"Ibu Suri tiba!"
Semua orang pun berdiri dan mengangguk hormat pada Ibu Suri. Wanita paruh baya itu berjalan di tengah ruangan, kemudian duduk di kursi kehormatan dengan jubah ungu tua yang dihiasi sulaman emas. Wajahnya tampak lebih lembut malam itu, meski tatapan matanya tetap tajam meneliti satu per satu tamu yang datang memberi hormat.
“Yang Mulia Ibu Suri,” suara lembut menggema. Itu Min Hua, berjalan anggun sambil membawa sebuah kotak kayu cendana yang dijaga dua pelayan. Ia tersenyum manis, lalu berlutut.
“Hari ini bukan hanya hari kelahiran Anda, tapi juga hari bagi kami untuk mempersembahkan rasa bakti. Namun … ada satu hal yang mungkin bisa membuat pesta ini lebih sempurna.”
Semua mata menoleh. Ibu Suri mengangkat alis. “Apa itu, Min Hua?”
"Karena Ibu Suri sering menderita sakit kepala, hamba mempersembahkan hadiah ulang tahun ini untuk Yang Mulia: ginseng tua berusia seratus tahun. Obat berharga ini akan memperkuat tubuh dan menambah panjang umur.”
Kotak dibuka, aroma akar tua nan harum langsung memenuhi ruangan. Para tamu berbisik kagum.
“Luar biasa …” bisik salah seorang pejabat.
“Min Hua memang pandai mengambil hati,” gumam yang lain.
Ibu Suri menatap ginseng itu, senyumnya tipis tapi puas. “Kau perhatian sekali, Min Hua. Hadiah ini akan sangat berguna bagi tubuh Ibu.”
Min Hua menunduk dalam-dalam, namun tatapannya sempat melirik ke arah Xin Yao (Niken), dengan sinis seolah berkata: Apa yang bisa kau berikan selain wajah polosmu itu?
Kaisar, yang duduk di sisi Ibu Suri, tampak hendak berbicara. “Ibu, Xin Yao—”
Namun, sebelum Kaisar sempat membela, Xin Yao melangkah maju sendiri. Gaun sederhananya kontras dengan keanggunan para selir dan permaisuri. Ia berlutut penuh hormat.
“Hamba mohon ampun, Yang Mulia Ibu Suri. Hamba tidak membawa hadiah apa-apa karena memang, hamba tidak tahu kalau hari ini, Yang Mulia Ratu berulang tahun … tapi, izinkan hamba memeriksa kondisi tubuh Yang Mulia Ratu agar dapat meracik obat yang sesuai sebagai hadiah untuk Yang Mulia Ratu.”
Suasana mendadak hening. Beberapa pejabat menahan napas, sebagian yang lain tersenyum mencibir.
“Berani sekali dia,” bisik salah seorang selir.
“Hadiah tak bawa, malah ingin menyentuh tubuh Ibu Suri?” sambung yang lain.
Min Hua tersenyum puas, menunggu Ibu Suri meledak marah.
Namun, Ibu Suri justru mengangkat alisnya tinggi. “Kau tidak membawa hadiah, tapi berani menawarkan keahlianmu? Menarik. Baiklah, periksa tubuhku. Ibu ingin tahu, seberapa pandai kau sebenarnya.”
Xin Yao menunduk. “Terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia Ratu.” Ia lalu mendekati Ibu Suri, meletakkan jari di pergelangan tangannya, meraba denyut nadi Ibu Suri dengan gaya sok tabib, padahal dalam hati sedang mengingat ilmu medis modern. Sakit kepala kronis, kemungkinan migrain atau tekanan darah tinggi … hmm, kalau obat herbal yang umum… apa yaa?
Balairung menjadi begitu hening, hanya terdengar detik waktu dari jam air di sudut ruangan.
Beberapa saat kemudian, Xin Yao menarik tangannya perlahan. Ia menunduk dalam.
“Yang Mulia, tubuh Anda tampak kuat. Pusing di kepala mungkin bisa karena tekanan darah tinggi karena saya merasakan ada kelemahan di bagian ginjal akibat tekanan darah yang tidak terkontrol. Jika dibiarkan, akan menimbulkan rasa pegal dan sulit tidur. Hamba bisa meracik ramuan untuk menyeimbangkannya, juga obat untuk meredakan pusing di kepala Yang Mulia Ratu. Hamba berharap, setelah meminum obat ini, Yang Mulia Ratu dapat beristirahat dengan tenang.”
Bisik-bisik semakin riuh. Beberapa pejabat terkejut, bahkan seorang tabib istana mengangguk pelan, seolah membenarkan diagnosa itu.
Ibu Suri menatap tajam, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. “Hm … kau bisa tahu itu hanya dari nadi?”
Xin Yao menunduk dalam. “Itulah seni pengobatan, Yang Mulia Ratu. Obat terbaik bukan yang paling mahal, melainkan yang sesuai dengan tubuh peminumnya.”
Kaisar menatap Xin Yao dengan sorot bangga, sementara wajah Min Hua menegang. Hadiah megahnya seketika terasa kalah oleh ucapan sederhana tabib buangan itu. Namun, Min Hua tidak kehilangan akal.
"Kalau begitu, buktikan, obat apa yang kamu bisa buat sekarang untuk meredakan sakit kepala Ibu Suri!"
Ibu Suri pun mengangguk setuju. "XIn Yao, kalau begitu, buatkan aku ramuan untuk meredakan pusing di kepalaku ini!"
Kaisar menatap Xin Yao. Dia tahu, semua bahan obat ada di dalam kamarnya. Dan Xin Yao tidak mungkin bisa meramu obat disini. Dia pun mengambil inisiatif. "Aku akan menyuruh pelayan untuk mengambil bahan di kamarmu!"
Akan tetapi, Min Hua mencegahnya. "Bukankah Xin Yao adalah tabib hebat. Aku yakin, dia bisa meramu bahan yang ada di sini untuk membuat ramuan sederhana!"
Niken mengepalkan tangannya. Sepertinya, Min Hua sengaja ingin menjatuhkannya di hadapan Ibu Suri. "Dasar wanita licik!"
Niken pun mulai mengedarkan pandangannya. Dia yakin, dari begitu banyak hidangan yang ada disini, bisa dia gunakan sebagai aspirin alami. Matanya tertumbuk pada baki yang berisi rempah hiasan. Ada jahe, ada daun mint, dan ada serbuk yang mirip bubuk willow bark. Yes! Itu kayak aspirin alami!
Dia pun berbisik pada pelayannya, "Tolong, ambilkan air panas!" Pelayan itu mengangguk kemudian pergi ke belakang.
Beberapa saat kemudian, pelayan itu membawa nampan berisi cangkir kemudian memberikannya pada Xin Yao. Wanita itu pun mulai meracik campuran antara jahe, daun mint, dan juga bubuk willow bark. Setelah mengaduknya beberapa menit, Xin Yao pun memberikannya pada Ibu Suri.
“Minum ini, Yang Mulia Ratu. Rasanya mungkin agak aneh, tapi itu bisa membantu meredakan sakit kepala Yang Mulia Ratu.”
Semua orang menahan napas. Min Hua tersenyum jahat, menunggu saat obat yang diberikan Xin Yao tidak manjur hingga Ibu Suri mengusirnya.
Ibu Suri meneguk ramuan itu perlahan. Beberapa detik, wajahnya datar. Lalu … ia menghela napas panjang.
“Luar biasa. Kepalaku … terasa ringan. Rasa nyerinya sedikit berkurang.”
Balairung pun heboh seketika. Para pejabat saling pandang kagum.
Kaisar Zhen menatap Xin Yao dengan sorot puas. “Lihatlah, bahkan dengan bahan seadanya, Xin Yao bisa membuat sakit kepala Ibu Suri reda.”
Wajah Min Hua langsung pucat pasi. Namun dia pun dengan cepat menimpali dengan nada sinis, "Hah! Hadiah apa itu? Semua orang memberi benda berharga, tapi dia hanya memberikan ramuan murahan!"
Ibu Suri memotong tajam. “Diam, Min Hua. Jangan meremehkan orang. Justru hadiah yang dia berikan adalah hadiah yang terbaik. Benda berharga bisa saja habis, tapi kesehatan tak ternilai harganya. Xin Yao, terima kasih hadiahnya. Aku menerimanya dengan senang hati. Dan mulai hari ini, kau boleh mendampingiku lebih sering. Aku ingin kau terus ada disisiku dan membantuku menyelesaikan masalah di kerajaan ini.”
Min Hua tercekat. Wajahnya memerah, tak percaya rencananya berbalik menjadi bumerang. Sementara itu, Kaisar menatap Xin Yao dengan mata berbinar, jelas semakin kagum.
Sementara itu, Niken membungkuk kaku, wajahnya memerah. Ya Tuhan, ini beneran aku naik jabatan? Padahal aku tadi cuma improvisasi …
Kaisar tersenyum tipis. “Sepertinya hari ulang tahun ini membawa keberuntungan buat Ibu Suri.”
Min Hua menggertakkan giginya, hatinya panas terbakar. Dia tidak terima dengan keputusan Ibu Suri begitu saja. "Tidak! Aku tidak akan membiarkan wanita itu merebut segalanya dariku. Tunggu pembalasanku, Xin Yao!"