“Pak Ben mana?” Kaia langsung duduk begitu sadar, wajahnya panik saat melihat hanya ada Angga yang menungguinya. “Tenang, Kai.” Angga buru-buru membantu Kaia berbaring lagi. “Kamu istirahat, kamu baru aja sadar dari pingsan.” Kaia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Sebuah selang infus sudah menancap di tangannya. Bekas sundutan rokok di lengannya juga tampak sudah diobati. Ingatan saat Suhendar mencekik lehernya kembali ke benaknya seperti air bah. Membuat Kaia sedikit gemetaran. Ia menyentuh lehernya dengan tangan gemetar. Rasa sesak karena kehabisan nafas masih terasa sangat nyata. Tatapan Suhendar yang memerah penuh kebencian pun masih segar dalam ingatan. Air mata Kaia mulai menetes di pipinya yang pucat. “Aku selamat?” tanyanya dengan suara parau. “Aku masih hidup?” Angga