Bab 3. Ikut Saya ke Hotel

1069 Words
Deva membalas pesan dari Erna. Deva : Besok aja kita bahas di sekretariat jam 9 pagi Setelah membalas pesan itu, Deva masuk kamar lalu meletakkan tas di meja. Perempuan itu masuk kamar mandi untuk membersihkan dirinya lalu mengganti pakaian. Dia keluar dari kamar menuju meja makan. Deva harus makan. Mulai hari ini dia harus makan lebih banyak agar energinya bertambah untuk menghadapi sikap yang tak bersahabat dari sang dosen sekaligus kabag kemahasiswaan. Selesai makan malam, perempuan itu pamit pada Safina untuk beristirahat. Sebelum beristirahat di kamar, Deva mengganti buku-buku di tas dengan buku mata kuliah lain untuk esok hari. Malam itu Deva hanya ingin segera tidur dan tidak mau memikirkan soal konsep acara ulang tahun Fakultas. Besoknya, Deva bangun pagi lalu bersiap-siap untuk ke kampus karena dia ada jadwal kuliah pagi hari. Perempuan itu berangkat ke kampus dengan ojek agar lebih cepat tiba di kampus. Pagi itu dia mengikuti kuliah mulai jam tujuh pagi hingga jam sembilan. Selesai mata kuliah pagi, Deva bersama pengurus inti BEM berjalan bersama menuju sekretariat BEM Psikologi. Mereka berkumpul untuk rapat membahas apa yang kemarin dibicarakan Deva dengan Rizki. Dia menjelaskan secara singkat hasil dari pertemuan sore kemarin. “Kok Pak Rizki makin aneh sih? Maunya apa sih sebenarnya dosen itu? Punya dendam apa sih Pak Rizki sama kita?” protes Erna dengan perasaan kesal setelah mendengar apa yang dijelaskan Deva. Deva mengedikkan bahu. “Iya aku juga bingung sebenarnya maunya Pak Rizki itu apa sih? Enggak jelas dan selalu berubah-ubah. Kemarin bilang A, hari ini bilang B, besok dia bilang C. Waktu awal kan Pak Rizki bilang kita cuma disuruh bikin acara tambahan kenapa sekarang kita disuruh mikir semuanya? Duh, enggak ngerti lagi deh maunya apa.” Rani pun ikut merasa kesal. “Ya sudah, biar semuanya cepat selesai, kita bahas dari awal lagi aja. Aku ada kuliah tambahan nih jam 11.” Deva mengajak teman-temannya kembali fokus membahas konsep acara ulang tahun Fakultas. “Pertama seminar, kita ambil tema yang lagi rame aja sekarang apa?” “Ini seminarnya untuk umum ya?” tanya Erna pada semua sambil memikirkan tema. “Iya. Untuk umum dan bisa masuk ke semua kalangan.” Deva menjawab sambil berpikir juga. “Misalnya kita ambil tema pengaruh gadget terhadap perkembangan emosi anak dan remaja gimana?” “Bisa sih. Terus pematerinya siapa?” tanya Deva pada Erna. “Dosen kita aja yang senior dan udah dikenal di mana-mana. Ibu Safitri gimana? Sama Pak Yusuf?” “Nah, boleh juga itu.” Rani setuju dengan ide dari Erna. “Aku tulis dulu aja ya. Terus kita lanjut workshopnya gimana?” Mereka terus membahas rencana acara sampai menjelang jam 11. Semua acara sudah disusun rapi dan Deva harus bersiap masuk kelas untuk mengikuti kuliah tambahan. “Aku minta tolong sama Erna dan Rani buat ketemu sama Pak Rizki, ya. Kalau Pak Rizki nanyain aku kasih tahu aja aku ada kuliah tambahan.” “Ok. Aku udah enggak sabar pengen ketemu Pak Rizki. Pengen lihat mukanya kayak gimana sih kalau dia enggak setuju sama rencana acara yang kita bikin.” Deva tersenyum. “Yang pasti serem banget. Kayak mau makan orang. Udah ya, aku ke kelas dulu.” Deva pamit meninggalkan sekretariat BEM Psikologi. Sementara Erna dan Rani menuju ruangan Fakultas Psikologi untuk menemui Rizki. Keduanya sudah tiba di depan ruangan Rizki lalu mengetuk pintu. Mereka masuk setelah mendapat izin dari dosen mereka. “Pak kami mau ngasih konsep acara yang sudah kami bahas lagi pagi ini sesuai permintaan Bapak kemarin.” Rizki mengerutkan dahi menatap dua mahasiswinya. Dia tidak melihat keberadaan Deva bersama mereka. “Deva mana? Kenapa enggak ikut ke sini menemui saya?” “Deva ada kuliah tambahan, Pak.” “Letakkan saja di meja saya. Suruh Deva temui saya jam lima sore di sini.” Erna dan Rani saling tatap. Kemudian, Erna bertanya pada Rizki, “Bapak enggak minta penjelasan sama kamu soal konsep acara yang baru?” “Tidak perlu. Biar Deva nanti yang menjelaskan semuanya pada saya. Dia ketua, kan? Dia yang harus bertanggung jawab pada konsep yang sudah kalian susun.” “Oh baik, Pak. Akan kami sampaikan pesan Bapak pada Deva.” Kedua pengurus BEM itu keluar dari ruangan Rizki. Sementara itu, di kelas ponsel Deva bergetar. Ada pesan chat masuk dari Erna. Dia pun memeriksa ponsel dalam tas sambil sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan dosen. Erna : Kami sudah ketemu Pak Rizki, tapi Pak Rizki minta kamu ke ruangannya jam lima sore Deva : Kenapa? Ada yang salah sama konsep acara yang kita susun? Erna : Enggak. Kayaknya Pak Rizki cuma aku mendengar penjelasan dari kamu aja Deva : Ya Tuhan. Makin aneh Bapak Dosen. Ya sudah jam lima aku ke sana. Makasih ya, Na Deva menghela napas. Dia menyimpan ponsel lalu kembali fokus memperhatikan Dosen di depan kelas, tetapi pikirannya melayang. “Kenapa lagi sih Pak Rizki? Kayaknya hidup dia enggak tenang lihat pengurus BEM santai-santai.” Selesai mengikuti kuliah tambahan. Deva masih harus masuk laboratorium Psikologi untuk mengikuti praktikum. Namun, sebelum masuk lab, dia makan siang dulu di kantin. Setelah makan siang, Deva bergegas menuju lab. Tiba di lab, dia bertemu Erna dan Rani. Kedua temanya itu menarik lengan Deva ke sebuah kursi panjang lalu mereka duduk di sana dengan posisi duduk Deva di tengah. “Gimana hasilnya ketemu sama Pak Rizki?” tanya Deva penasaran. “Ya tadi sesuai chat yang aku kirim ke kamu.” “Kalian sempat menjelaskan apa gitu ke Pak Rizki?” “Enggak. Pak Rizki enggak nyuruh kita ngomong. Cuma minta konsepnya diletakkan di meja Pak Rizki. Harus kamu yang menjelaskan konsep acara itu karena kamu ketuanya.” “Ya ampun. Ya sudah kita praktikum dulu deh. Baru mikir ketemu Pak Rizki lagi nanti.” Ketiganya masuk ke lab untuk mengikuti kegiatan di sana sampai jam lima sore. Kemudian, Deva keluar lebih dulu bergegas menuju ruangan Rizki. Perempuan itu masuk setelah mengetuk pintu ruangan sang dosen. Rizki melihat Deva yang masih terengah-engah karena terburu-buru menuju ruangan Rizki. “Kamu habis dari mana? Lari-lari?” tanya Rizki lalu menatap lembaran yang berisi konsep acara ulang tahun Fakultas Psikologi. “Habis praktikum di lab, Pak.” “Ayo ikut saya!” Pria itu bangkit dari kursi sambil membawa lembaran kertas yang tadi dia baca. “Ke mana, Pak?” “Ke hotel." "Mau ngapain, Pak?" "Sudah ikut aja." Tiba-tiba Deva berpikiran negatif pada dosennya karena mengajak ke hotel. "Pak Rizki enggak bakalan macem-macem sama aku, kan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD