Malam sebelumnya ... Setelah perjamuan makan malam tadi, Min Hua tidak langsung pulang. Dia masih ingin berbicara pada Ibu Suri. Wanita itu menemani Ibu Suri yang berjalan pelan menuju ke kamarnya dengan wajah murung dan kesal. Ibu Suri melirik sekilas. “Mengapa wajahmu tampak kesal, Min Hua? Katakan, siapa yang membuatmu kesal?” Min Hua menunduk, suaranya lirih. “Hamba mohon ampun bila lancang, Yang Mulia Ratu. Tapi hamba merasa … pesta tadi justru membuat seorang tabib buangan itu makin tinggi hati.” Ibu Suri menghela napas. “Maksudmu, Xin Yao?” Min Hua mengangguk. “Benar. Dia hanya seorang wanita rendahan, tapi berani menatap Kaisar dengan mata genitnya. Apa itu pantas? Dan kini, dengar-dengar … dia sering berada di ruangan Paduka berduaan, bahkan sampai larut malam.” Tatapan Ibu

