Episode 4

1460 Words
Suara sedikit bising di dalam mobil itu sekarang sudah tidak terdengar lagi. Raka hanya bisa melirik Aldrian dari sudut matanya lewat kaca yang berada di depan mobil. Raka tidak berani lagi menuturkan perkataan yang membuat Aldrian kembali tersinggung. Aldrian sepertinya kesal, terlihat dari raut wajah yang menekuk tanda menahan amarah, Aldrian sangat tidak suka situasi ini, dan kenapa Raka harus terus mengulang pertanyaan yang dia sendiri pun tahu jawabannya. Aldrian cukup nyaman dengan keadaan ini, tidak perlu sosok istri ataupun wanita cantik selain Luna. Raka sedikit berdeham untuk menghilangkan suasana canggung mereka, lalu berkata, "Aku minta maaf, aku tidak bermaksud ingin mencampuri kehidupanmu Al, tapi kau harus lihat Alvian, dia membutuhkan seorang Ibu, apa kau tak menyadarinya." Tidak ada tanggapan sedikit pun dari Aldrian, sepertinya dia sudah sangat marah karena membahas hal yang membuatnya bosan. Raka hanya bisa menghela napas pasrah, kalau sudah seperti ini mau Raka berbicara sampai muntah darah pun, Aldrian tetap tidak akan menanggapi. Menyadari itu Raka lebih memilih diam, duduk dengan tenang tanpa mengganggu sosok di depannya yang sudah seperti serigala lapar. Raka hanya mencari aman, takut nanti dirinya akan ditendang langsung oleh pemilik mobil karena sudah terlalu mengusik ketenangannya, dan Raka tidak mau ambil risiko dengan terpaksa harus menaiki angkutan umum kalau Aldrian sudah tidak mampu untuk menahan kesabaran dan berujung mengusirnya. Membayangkan saja Raka sudah sangat bergidik. *** Ariani sedang sibuk mempersiapkan makan malam untuk sang Tuan. Ariani masih mengingat jelas, kemarin Aldrian memberitahukan bahwa dirinya pulang sekitar jam tujuh malam. Dan sekarang jarum jam sudah menunjuk pukul tujuh kurang lima belas menit, pasti sebentar lagi Tuannya akan segera sampai, dan Ariani harus bergegas supaya saat nanti Tuannya tiba, masakannya sudah matang dan siap disajikan. Sebelum itu Ariani menyuruh Alvian untuk bermain di ruang TV terlebih dahulu, agar lebih aman. Tangan Ariani dengan terampil mengaduk-aduk kuah sup di dalam panci, lalu mencicipi rasa sup itu yang ia tuang sedikit di telapak tangannya. Saat menurutnya masakannya matang dengan rasa yang menurutnya pas, ia segera mengambil mangkuk berukuran besar dan menuangkan sup ayam itu di sana. Tidak lupa mata Ariani sesekali melirik ke arah di mana Alvian berada, embusan lega Ariani terdengar saat ia melihat Alvian yang masih serius dengan mainannya. Ariani melangkah dengan jari tangan memegang bagian pinggir mangkuk berisi sup panas di kedua tangannya, berjalan ke arah meja makan, sedikit berlari kecil karena rasa panas yang terasa melepuh di kulit tangannya. Lalu menaruh mangkuk itu perlahan takut isi dalam mangkuk itu tumpah mengotori meja. Kemudian Ariani kembali berjalan ke arah dapur, mengambil piring berisikan ayam goreng kesukaan Alvian, lalu tangan sebelahnya mengambil sambal hijau kesukaan Aldrian, menaruhnya di meja makan. Dari mana Ariani tahu tentang makanan kesukaan Aldrian dan Alvian? Tentu saja itu dari Shinta yang telah mengorek sedikit informasi kepada Mbok Nem dan memberitahukan kepadanya. Ting Tong Ariani menoleh saat telinganya mendengar suara bel yang berbunyi. "Itu pasti Tuan," gumamnya pelan. Lalu segera melangkahkan kaki mungilnya untuk membuka pintu. "Selamat malam Tuan," sapa Ariani sopan sedikit membungkuk dan mengambil alih tas yang ada di genggaman Aldrian. Aldrian tidak sedikit pun membalas sapaan Ariani, dia langsung masuk melewati Ariani dengan acuh membuat gadis itu menunduk maklum karena sifat Aldrian yang dingin. Aldrian menghampiri Alvian yang masih bermain, pria tampan itu sedikit tersenyum saat melihat wajah menggemaskan dari putranya. "Lagi ngapain sayang?" tanya Aldrian dan duduk di lantai beralaskan karpet bulu tebal di samping Alvian, menyandarkan tubuhnya di sofa, lalu tangannya mengelus surai anak semata wayangnya dengan penuh kasih sayang. Alvian menoleh lucu, dan memekik senang dengan tubuh mungil itu sudah beralih duduk di pangkuan Aldrian dengan nyaman. "Ayah sudah pulang?" tanyanya. Aldrian mengangguk dan mengecup pipi gembul Alvian gemas. "Anak Ayah sangking senengnya, sampai tidak sadar Ayahnya sudah pulang." Aldrian memasang mimik sedih, membuat Alvian langsung memeluknya. "Maaf Ayah, hehe," cengirnya di pundak Aldrian. "Tuan makanannya sudah siap." Aldrian melirik Ariani saat gadis itu berbicara di sampingnya, menatap Ariani yang semakin cantik terbalut piama berwarna hijau tosca yang sedikit mirip daster. Membuat pikiran Aldrian melayang ke mana-mana. Dan Aldrian baru menyadari kecantikan Ariani, saat memasuki pintu tadi ia tidak terlalu memperhatikan Ariani karena ia sedang kesal dengan Raka. Sedikit berdeham karena Ariani menangkap basah ia yang sedang memperhatikannya, Aldrian kemudian bangkit berdiri bersama Alvian di gendongannya. "Aku akan mandi dulu." Aldrian berlalu memasuki kamarnya bersama Alvian, meninggalkan Ariani yang terdiam memandang punggung tegap Aldrian. Ariani kemudian berjalan memasuki dapur, mengambil peralatan yang tadi ia pakai untuk memasak menaruhnya di wastafel untuk di cuci. Tangan ramping Ariani mengambil spons dan mencelupkan ke dalam sabun cuci piring dan mulai membersihkan peralatan masak yang kotor, sesudah membilas dan menaruhnya ke tempat semula, Ariani lalu beralih membersihkan kompor yang terkena minyak, sesudah membersihkan kompor, ia lalu mengambil sapu dan mulai membersihkan lantai dapur. Ariani harus membuat keadaan apartemen sebersih mungkin, agar Tuannya senang dengan hasil kerjanya. "Apa kau sudah makan?" tanya Aldrian yang berada di belakangnya dengan tubuh bersandar di pintu kulkas. Ariani menoleh, lalu menunduk, "Belum Tuan," ucap Ariani sedikit gugup. Aldrian terlihat sudah mandi, memakai piama berwarna silver, Aroma sabunnya pun sampai tercium oleh Ariani. "Apa kau mau makan bersama?" Aldrian sedikit salah tingkah saat mengatakannya, kalau Alvian tidak memintanya untuk membawa Ariani ikut makan bersama di meja makan, ia tak akan mau melakukan hal konyol seperti ini. Ariani menatap Aldrian lalu menggeleng, "Tidak Tuan, saya makan di sini saja, pekerjaan di dapur belum selesai semua," tolak Ariani halus. Aldrian mendesah lega, bukannya ia tidak suka Ariani makan bersama di meja makan, ia hanya takut tidak akan fokus dengan makanannya dan malah menikmati wajah cantik Ariani. Setidaknya dengan tolakan Ariani ini bisa menjadi alasan untuk memberitahu putranya. Aldrian mengangguk dengan canggung. "Yasudah, lanjutkan kerjanya nanti saja, kau makan dulu," sarannya. Kemudian berlalu meninggalkan Ariani menuju ruang makan menghampiri Alvian yang sedang menunggu. "Ayah, Tantenya mana?" serbu Alvian saat melihat Aldrian berjalan sendiri menghampirinya. Aldrian duduk di sisi Alvian dan mulai berkata," Tante Ariani belum selesai membersihkan dapur." Lalu mulai mengambil piring dan nasi dengan lauk kesukaan Alvian. Sedangkan Alvian hanya bisa mendesah kecewa mendengar jawaban Ayahnya. Aldrian tidak terlalu mempedulikan panggilan Alvian untuk Ariani, ia pun tidak terlalu suka dengan sebutan Mbak untuk gadis secantik Ariani. Entahlah, Aldrian tidak terlalu mengerti kenapa gadis itu begitu berpengaruh untuknya, mungkin sedikit telah menyadari bahwa ia sudah terjatuh oleh pesona gadis polos seperti Ariani. Bahkan ia baru bertemu Ariani kemarin malam tapi gadis itu sudah begitu menguasainya. "Ayah Vian mau sayul sup itu?" tunjuk Alvian ke arah mangkuk berisi sup di depannya. Bukannya langsung menuruti keinginan putranya, Aldrian malah termangu dengan dahi tertarik ke atas tanda ia sedang bingung. Melihat itu pun Alvian kembali mengulangi perkataannya. "Ayah Vian mau sayul sup itu." Aldrian langsung tersadar dari termangunya, lalu bertanya, "Beneran mau sayur itu?" Aldrian sungguh masih tidak percaya. Yang Aldrian tahu selama ini putra tampannya sangat anti dengan sayuran. Alvian mengangguk yakin, membuat Aldrian tidak mampu lagi untuk bertanya, dan langsung menuangkan sup yang di inginkan Alvian ke dalam piring. Aldrian masih memperhatikan Alvian dalam diam. Sedikit ingin tertawa saat ekspresi Alvian yang lucu saat memakan sayuran itu. "Sudah jangan dipaksakan kalau tidak suka," ucap Aldrian lalu mengambil piring Alvian dan berhenti saat tangan mungil Alvian mencegahnya. "Tidak Ayah, Vian suka sayul." Alvian merebut piring itu dengan raut sedikit cemberut dan mulai melahap makanannya dengan lahap, tidak menghiraukan rasa asing dari sayuran yang baru ia cicipi saat ini. Sedangkan Aldrian hanya menatap putranya dengan raut tak percaya. "Tumben putra Ayah suka makan sayur?" tanya Aldrian tersenyum lembut. Tangan kekarnya mengambil tisu membersihkan butiran nasi di mulut Alvian. "Kata Tante cantik Vian halus banyak makan sayul bial Ayah seneng." Deg Aldrian termangu menatap putranya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ariani, gadis polos itu yang selalu hadir di setiap detik dalam pikirannya, berpengaruh terhadap detak jantungnya, dan gadis itu pun melakukan hal yang sama pada putranya, hanya saja dalam hal yang berbeda. Bahkan bocah kecil seperti putranya tahu bahwa gadis itu memang mempunyai paras yang sangat cantik. Apakah gadis itu punya ilmu sihir? Tidak, hal konyol itu mana mungkin bisa dilakukan oleh gadis polos seperti Ariani. "Ayah." Aldrian tersadar dari lamunannya, dan melirik Alvian yang sedang menatapnya. "Hm, kenapa sayang?" "Apa Bunda itu cantik sepelti Tante cantik yang sedang di dapul?" tanya Alvian lantang membuat kedua bibir Aldrian mengatup rapat. Aldrian tidak tahu harus menjawab atau tidak dengan pertanyaan putranya. Karena selama ini ia memang tidak pernah memperlihatkan foto Luna pada Alvian, Aldrian hanya tidak mau menggali kenangan menyakitkan itu lagi, terlebih sekarang ia sudah bisa menerima kepergian Luna termasuk bisa menerima kehadiran Alvian di hidupnya. "Bunda itu melebihi Tante Ariani," jawab Aldrian akhirnya. Hanya jawaban itu yang ada dalam pikiran Aldrian saat ini. Ya, walaupun Aldrian tidak tahu pasti. Apakah Luna lebih dari Ariani atau memang Ariani yang melebihi Luna dari hal apa pun. Aldrian sendiri pun tidak tahu jawabannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD