Episode 2

1682 Words
Sedari tadi bibir ranum Ariani tidak henti-hentinya berdecak kagum ketika dirinya memasuki rumah megah yang sangat artistik itu. Bahkan Ariani merasa seperti kotoran yang dengan tidak elitnya terdampar di sebuah istana, yang paling menyedihkan adalah ketika Ariani melirik yang sedang melekat di tubuhnya, itu sangat kontras dengan keadaan di rumah ini. Kaus oblong dengan warna sedikit pudar, dipadupadankan dengan celana jeansnya yang sedikit kekecilan karena dia memakai celana jeans yang Ibunya belikan dua tahun yang lalu, dan parahnya itu yang paling bagus di antara celana-celananya yang lain. Alas kaki, Ariani hanya memakai sandal jepit swallow yang dibeli Ibunya sebelum berangkat ke Jakarta. Dan Ariani harus mencatat bahwa gaji pertamanya harus dipakai untuk membeli pakaian dan sepatu atau sandal yang lumayan bagus, saat melirik begitu berbedanya dirinya dengan kedua wanita di sebelahnya -Shinta dan Nyonya Guvano, Dan selebihnya tentu saja untuk Ibu tercintanya. Ah, Ibunya pasti sangat senang ketika memakai pakaian bagus dan makan makanan yang begitu enak. Membayangkannya saja membuat Ariani begitu sangat bahagia seperti terbang di atas awan menuju surga. "Kalian sudah datang." Suara itu ... sontak mengagetkan Ariani dari dunia khayalnya karena suara berat yang lumayan keras di samping telinganya, Ariani sedikit melirik ke arah suara yang mengagetkannya dan melihat ada laki-laki paruh baya yang terlihat masih sangat tampan menghampiri dirinya, ralat istrinya. "Iya sayang, aku menunggu setengah jam lebih, menyebalkan bukan." Nyonya itu mendekati pria itu dan berkata sangat manja. Tuan Guvano sama sekali tidak merespons sedikit pun rancauan istrinya, yang menurutnya itu sangat kekanakan, memang berapa usia mereka? Bahkan mereka sudah mempunyai cucu dan beraninya mengumbar kemesraan di hadapan kedua gadis polos yang sedari tadi memperhatikan mereka. "Pasti kau yang akan bekerja di rumah putraku?" tanya suara ramah yang ternyata berasal dari Tuan Guvano. Ariani bergegas membungkukkan tubuh untuk memperkenalkan diri, "Nama saya Ariani, Tuan." Tuan Guvano tersenyum lalu mempersilahkan kedua gadis itu untuk duduk. "Ayo duduklah, pasti kalian lelah sudah menempuh perjalanan jauh." "Sayang, aku ke kamar dulu ya," ucap Nyonya Guvano lembut. Ke mana wajah dinginnya tadi? Dan segera melangkah menaiki tangga. Tuan Guvano hanya menggeleng melihat tingkah manja istrinya, lalu mulai memfokuskan kembali kepada Ariani. "Berapa usiamu? Sepertinya kau masih sangat muda," tanya Tuan Guvano dengan nada ramahnya seperti biasa. "Umur saya delapan belas tahun Tuan." "Wah seumuran dengan Shinta ya?" "Iya Tuan." Itu Shinta yang menyahut. "Yasudah, Shinta ajak temanmu ke kamar dan beristirahatlah, paling nanti Aldrian jemput Ariani agak malam, saya mau ke kamar dulu," ucap Tuan Guvano dan mulai melangkah menaiki tangga. Sampai di kamar, Shinta dan Ariani bergegas merebahkan tubuh lelah mereka. Ariani sedikit mengelilingi pandangannya guna melihat seluruh ruangan kamar yang di tempati Shinta. Ini sungguh tidak sama sekali buruk, sangka Ariani pembantu hanya ditaruh di kamar kecil dengan alas tidur memakai kardus yang suka di lihatnya di sinetron. Ini berbeda, Shinta bahkan bisa tidur di atas kasur yang empuk dan ruangan kamarnya pun tidak sekecil bayangan Ariani, ini lumayan luas dengan kipas angin dan televisi yang lumayan besar di tengah ruangan. Apakah dirinya juga akan mendapatkan kamar seperti Shinta? Ah, jangan berlebihan Ariani bahkan kau bekerja dengan seorang iblis -kata Shinta, dan tidak mungkin iblis memberikan kamar mewah untuk pembantunya, melainkan kamar kecil dengan alas tikar tanpa bantal yang ia dapat. Ariani melirik Shinta yang ternyata sudah masuk ke alam mimpi dengan nyenyak, Ariani mulai ikut menutup kedua kelopak matanya dan berharap bisa menyusul ke alam mimpi seperti Shinta. *** "Anni bangun, Tuan Aldrian sudah datang." Tepukan ketiga kalinya Shinta sematkan di pipi tirus Ariani membuat putri tidur itu sedikit melenguh dan perlahan mulai membuka kelopak cantiknya. Mata itu mengerjap lucu dan mulai melihat orang yang sudah tega mengganggu tidur cantiknya. "Syukurlah kau bangun Anni, dari tadi aku bangunin gak bangun-bangun, kaya Kebo banget tidurmu," gerutu Shinta sambil mempoutkan bibir seksinya. "Maaf, aku ketiduran, soalnya enak banget empuk." Ariani menggoyang-goyangkan bokongnya membuat tubuhnya memantul-mantul di atas ranjang. Shinta hanya bisa menggelengkan kepala. Maklum saja, mereka kan dari kampung, dulu juga dirinya seperti Ariani. "Sudah Anni sekarang kau siap-siap, demi Tuhan ... Tuan Aldrian sudah menunggumu sedari tadi," teriak Shinta kesal. "Apa?" kaget Ariani dan langsung beranjak dari ranjang lalu segera merapikan rambutnya yang kusut. Tanpa pikir panjang Shinta langsung menyeret Ariani ke ruang tamu. "M-maaf, T-tuan menunggu lama, ini Ariani yang akan bekerja di rumah Tuan." Tolong Shinta! Kenapa dengan suaranya yang menggumpal di tenggorokan. Sungguh tatapan pria kaya di depannya sangat menakutkan. Mati kau Anni. Lihat bola mata biru itu, menatap tajam ke arahmu. Shinta meneguk air liurnya merasa cemas terhadap nasib Ariani yang akan menghampiri, sedangkan yang ditatap hanya menunduk dalam sedari tadi. "Apa kau putri tidur?!" tanya Aldrian dingin dengan mata masih terfokus ke arah Ariani. "Sudahlah Al, mereka baru sampai, mungkin mereka kelelahan jadi ketiduran," lerai Tuan Guvano, masih memeluk istri tercintanya karena tadi dibentak Aldrian. Nyonya itu masih sedikit syok, Aldrian memarahinya karena terus menjodohkan dengan wanita kaya raya, sedangkan ia masih mencintai almarhumah istrinya. "Aku pamit Pa," sautnya, sambil melangkah ke arah Ariani dan menyeretnya masuk ke dalam mobil mewah Aldrian sedangkan di gendongannya ada Alvian yang sedang tertidur. "Tasmu taruh di belakang, dan pangku anakku dia tertidur." Ariani hanya bisa menurut pasrah dan mengambil alih Alvian dari gendongan Aldrian lalu memangkunya, Ariani baru menyadari bahwa ia duduk di jok depan di samping Aldrian. Karena tadi Aldrian menghempaskannya di sana. Mata Ariani menelusuri wajah damai anak kecil yang ada di pangkuannya, dia begitu tampan dengan hidung mancung, bibir merah alami dengan pipi yang berisi membuat siapa pun ingin sekali mencubit pipi itu, bahkan bulu matanya begitu lentik. Apakah Ayahnya juga tampan seperti anaknya? Ariani sedikit penasaran setampan apakah majikannya, sampai Nyonya Guvano begitu percaya diri menyuruhnya untuk tidak terjatuh ke dalam pesona sosok Aldrian. Dirinya belum melihat wajah rupawan Aldrian karena sedari tadi hanya bisa menunduk, bahkan saat mengambil alih Alvian pun Ariani hanya mampu memandang dada bidangnya saja. Di perjalanan sekitar setengah jam, dan sekarang Ariani sudah berada di kediaman Aldrian. Tidak seperti rumah Tuan Guvano, Aldrian tinggal di apartemen mewah di lantai 20, seluruh ruangannya terlihat lebih mewah tapi simple dengan warna hitam putih yang mendominasi apartemen ini. "Ikut aku." Aldrian menghampiri Ariani saat dirinya keluar dari kamar Alvian, -menidurkan anaknya. Dan mengajak gadis itu untuk mengikutinya. "Kau tidur di sini, dan peraturan kerja di rumahku kau harus rajin dan tidak membuatku marah seperti tadi. Jam 6 pagi kau harus sudah bangun dan beres-beres ruangan. Siapkan sarapan sekitar jam 7 pagi untukku karena jam berangkat kerjaku sekitar jam 8, aku pulang sekitar jam 7 malam tergantung situasi. Jangan bangunkan Alvian biarkan dia bangun dengan kemauannya sendiri, karena Alvian baru berumur empat tahun jadi belum sekolah," ucap Aldrian panjang lebar dengan mata masih terfokus ke dalam mata coklat teduh Ariani. Shit! Mengapa wajahnya begitu cantik? Aldrian terpesona melihat kecantikan alami Ariani tanpa makeup. Nyatanya Aldrian belum pernah melihat pembantu cantik seperti Ariani. Apakah ini bisa disebut keberuntungan atau kesialan? Merasa menjadi orang bodoh Aldrian pun memutuskan kontak matanya dengan Ariani dan memandang dinding yang sama sekali tidak menarik. Dia tidak boleh terpesona kepada wanita lain bahkan ini hanya seorang pembantu. Dan Aldrian hanya mencintai almarhumah istrinya, Luna. Sedangkan Ariani dia begitu tidak menyangka bahwa Tuannya akan setampan ini, tidak jauh beda memang dengan Alvian melihat Tuannya seperti melihat versi dewasanya Alvian, bedanya Tuannya mempunyai tubuh bagus dan tinggi dengan rambut sedikit pirang, tapi yang membuat Ariani terpesona adalah mata biru bening yang sangat indah, Ariani ingat bahwa Tuan Guvano juga mempunyai mata biru yang sama dengan Tuannya, mereka seperti orang bule pikir Ariani. "Kamu mendengarku?" tanya Aldrian dengan suara yang lumayan keras saat melihat tidak ada tanggapan dari gadis di depannya. -melamun. Ariani langsung tersadar bersama jantung yang hampir melompat jatuh. "Ah, i-iya Tuan saya dengar." Bahkan suaranya saja sangat merdu di telinga Aldrian. Tidak! Kau hanya boleh terpesona kepada istrimu Luna. Ya, walaupun sekarang dunia mereka sudah berbeda... sudut di dalam diri Aldrian memperingati. "Tidurlah, besok kau harus bangun pagi." Lalu melangkah keluar dari kamar itu. Aldrian Reza Guvano. Sosok duda tampan yang paling diincar di kalangan dunia bisnis, dia menjabat sebagai CEO di perusahaan paling terkenal di Indonesia, Guvano Corp, siapa yang tidak tahu perusahaan terbesar itu, karena reputasi itu lah banyak kaum wanita mulai mengidolakannya, tapi tidak menjadikannya sosok playboy yang sering gonta-ganti pasangan ataupun menjadi penjahat kelamin yang selalu meniduri banyak wanita. Aldrian hanya mencintai satu wanita, Reysa Luna Oktavia yang sering dipanggil Luna. Istrinya yang sangat cantik jelita, hanya wanita itu yang bisa menghangatkan hati seorang Aldrian yang sedingin es di kutub selatan, hanya nama Luna yang bisa membuat hati Aldrian jatuh cinta setiap hari, membuat jantung Aldrian berdetak kencang saat Luna menciumnya, dan membuat Aldrian selalu mengerang nikmat di setiap malam karena tidak pernah puas menciumi seluruh tubuh istrinya. Tapi hanya sebentar Aldrian merasakan kebahagiaan itu, Luna meninggal saat melahirkan putra pertamanya, meninggalkan laki-laki yang sangat mencintainya. Dan dengan bodohnya Aldrian melimpahkan kesedihan dan kekesalannya kepada putra semata wayangnya yang tidak tahu apa-apa. Aldrian menyesal. Apalagi saat dirinya melihat putranya yang masih balita terbaring lemah dengan selang infus di tubuh mungilnya, saat itulah Aldrian menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi. Aldrian mencintai Alvian buah hatinya. Malaikat kecil yang dititipkan oleh istrinya untuk ia jaga, darah dagingnya bersama Luna istri yang sangat ia cintai. Dan Aldrian berjanji akan selalu mencintai mereka, Alvian putranya dan Luna almarhumah istrinya. *** Tubuh Ariani masih mematung, masih bingung dengan apa yang ia rasakan saat ini ketika menatap mata Tuannya. Tidak mau ambil pusing Ariani mulai memfokuskan pandangannya ke seluruh ruangan kamar yang akan ditempatinya. Mata indah itu tidak berkedip sama sekali, memperhatikan setiap detail ruangan kamar yang Aldrian berikan. Dan ini jauh dari pemikirannya saat di kamar Shinta tadi. Aldrian memberikan kamar yang lebih dari sekedar mewah, ranjang besar yang bisa menampung sekitar empat orang dengan kamar mandi di sebelah kiri dari ranjang, televisi yang cukup besar di tengah ruangan dengan pendingin ruangan yaitu AC, ya walaupun Ariani tidak tahu cara menggunakannya. Gadis itu perlahan menjinjing tasnya dan melanjutkan untuk membereskan pakaian miliknya di lemari, sepertinya Ariani akan membersihkan diri dulu sebelum tidur. Dan Ariani harus berterima kasih kepada Tuannya, karena malam ini dipastikan Ariani akan tertidur nyenyak sepanjang malam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD