Sarah menggigit jari sembari memikirkan tentang Roy membisikkan telinga padanya. Dia bahkan tidak tahu harus berbuat apa untuk menghindari pria dewasa itu.
"Apa yang harus aku lakukan!" gerutunya, turun dari kasurnya, meneguh segelas air mineral selalu dia sediakan di kamarnya.
Merasa kurang air mineral di gelasnya, sementara isi tempat air mineral juga habis. Terpaksa dia memilih untuk keluar, dan kembali mengisi air minumannya.
Saat ini, di rumah terlihat sepi. Yuki, Rachel, dan lainnya sedang keluar untuk mempersiapkan segala keperluan pernikahan tersebut.
Sarah lebih memilih di rumah, daripada harus ikut menyibukkan diri, sejak kepulangan sang kakaknya. Bahkan, Sarah tidak tahu harus mengatakan bagaimana. Dia juga ingin diperlakukan seperti ayahnya kepada sang kakak tercinta itu.
Mungkin, Rachel pantas dijadikan pewaris dari ayahnya. Bukankah, selama ini Rachel yang selalu dibanggakan oleh sang ayah terhormat di keluarga terpandang ini. Untuknya? Jangan terlalu diharapkan, baginya sudah cukup diberikan oleh sang ayah adalah fasilitas yang mewah.
Kuliah adalah keinginan Sarah, walaupun dirinya tidak tertarik untuk kuliah di luar negeri seperti kakaknya. Hidupnya cukup seperti sekarang, walau dia harus dirasakan kesepian.
Namun, hidupnya lebih dari cukup. Tidak ada yang tahu selama ini dirinya sempurna, memiliki semua yang ada. Apalagi, Teman-teman masih menyayanginya, membutuhkannya. Hanya yang dia kecewakan, ayahnya tidak menyukai jika dirinya di dekati oleh laki-laki mana pun. Bahkan, temannya memohon untuk mengajak dirinya ke rumah, atau hadir acara ulang tahun temannya. Ayahnya membantah.
"Sarah," seseorang menyebutkan namanya. Sarah tengah mengisi air minumannya.
Tersentak, air itu tumpah dan mengalir hingga mengenai bajunya. Sarah mundur, dia pun segera meraih kain lap untuk membersihkan meja yang tertumpah oleh minumannya.
Lalu, seseorang yang dari tadi memperhatikan dirinya melamun, mendekatinya. "Apa yang kau melamunkan?"
Suara itu meremang di telinga Sarah. Sarah pun mendongak, mendapatkan sorotan mata yang seharusnya tidak ada di dekatnya.
"O-Om?" Roy mendekatkan wajahnya, dan mencium pipi gadis cantik itu. Meskipun begitu, Sarah tidak dapat menghindar, sebab dirinya terkunci olehnya.
"O-Om! Apa yang Om lakukan di sini? Bukankah, Om ...."
"Aku lebih suka dekat denganmu, Baby," bisik Roy. Sarah menegang setelah bisikan tepat di telinganya terhanyut.
Roy tahu, sebagaimana pun gadis ini tidak akan bisa menolak apa yang diinginkan olehnya.
Roy mulai memainkan jari-jari tangannya keseluruh tubuh gadis itu. Sarah merasa terhipnotis oleh rayuan Roy. Bahkan, dia tidak bisa menolak setiap sentuhan dari pria bertato itu.
"Aku tahu, kau tidak bisa menolak setiap sentuhanku. Bermainlah denganku, Baby, aku tahu kau menyukainya. Aku akan buat kau bahagia," ucap Roy pelan, dan lembut.
Sarah hanya bisa memandang sorot mata milik pria bertato itu, bahkan Sarah tidak bisa lepas dari dua mata berwarna cokelat kehitaman itu. Seolah-olah, apa yang diinginkan olehnya tak ingin dia lepas atau menolak. Dia pasrah, hanya pria bertato inilah membuat dirinya ada di hatinya.
Roy benar-benar terobsesi pada tubuh gadis didepannya, ya, dia tahu. Gadis ini memerlukan dirinya, meskipun dia selalu menolak untuk disentuh. Roy yakin, dia akan berikan seutuhnya, jikalau ada yang mencoba untuk menjauhkan dirinya dari kasmaran cinta ini.
Sepasang mata saling menatap intens, tanpa ragu. Sarah merasakan sentuhan dari pria bertato itu, ya, ciuman hangat. Bahkan lembut, inilah yang Sarah rasakan pertama kali dengan pria bertato ini. Dia tidak peduli, jika dirinya harus disebut gadis gila karena gairah.
Di sisi lain, jarak beberapa meter tersembunyi. Seseorang sedang menyaksikan kemesraan di dapur itu. Diangkat sebuah ponsel diarahkan di mana dua orang tengah berciuman mesra tanpa sepengetahuan di rumah ini.
"Aku yakin, setelah dia melihat ini semua. Kau akan tersingkirkan dari rumah ini, bersiaplah, sayang, kau akan jadi milikku," ucapnya setelah berhasil merekam kemesraan Roy dengan Sarah.
****
Malam telah tiba, Sarah saat ini berada di kamarnya seorang diri. Sedang mengerjakan tugas kuliah. Besok adalah hari kuliah di nantinya. Selama liburan kenaikan tingkat semester, Sarah menghabiskan waktu luang di rumah. Kadang kalah hangout dengan teman-temannya.
Namun, kali ini, Sarah tidak hangout dengan teman-teman sebayanya. Karena, saudara kandung pulang dari luar negeri, ya, Rachel. Kini, suasana kembali sunyi. Sarah lebih mengutamakan di kamar, selayak putri yang berbakti, taat, dan tekun belajar demi cita-citanya.
Suatu cita-cita diinginkan Sarah, adalah menjadi perempuan yang berguna seperti kakaknya, Rachel. Hingga kini, Sarah masih di anggap perempuan perlu banyak belajar.
Sebuah pintu kamar Sarah terbuka oleh seseorang. Sarah segera menoleh untuk melihat, senyuman bahagia tercetak di sana. Sarah kembali melanjutkan tugas kuliahnya. Seseorang itu masuk ke kamarnya, dan kembali menutup pintu tersebut.
"Sibuk, ya?" sapanya sembari duduk di tepi ranjang memandang seluruh kamar milik Sarah.
Sarah tidak merespons, dia masih fokus dengan tugasnya. Bukan suatu hal untuknya berbasa-basi saat ini. Dia harus konsentrasi, meskipun orang itu selalu mengajaknya berbicara, Rachel.
Rachel tahu, kedatangannya tidak tepat untuk adiknya. Tetapi, dia yakin adiknya tidak akan lama di depan buku tebal itu. Karena Rachel tahu, Sarah bukan tipe yang serius belajar.
"Jangan terlalu serius pada buku kuliah mu? Kakak tahu, kau itu sedang tidak dalam keadaan belajar?" tebaknya beranjak dari duduknya lalu mendekati adiknya.
Sarah tidak menanggapi, masih fokus dengan buku kuliah. Tidak dia peduli jika kakaknya tidak yakin jika dirinya benar-benar serius. Rachel mendekat, merasa kepo. Turun ikut melihat apa yang dilakukan oleh adiknya.
Corat-coret penuh garis, serta goresan pensil ditangan Sarah. Amat teliti juga lincah setiap sisi tempat dibentuk. Rachel mengamati, dan memicing kedua matanya. Melebar sempurna kedua bola mata apa Rachel lihat sekarang.
"Sarah? Apa aku tidak salah melihatnya?" Rachel bertanya kepadanya, Sarah tidak menanggapi, tak lama kemudian dia kembali seperti sosok gadis manja.
"Kak! Kembalikan, pleasee ...." Sarah memohon, berputar kursinya, dan mencoba kembali merebut kertas corat-coret dari tangan Rachel.
Rachel masih belum puas dengan penglihatan setiap goresan pensil diukir oleh adiknya. Ya, Rachel memang bukan ahli bidang seni lukis. Tetapi, dia sering berkunjung pameran seni lukis. Bahkan, pelukis terkenal saja seperti Leonardo Da Vinci. Bisa kalah dari lukisan pena milik adiknya sendiri.
Apalagi, Rachel dapat menemukan lukisan berbentuk sebuah pulau berserta istana yang begitu indah sepanjang sejarahnya. Benar-benar terhanyut jika Rachel masuk di lukisan itu.
"Kak! Sudah dong! Aku hanya iseng saja," Sarah terus memohon, untuk mencoba merebut kembali kertas dari Rachel. Tetapi, Rachel menjauhkannya.
"Iseng? Apa maksud kau, iseng? Ini sangat indah, Sarah! Aku akan tunjukkan kepada Papa, bahwa kau memiliki bakat tersembunyi ...."
Sarah bangun dari duduknya, kemudian merebut secara paksa kertas di tangan kakaknya. Tidak itu saja, Sarah merobek kertas hingga tak berbentuk lagi. Bahkan Rachel terkejut atas tindakan adiknya itu.
"Apa yang kau lakukan, Sarah? Kenapa kau merobeknya?" Rachel memungut kertas itu, Sarah hanya diam, dia hanya tidak ingin jika ayahnya mengetahui bahwa dirinya bukan kuliah di jurusan dia ambil. Melainkan memainkan pena sendiri dengan kesenangannya.
Tentu, Sarah tahu bagaimana sikap ayahnya begitu menyayangi sang kakak tercinta ini. Bahkan, dirinya harus menunjukkan dua muka di depan mereka semua.
"Tidak ada gunanya, Kakak menunjukkan ke Papa soal ukiran itu," ucap Sarah dingin.
Rachel mendongak, dan dia mengernyit atas ucapan dari adiknya. "Maksud kau?"
"Sudahlah, aku mau tidur, jangan ganggu aku. Selamat malam," ucapnya lagi, Sarah membaringkan ke tempat tidur, dan menutup dirinya tak menghiraukan sang Kakak masih di kamarnya. Dia pun mengumpulkan kertas ukiran itu. Lalu beranjak meninggalkan kamar adiknya.
"Selamat tidur, Sarah."
****