"Ini siapa, Munah?"
Kurasakan, semua mata teman Ibu menatapku dengan pandangan aneh. Mungkin sedikit heran jika biasanya sendiri, Ibu membawaku ikut bekerja kali ini. Ya, menemani Ibu mengemis atau sekadar meminta pada semua pintu-pintu toko di pusat kota. Atau bahkan, tak segan pula Ibu meminta belas kasih pengendara mobil di jalan raya.
Meski begitu, satu hal selalu menjadi tanya yang tak pernah terjawab dalam kepala ini. Ibu begitu tulus bahkan terlalu berusaha keras mencari rejeki demi kami di rumah, terlebih aku yang hanya anak angkat saja. Namun, tidakkah aneh jika perilaku Dany serta Bapak yang begitu kurangajar? Berbanding balik dengan semua sikap Ibu.
"Ini Hilma, anakku." Kudengar Ibu berujar senang ketika menyebutku sebagai anaknya. Tampak binar ceria di wajah tua tersebut.
Kemudian satu persatu mereka mulai mengenali diri. Kebanyakan berusia sebaya dengan Ibu, hanya seorang laki-laki yang mungkin berusia sama denganku yang tampak acuh bahkan tak peduli sama sekali kehadiranku. Nama bahkan usianya diperkenalkan oleh Pak Imam yang kebetulan pamannya.
"Bisukah?" tanya Bu Dewi yang berdiri tepat di samping Ibu. Seraya tangannya terus membetulkan tas yang mungkin nanti digunakan untuk menampung uang pemberian orang.
Aku mengangguk cepat sebelum Ibu menjawab, supaya bahwa mereka tahu jika bisu bukanlah satu kecacatan yang harus disembunyikan. Bisu bukan sebuah aib yang menular. Pun, supaya Ibu tahu bahwa aku tak malu dengan kekurangan ini.
Pak Imam tersenyum, kemudian mengajak semua bersiap-siap bekerja.
****
Dua bulan semenjak bekerja bersama Ibu, tak lagi kurasakan perbuatan biadab mereka selama di rumah. Dany sudah tak lagi pulang ke rumah, begitupun Bapak yang lebih senang mabuk di pos ronda dan baru akan pulang ketika pagi. Namun sikap mereka berdua begitu membuat Ibu terpuruk. Meski sejujurnya begitu menyenangkan bagiku.
Setiap saat, meski dengan cara kecil pun kuusahakan untuk menghibur Ibu. karena di manapun ia terus menangis mengingat anak bahkan suaminya yang seolah tak perduli lagi dengan Ibu. Soal sikap kurangajar mereka yang bahkan tega memperkosaku belum lagi berani kukatakan sejujurnya. Aku takut Ibu akan semakin terpuruk jika mendengar ini.
Bersyukurnya, segala trauma yang sempat membuatku begitu takut sekarang perlahan memudar.