09. Dua Orang Gila

1015 Words
Sania menatap pada makanan yang ada di depannya yang dipesankan oleh Dion, lelaki yang pernah tidur dengannya. “Kau tidak bertanggung jawab!” ucap Sania. Dion mengerutkan keningnya. Tidak bertanggung jawab tentang apa. Apakah dia menghamili wanita itu? Lagian Dion tidak melakukan hal lain selain dirinya yang memeluk tubuh telanjang Sania malam itu. Selain itu tidak ada yang dilakukan oleh dirinya, termasuk dia yang tidak berani untuk meremas p******a Sania malam itu. Karena Dion takut dirinya akan kebablasan dan malah melakukan itu pada Sania. “Tanggung jawab apa? Saya hamili kamu?” tanya Dion. Sania semakin menatap tajam pada Dion. Memang tidak tahu diri Dion ini, tidak merasa bersalah. Malah dia bertanya apakah dia menghamili Sania atau tidak. Padahal sudah jelas Dion menghamilinya dan Sania beberapa hari ini sangat ingin sekali memakan makanan yang diidamkan olehnya. Malahan dia memakan salak dan juga buah mangga. “Mas itu memang bukan lelaki yang bisa bertanggung jawab ya. Memang lelaki b******n. Mas Dion sudah ambil keperawanan saya!” Kening Dion mengerut. Ambil keperawanan? Siapa? Dion? Kapan? Dion tidak akan menjadi lelaki b******n seperti itu, yang melakukannya pada wanita mabuk seperti Sania dan mengambil keperawanan wanita itu katanya. Dion tidak b******k. Sania sepertinya sudah salah paham. Dion tersenyum kecil. “Makanya kau terima pernikahan kontrak ini. Kau hamil setelah malam itu, maka anakmu tidak akan merasa menjadi anak di luar pernikahan. Satu tahun Sania setelahnya kau bisa pergi.” Maaf saja, saya tidak akan membiarkan kamu pergi Sania. Satu tahun hanya membuat kamu mencintai saya. Lanjut Dion dalam hatinya. Dion menatap Sania yang masih menatapnya dengan tatapan tajam dan tidak suka dari wanita itu. Sania akan dibuat hamil oleh Dion nanti setelah mereka menikah. Sekarang memang Sania membenci dan tidak suka padanya. Lihat saja nanti, Sania akan tergila-gila padanya. Siapa yang mampu menolak pesona seorang Dion Hernando— duda anak satu yang ketampanannya sudah dibicarakan oleh seluruh kalangan pebisnis dan banyak yang mau dengan dirinya. “Hanya satu tahun. Lalu saya bisa menikah dengan Jungkook nantinya,” ucap Sania. “Jungkook? Siapa itu? Tukang kebun?” tanya Dion tidak tahu siapa Jungkook. Dia tidak mengenal ntah itu lelaki atau perempuan. Dia tidak tahu. Atau maksud Sania jongkok kali ya. Sania menatap tajam pada Dion. Enak saja lelaki itu mengatakan calon suami idamannya tukang kebun. Yang ada Dion nanti menjadi tukang kebun di rumahnya, yang tidak akan pernah bisa dianggap sebagai suami oleh dirinya nanti. “Kurang ajar! Yang ada Mas yang jadi tukang kebun nanti.” Ucap Sania. Dion tersenyum mengejek. Melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, yang sudah menunjukkan pukul dua siang. Dan dia harus ke kantor lagi. Sania sudah mau menikah dengannya. Maka dia tinggal menemui ibunya nanti mengatakan pada ibunya, untuk bersikap seolah kalau ibunya memang mau Dion menikah dan mencari pengganti istrinya. “Sania, kau sudah mau menikah dengan saya secara kontrak, tapi pernikahan ini sungguhan. Minggu depan kita akan bertemu dengan ibu saya. Mengenalkan kamu pada ibu saya,” ucap Dion menatap pada Sania. Sania menghela napasnya kasar dan memutar bola matanya malas kalau tidak mengingat perusahaan ayahnya yang akan bangkrut dan anak di dalam perutnya. Najis Sania menikah dengan Dion. “Iya! Udah sana pergi! Hush!” usir Sania pada Dion yang masih berdiri di depan Sania. Dion mendengar wanita itu yang mengusirnya tertawa kecil. Dion menatap pada wajah cantik Sania dan bibir Sania yang berbentuk hati. Dion sangat ingin mencium Sania sekarang juga. Tapi dia sadar tidak bisa melakukan itu, yang ada Sania nanti menamparnya dan mendorongnya menjauh. Tangan Dion terulur. Lalu menepuk beberapa kali kepala Sania. Sania mengerjapkan matanya, dan menatap pada tangan Dion yang menepuk kepalanya. Sania segera menepis tangan lelaki itu. “Mas! Jangan macam-macam ya! Saya tidak akan membiarkan Mas Dion macam-macam sama saya, sudah cukup malam itu saya dibodohi sama Pak Dion, saya tidak akan menerima Mas Dion membodohi dan menyentuh saya!” ucap Sania. Dion mengulum senyumnya. Masih saja Sania menyangka dirinya yang melakukan hal lebih dengan wanita itu di malam itu. Padahal Dion tidak melakukannya. Tapi biarkan Sania dengan pemikirannya sendiri. “Saya pergi dulu. Sania, kalau kamu rindu saya, kamu bisa telepon saya. Ini nomor telepon saya!” ucap Dion memberikan kartu namanya pada Sania. Sania menatap malas pada kartu nama yang ada di tangannya. Sania menyimpannya asal-asalan. Sania yang akan pergi, namun langkahnya terhenti ketika Leona dan Evan yang berdiri di depannya sekarang. Kedua orang itu menatap tajam pada dirinya sekarang. Membuat Sania muak melihat keduanya. “Halo, Sania. Kita ketemu di sini. Kamu ngapain di sini? Makan? Sendirian saja? Kasihan sekali ya, makan sendirian dan nggak ada temani kamu makan. Saya prihatin sama kamu.” Leona tersenyum sinis pada Sania. Sania mendengar ucapan sepupunya yang mengejek dirinya tertawa kecil. “Kenapa kalau gue makan sendirian? Masalah buat lo hah?!” tanya Sania melirik Evan yang hanya diam, dan berdiri di samping Leona bak patung. Tidak mengatakan apapun. Memang b******n lelaki itu, kenapa dulu Sania sampai menyukai lelaki itu hah?! seharusnya dia tidak pernah menyukai lelaki b******n itu. “Nggak masalah sih. Cuman kasihan aja. Duh! Kasihan banget malahan. Lo udah jadi jomlo dan dicampakkan dan sekarang makan sendirian. Cari g***n gih! Gue dengar kalau perusahaan ayah lo diambang kebangkrutan? Ya ampun! Lo mau jatuh miskin dong? Sayang, untung kamu nggak pilih dia ya. Dia itu bakalan jadi orang miskin.” Leona berucap pada Evan dan masih menghina Sania. Evan tersenyum sinis. “Iya, sayang. Aku beruntung milih kamu dibanding Sania. Sania kamu bakalan jadi orang miskin, kasihan sekali. Saya turut prihatin ya.” Ucap Evan sinis. Sania mengepalkan tangannya. BUG! Sania meninju hidung lelaki itu, dan membuat Evan meringis kesakitan atas apa yang dilakukan oleh Sania padanya. Sania tersenyum puas dengan apa yang dilakukan oleh dirinya barusan. “Mampus! Sakit, ‘kan b******n? Makanya tuh mulut dan burung dijaga. Dasar lelaki gila dan wanita gila. Pantas aja kalian nikah, kalian cocok sih. Cocok jadi sampah!” ucap Sania menabrak keduanya dan pergi dari sana meninggalkan Leona dan Evan yang terkejut melihat kelakuan Sania yang sungguh berani sekali pada mereka. “Nyebelin banget lo b*****t!” ucap Leona mengentakan kakinya kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD