Kata-kata itu membuat seluruh tubuh Luna gemetar. Ia merasa seolah ruangan berputar. Napasnya pendek, wajahnya panas. Tapi sebelum ia sempat berpikir, Hayes sudah menurunkan kepalanya. Bibirnya menempel pada bibir Luna. Ciuman itu bukan sekadar singgungan singkat. Hayes menekan lembut tapi mantap, bibirnya panas dan menuntut. Luna membeku sejenak, kaget, matanya terbelalak. Otaknya berteriak menolak, tapi bibirnya tetap terperangkap dalam desakan pria itu. Hayes tidak terburu-buru, tapi juga tidak memberi ruang. Ia mencium dalam, menekan, seolah ingin mengukirkan rasa itu ke dalam ingatan Luna. Ketika Luna masih terdiam, Hayes menggeram rendah, suara dari d**a bidangnya membuat gadis itu merinding. Geraman itu seperti peringatan, sebuah suara primal penuh hasrat yang membuat seluruh tub

