Bab 4. Bertemu Iqbal

1042 Words
Deva memasang wajah memelas dan minta dikasihani oleh Rizki karena dia takut ketika mendengar kata hotel yang diucapkan dosennya tadi. Dia tidak bisa berpikir positif mendengar kata hotel untuk kali ini. “Kalau Bapak mau ke hotel jangan ajak saya. Saya mau pulang. Jadwal kuliah hari ini padat banget, Pak. Kecuali Bapak mau bahas konsep acara sekarang di sini, saya masih sanggup buat mendengarkan apa pun yang akan Bapak katakan. Tolong mengerti keadaan saya saat ini, apalagi Bapak kan kabag kemahasiswaan yang harusnya paham dengan jadwal kuliah saya.” Deva sudah merasa lelah jika harus berdebat dengan Rizki saat itu juga. Melihat wajah lelah Deva dan mendengar ucapannya, pria itu mau memberikan kelonggaran pada mahasiswinya itu. Padahal dia sangat ingin mengajak Deva ke acara workshop yang diadakan di sebuah hotel. “Karena kamu capek, butuh istirahat, kamu boleh pulang, tapi besok jam 9 pagi kamu harus rapat dengan saya soal konsep acara itu karena hari Senin harus saya serahkan ke dekan Fakultas. Deva menghela napas. Rizki hanya memberikan waktu untuk istirahat sebentar saja. Hanya satu malam dan besok bertemu lagi dan menurut Deva itu terlalu kejam untuknya. Namun, karena sang dosen juga ada deadline mau tidak mau perempuan itu harus mau diajak rapat pada hari Sabtu di mana mahasiswa lain menikmati waktu liburan mereka. Sementara Deva yang merupakan pengurus BEM harus merelakan waktu liburnya untuk mengurus acara ulang tahun Fakultas. “Baik, Pak. Besok saya akan datang untuk rapat bersama Bapak. Kalau begitu saya mau pamit pulang dulu.” Deva hampir membalikkan badan, tetapi suara Rizki menahannya. “Ayo pulang bareng saya. Saya antar kamu pulang ke rumah. Saya khawatir kamu pingsan di jalan kalau melihat kondisi kamu saat ini.” Rizki terlihat mengkhawatirkan Deva. “Tidak usah, Pak. Saya bisa naik ojek. Saya tidak mau merepotkan Bapak. Terima kasih untuk tawarannya.” Namun, Rizki tetap mencoba untuk mengantar Deva pulang ke rumah. “Anggap saya saya driver ojek, tapi kali ini kamu enggak usah bayar.” Deva mengerutkan dahi. Dia merasa ada yang aneh dengan dosennya kali ini. Perempuan itu tidak mau diantar pulang oleh Rizki. “Saya masih ada uang buat bayar ojek, Pak. Jadi, saya pulang sendiri saja. Saya duluan ya, Pak.” Kali ini Deva tidak mau menunggu ucapan Rizki lagi. Dia pun bergegas keluar dari ruangan pria itu menuju gerbang depan. Sementara itu, Rizki merapikan mejanya lalu membawa tasnya menyusul Deva yang sudah berjalan lebih dulu. Entah mengapa sore itu, Deva kesulitan mendapat driver ojek untuk mengantarkannya pulang ke rumah. “Masih lama ojeknya datang?” Suara Rizki membuat Deva terperanjat. “Bapak kenapa masih di sini? Saya kira sudah pulang duluan.” “Saya masih nungguin kamu. Hari tambah sore sebentar lagi magrib. Enggak baik anak perempuan masih kelayapan di jam magrib.” Rizki masih usaha untuk mengantarkan Deva pulang ke rumah. Deva diam sambil berpikir. Benar apa yang dikatakan Rizki sebentar lagi magrib dan kampus sudah sepi. Dia pun harus segera pulang ke rumah. Dengan perasaan terpaksa dia pun setuju diantar pulang oleh sang dosen. “Saya mau pulang bareng Bapak.” Rizki meneriakkan kata yes dalam hati. Namun, dia tidak ingin terlihat sesenang itu di hadapan Deva. Bisa hilang wibawanya di hadapan Deva. “Kamu tunggu di sini, biar saya ambil mobil dulu di parkiran.” Deva menganggukkan kepala lalu menunggu sambil berpikir. “Semoga tidak ada yang melihat aku pulang diantar Pak Rizki karena bisa timbul gosip nih,” batin Deva lalu masuk ke mobil Rizki saat mobil itu sudah berhenti di sampingnya. Deva menyebutkan alamat rumahnya pada Rizki sebelum pria itu bertanya. Agar tidak terlalu banyak pertanyaan nanti di perjalanan pulang ke rumah Deva. Namun, perempuan itu pun terusik untuk bertanya pada sang dosen. “Sebenarnya, Bapak sudah baca belum sih revisi konsep acara yang kami susun?” “Saya sudah baca, tapi banyak kekurangan di sana sini. Karena itu saya ngajak kamu rapat besok di kampus. Biar saya bantu susun konsep acaranya.” Tiba-tiba rasa kesal Deva pada Rizki hadir begitu saja. “Kenapa enggak dari awal sih kalau mau bantu?” batin Deva dengan perasaan ingin menangis karena merasa sudah menyusahkannya. “Saya harap hasil dari rapat besok sudah ada keputusan final mengenai konsep acara ulang tahun Fakultas.” Deva lelah jika harus terus-terusan debat dengan Rizki. “Bisa saja, Deva. Semua tergantung pada kamu aja.” Lalu keduanya diam karena sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak lama kemudian, mobil yang dikemudikan Rizki tiba di depan rumah Deva. “Terima kasih sudah mengantarkan saya pulang, Pak.” “Iya, sama-sama. Sampai ketemu besok, Deva.” Perempuan itu pun keluar dari mobil Rizki Tanpa dia sadari Iqbal baru saja pulang dari kampus. Safina terkesiap. Dia pun bergegas masuk agar tidak ketahuan sang papa pulang diantar sang dosen. Namun, apa yang dilakukan Iqbal justru tidak pernah terpikirkan oleh Deva. Papanya keluar dari mobil lalu mendekati mobil Rizki dan menyapanya. “Kamu temannya Deva?” Sekilas dia berpikir begitu, tetapi setelah memperhatikan penampilan Rizki yang dibalut kemeja rapi dan celana panjang bahan, Iqbal pikir jika pria itu pasti bukan teman seusia Deva. “Saya dosennya Deva, Pak. Kebetulan tadi Deva tinggal sendirian di kampus dan tidak mendapat ojek untuk pulang ke rumah. Jadi, saya antar saja Deva pulang ke rumah.” Rizki tersenyum lebar. Melihat wajah Iqbal yang sekilas mirip dengan Deva dia langsung menebak jika pria itu adalah papanya Deva. “Dosen?” Agak aneh Iqbal mendengar jika Rizki adalah dosen anaknya, tetapi penampilannya memang terlihat seperti dosen Deva. “Saya Iqbal Adiwilaga, papanya Deva dan pekerjaan saya juga sama dengan kamu, dosen juga. Mau masuk dulu ke rumah? Ya, minum dulu sebentar sebagai ucapan terima karena sudah mengantar anak saya pulang.” Tentu saja Rizki tidak akan melewatkan kesempatan ini. Ini adalah awal di mana dia bisa mengenal Deva lebih jauh. Tidak hanya mengenal perempuan itu di kampus saja, tetapi juga di rumahnya. “Baik, Pak.* Pria itu pun keluar dari mobilnya lalu berjalan bersama Iqbal masuk ke rumahnya. Saat itu Deva yang baru sampai teras secara tidak sengaja melihat sang papa berjalan bersama Rizki menuju rumah mereka. Dia pun terkejut. “Ngapain lagi papa ngajak Pak Rizki ke rumah? Bisa bahaya ini,” gerutu Deva lalu cepat-cepat masuk rumah. Deva hanya berharap Iqbal tidak akan bertanya yang aneh-aneh pada pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD