dengan gadis kampung seperti mu. Astaga memalukan sekali. Lebih baik Diandra pergi sebelum benar-benar bertemu dengan Fernando. "Sa...saya permisi, Diego." Diego tersentak. Dia langsung berdiri dan mencegah Diandra yang hendak pergi. "Mau ke mana?" "Pulang ke kampung saja." "Loh kenapa?" "Untuk apa saya di sini, kalau calon saya saja tak menerima saya sebelum bertemu. Saya malu lah. Saya juga punya harga diri. Lebih baik saja pulang saja. Saya tak mau jadi beban." Astagah anak ini polos sekali sih. Diego meraih tas Diandra dari tangannya. Dan membawanya ke kamar atas. "Hey, mau dibawa ke mana tas ku?" "Ikut aku." Diandra pun ikut ke atas. Di mana Diego berada. Diego masuk kesebuah kamar dan meletakan tas itu di sana. "Ini kamarmu. Dan ingat jangan coba-coba pergi paham!" "Tapi buat apa?" "Buat apa? Karena kau adalah calon istri dari adikku." "Tapi dia menolakku kan?" "Tidak lagi." Diego langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Diandra yang dilanda kebingungan. Apa maksudnya sih, Diandra benar-benar bingung. Tak lama muncul pelayan. "Nona. Kalau anda ingin mandi silahkan disebelah sini. Kalau mau makan bisa saya antar ke ruang makan. Atau makanan dibawa ke sini?" Lah ini pelayan datang tiba-tiba dan langsung mengatakan hal aneh. "Saya Evi, pelayan yang ditunjuk untuk memenuhi semua kebutuhan nona di rumah ini." Hah semua kebutuhan ku. Gumam diandra. "Eh gak perlu. Aku bisa sendiri kok. Beneran." "Tapi ini sudah jadi tugas saya nona." Lah gimana ini. Apa yang harus Diandra lakukan. "Mari nona. Ikut saya. Nona harus dibuat secantik mungkin. Karena nanti nona akan bertemu dengan tuan Fernando." "Emang kenapa harus jadi cantik?" "Karena tuan Fernando sangat pemilih. Apalagi masalah pasangan." "Tidak. Aku tidak mau. Kalau memang dia mau menikahiku ya dia harus melihat aku aslinya. Aku tidak mau berpura-pura." "Tapi nona...." "Aku bilang tidak mau. Kamu tidak mengerti perasaan ku. Kalau aku harus berdandan demi dirinya yang belum resmi jadi suamiku. Artinya aku sudah membohonginya. Dan lagi pula aku juga ingin tahu. Apakah dia masih mau menikah dengan ku setelah melihat aku seperti ini." Evi mengerti. Dia pun mengangguk dan undur diri dari kamar Diandra. Dia duduk di ranjang. Kenapa jadi seperti ini sih. Kenapa aku dijodohkan dengan pria kota yang tak mau melihat gadis kampung seperti aku. Aku benar-benar tak mau merubah penampilanku. Biar saja kalau dia menolak. Aku tak peduli.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD