07. Menyesal Ke Klub Malam

1161 Words
Sandi menatap Sania yang sedang makan di depannya. Sania— putri kesayangannya, yang selalu diberikan olehnya apapun yang dimau oleh Sania. Tapi masih dalam batas wajar tidak pernah mau memanjakan anaknya berlebihan dan menjadi orang yang sombong dan suka menghina orang. Sandi masih ingat dengan syarat yang diberikan oleh Dion Hernando— pengusaha muda yang pernah menikah sekali namun istrinya meninggal. Dan meminta untuk dinikahkan dengan Sania. Sandi tidak bisa memaksa kehendaknya hanya demi menyelamatkan perusahaannya. Anaknya bisa memilih mau menikah dengan siapa saja. “Pa! Papa kenapa lihatin Sania kayak gitu?” tanya Sania menatap pada ayahnya. Sandi mengerjapkan matanya beberapa kali dan menggeleng. “Sania, kamu mau kenalan dengan seseorang?” tanya Sandi, memberanikan diri bertanya dan meminta putrinya untuk berkenalan dengan Dion. Mana tahu setelah bertemu dengan Dion, maka putrinya bisa menerima Dion sebagai suaminya nanti. Dion juga dikenal sebagai lelaki yang setia di kalangan pengusaha. Karena Dion yang merawat istrinya dengan baik saat sakit dulu. Setelahnya wanita itu meninggal dunia, meninggalkan Dion dan satu orang anak. Kening Sania mengerut. “Papa mau menjodohkan Sania?” tanya Sania. Sandi menggeleng, bukan menjodohkan. Hanya menyuruh Sania untuk berkenalan, lalu kalau Sania mau untuk menikah dengan Dion. Maka perusahaan mereka akan selamat. Tapi kalau Sania tidak mau. Sandi akan mencari cara untuk mengembalikan perusahaannya, ia tidak akan bisa memaksa anaknya untuk menerima pernikahan yang tidak diinginkan oleh Sania. “Papa tidak menjodohkan kamu Sania. Papa hanya minta kamu berkenalan dulu sama dia, mana tahu nanti kamu suka dengan dia, kalian bisa lebih mengenal lagi.” Ucap Sandi. Sania mendengar apa yang dikatakan oleh ayahnya mengangguk. Sania menatap pada wajah kelelahan dari ayahnya. Dia tahu masalah perusahaan yang dihadapi oleh ayahnya ini belum juga selesai. Dan tadi Sania mendengar ayah dan ibunya mengatakan kalau perusahaan mereka akan bangkrut. Sania tidak mau apa yang telah diperjuangkan oleh ayahnya rusak begitu saja. “Sania mau ketemu sama dia.” Sania tidak bodoh masalah ini, dia tahu saat ayahnya mengatakan ingin dirinya mengenal seseorang, maka ayahnya mau dia menikah dengan orang itu, untuk membantu perusahaan. Sania tidak bisa melihat perjuangan ayahnya yang selama ini akan menjadi sia-sia. Dia akan menjadi anak yang berbakti untuk ayahnya. Dan melihat dulu, apakah lelaki yang dikenalkan padanya, tampan, kaya raya, dan baik. Tidak seperti Evan— si anjing berbentuk babi itu ternyata sudah lama menjalin hubungan dengan Leona. Lalu tiba-tiba mengabarkan kalau dia membuat si Leona hamil anaknya. Memang kurang ajar sekali Evan b******n itu. “Kapan ketemunya?” tanya Sania. Sandi tersenyum. “Besok siang di kafe yang dekat dengan supermarket kamu sering beli itu. Papa meminta di situ kalian bertemunya. Kamu nanti bisa tanya saja sama pelayannya, Dion Hernando.” Ucap Sandi, ada secercah harapan. Berharap putrinya mau menerima Dion, menikah dengan lelaki duda yang masih muda dan tampan itu. Sandi lebih setuju Sania dengan Dion dibanding menggalau karena Evan. Yang sudah hidup susah. Ditambah lagi hamilin anak orang. Untung bukan anak Sandi yang dihamilin oleh Evan. Kalau sampai Sania yang hamil. Sandi akan menendang dan membunuh lelaki itu. Tidak suka anaknya hamil di luar nikah. “Oh, nanti Sania bakalan ke sana ketemu dan kenalan. Kaya nggak Pa? Kalau miskin Sania nggak mau.” Tanya Sania mengibaskan rambutnya ke belakang sok cantik. Yeni tertawa. “Benar itu Sania, kalau miskin Mama juga nggak mau. Mama maunya punya menantu yang kaya raya dan tampan lagi. Udah cukup selera kamu anjlok pacarin Evan kemarin. Untuk suami jangan.” Ucap Yeni. Sandi tertawa kecil. “Kaya raya dan tampan. Tapi duda.” Ucap Sandi. Sania mengerutkan keningnya. Lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Duda? Duda lebih berpengalaman bukan? Pas malam pertama Sania langsung keenakan. Anjing. Pikiran Sania ini sudah kemana-mana dan malah membayangkan malam pertama yang belum terjadi sebenarnya. “Nggak papa. Yang penting banyak duit dan berpengalaman.” Ucap Sania. Sandi semakin tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya. Memang pemikiran Sania ini sulit sekali untuk ditebak. Matanya menatap pada Yeni yang tersenyum yang menatap padanya. “Mas, itu syarat dari Dion untuk menikah sama anak kita? Dia memangnya sudah ketemu sama Sania, dan sudah tahu Sania kayak apa?” Sandi menggeleng pelan. Dia bingung sebenarnya kenapa Dion malah mau dengan anaknya yang kurang waras ini. Tapi Sania juga sering menjadi gadis yang mengerti dengan keadaan. Sandi tahu kalau anaknya pasti mendengar tentang pembicaraannya dengan Yeni— sang istri tentang perusahaan dan bantuan dari Dion yang memakai sebuah syarat. Sania tidak pernah mau untuk berkenalan dengan lelaki manapun yang dia anggap hal itu sangat kuno sekali. “Besok Sania pakai baju apa?” Tanya Sania menatap pada ayahnya, yang tampak kelelahan dan kantung mata hitam sudah berada di bawah matanya. Sandi tersenyum. “Pakai baju biasa saja. Hanya berkenalan. Kalau tidak cocok Papa tidak akan memaksa.” Jawab Sandi. Sania memikirkan sekarang, tentang perutnya yang ada janin di dalam sana. Memangnya mau seorang lelaki menerima dirinya yang mengandung? Sania yakin lelaki itu tidak akan mau menerima dirinya yang sedang mengandung. Dan pasti akan langsung mencampakkan dirinya. Sania takut sebenarnya mengenal seorang lelaki. Apalagi Sania baru saja ditinggal nikah dan ternyata dia diselingkuhi selama bertahun-tahun. Sungguh keterlaluan sekali lelaki b******n itu yang menyelingkuhi dirinya dengan Leona— Mak Lampir yang tidak sebanding kecantikannya dengan Sania. Sania bukannya sombong. Dibandingkan dengan Selena Gomez. Sudah jelas lebih cantik Selena Gomez sih. Sania itu selalu memberi Evan layaknya Tuan memberi pelayannya makan. Bersyukur seharusnya. Bukan malah menduakan dia dengan Leona. “Kamu ngelamunin apa? Jangan bilang, masih mikirin si Evan. Ya ampun Sania! Kamu beneran mikirin Evan hah?!” Tanya Yeni dramatis sambil geleng-geleng dan berdecak kecil. Sania mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya, menaikkan sebelah alis. “Ma! Sania dendam sama Evan. Kurang Sania apa sih Ma?” Tanya Sania, menatap dirinya sendiri. Kalau urusan d**a. Aduh! Jangan ditanya. Alami ini nggak kaya si Leona sampai operasi pasang implan. Sania tidak mau melakukan itu, karena yang alami lebih waw. “Banyak kurangnya. Udah. Kamu pikirin aja, mau pakai baju apa ketemu sama Dion. Walau duda, tapi kaya raya dan tampan. Kalau kamu nggak mau sama Dion. Mama juga mau.” Yeni tersenyum centil. Sania mendengar itu mendengkus. Lalu menatap pada ayahnya yang malah tertawa. Agak lain bapaknya ini, istri mau goda duda lain. Malah ketawa. Nggak beres! “Mak! Ingat umur! Udah tua dan bau tanah.” Ucap Sania, beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menuju kamarnya. Sania masih memikirkan, bagaimana kalau lelaki yang ditemuinya tidak seperti apa yang dikatakan oleh ibunya. Lalu bagaimana kalau lelaki itu ternyata tidak menerima dirinya yang sudah tidak perawan lagi. Nggak! Sania nggak bisa bayangin ini. Apalagi dia lagi hamil. Sania memainkan perutnya. “Nak, bapak kamu itu suami orang. Sekarang Mama malah mau dijodohkan sama duda yang nggak Mama kenal. Apakah Mama bisa kabur saja?” Tanya Sania dramatis sambil mengusap perutnya. Sania menyesal, malam itu ke klub malam. Seharusnya Sania berdiam diri saja di rumah. Sambil menangis menggunakan uang ratusan ribu, dibanding ke klub malam karena patah hati yang membawa malapetaka pada hidupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD