"Kau yakin, Angel?"
Angel tampak berdiri di depan cermin besar sambil menenteng sebuah gaun hitam, terdengar helaan nafas berat dari bibirnya. "Entahlah, tapi aku sudah tidak bisa mundur lagi?"
"Kenapa tidak?" Bella terlihat berbaring santai di ranjang dengan sprei putih polos kesukaan Angel.
"Aku akan semakin terlihat seperti seorang pecundang kalau menolak ajakan pemuda aneh itu," jawab Angel sembari mendaratkan pantatnya kasar di tepi ranjang.
"Ah ya, tapi dia sangat tampan." Bella langsung bergerak duduk menghampiri Angel. "Kau mengenalnya di mana?"
"Aku hanya bertemu dengannya di halaman kampus saat dia bertanya kelas Sains."
"Angel Matthew...."
Angel menoleh dengan kening berkerut saat mendengar nada aneh dari sahabatnya itu. "Apa?"
"Kau yakin akan melepas keperawananmu pada pemuda aneh itu?" Tanya Bella sembari menjulurkan jari telunjuknya di lengan Angel yang terbuka. "Apa kau siap, Angel?"
"Hentikan omong kosongmu itu, Bell." Angel menepis tangan gadis itu kasar, lalu menghentakkan kaki sembari bangkit berdiri. "Aku akan tetap berangkat malam ini, dan akan aku tunjukkan pada si b******k Calvin Klein kalau aku bisa menjadi gadis yang liar dan menggoda."
Angel segera melepaskan bajunya tanpa sungkan, hanya menyisakan kain segitiga yang menutupi inti perawannya. Dia mulai mengenakan gaun hitam panjang yang sejak tadi didekapnya, gaun simple itu memiliki model punggung terbuka dan hanya berhias tali-tali rapuh yang saling terkait satu sama lain.
"Wow... kau sudah tampak menggoda, Nona Matthew," puji Bella dengan mata melebar di balik kaca mata besar yang dikenakan.
"Terimakasih untuk pujiannya Bella, tapi sekarang lebih baik kau membantuku untuk menata rambut ini," balas Angel dengan tatapan tajam.
"Baiklah, Sayangku. Sekarang duduk lah di sini." Bella menepuk sisi ranjang di hadapannya.
Angel pun menurut, ia kembali mendaratkan p****t dengan mata menatap lurus pada cermin besar di depan.
"Menurutmu lebih menantang mana pemuda aneh itu atau Calvin Klein?" Tanya Bella dengan tangan bergerak cekatan untuk mengikat sebagian rambut Angel ke belakang.
Seketika otak Angel kembali memutar memori pertemuaannya dengan pemuda berkulit pucat itu. Tak bisa dipungkiri bahwa pemuda itu memiliki struktur wajah yang sempurna, tapi dia merasakan ada aura lain yang cukup menakutkan di balik ketampanan tersebut.
"Kau tidak mendengarku, Angel?"
"Dia sangat wangi," jawab Angel dengan tatapan menerawang, "dan sangat dingin."
"Apa maksudmu dengan sangat wangi dan sangat dingin?" Bella mengerutkan kening dalam.
Angel mengerjapkan mata cepat untuk mengembalikan fokusnya. "Entahlah, tapi aku bisa mencium aroma sangat wangi yang keluar dari tubuhnya, rasanya belum pernah aku mencium aroma parfum pria manapun yang seperti itu. Satu lagi, saat aku menyentuhnya… dia terasa begitu dingin."
"Apa mungkin dia seorang vampir?" Tanya Bella dengan tiba-tiba.
"What?!" pekik Angek dengan refleks menoleh cepat. "Kau gila?!"
Bella tertawa gila. "Aku hanya bercanda, Angel... kenapa kau menanggapinya dengan serius?"
Angel baru akan kembali membalas saat tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, menampilkan seorang wanita yang tak lain adalah ibunya.
"Angel, ada pemuda yang datang untuk menjemputmu."
Seketika tubuh Angel menegang, mendadak merasakan kegugupan tak masuk akal. Padahal sebelumnya dia seolah tak peduli dengan siapa akan bercinta malam ini, karena tujuannya hanya untuk pembuktian diri.
"Kenapa kau tidak pernah bilang pada mommy kalau memiliki teman dekat setampan itu, Angel?" cecar Ny. Matthew.
"Dia hanya teman biasa, Mom," jawab Angel acuh, lalu menyambar clutch dan mengecup pipi ibunya singkat. "Aku berangkat, dan jangan menungguku sampai pulang!"
Angel setengah berlari menuruni anak tangga rumahnya, terus melangkah hingga sampai di teras rumah. Dia terpaku sejenak, menatap pada pemuda berkulit pucat itu yang juga mengenakan setelan serba hitam seperti dirinya. "Sangat tampan," gumam Angel dalam hati.
"Siap berangkat?"
Pertanyaan itu membuat kepala Angel mengangguk tanpa sadar. Dia melangkah di belakang pemuda itu, kembali dapat mencium aroma yang begitu segar saat ada angin yang berhembus.
Namun, mendadak dia terdiam saat matanya melihat sebuah mobil mewah yang terparkir tepat di pelataran rumahnya. "Ini... mobilmu?"
"Masuk lah."
"Apa kau menyewanya?"
"Apa itu penting?"
Angel mendengus keras, mulai tak menyukai sikap arogan dari pemuda aneh itu. Dia mendaratkan pantatnya kasar pada kursi mobil, menunggu sampai pemuda itu duduk di sisinya.
"Erick Cullen."
"Hah? Apa?" Angel menoleh dengan kening berkerut.
"Erick Cullen adalah namaku. Aku pikir kau harus tahu, karena aku suka mendengar gadis-gadis menjeritkan namaku saat di atas ranjang, tak terkecuali dirimu nanti."
Seketika tubuh Angel membeku, refleks melipat bibirnya kuat saat merasakan gelenyar panas hanya karena kalimat tersebut. Dia memilih untuk memalingkan wajah keluar jendela mobil, tak mau kalau sampai Erick melihat wajahnya yang sudah pasti merona.
"Kenapa kau ingin melepas keperawananmu?"
Pertanyaan itu refleks kembali membuat Angel menoleh. "Karena status perawan di Amerika adalah aib."
"Bodoh."
"Apa?!" pekik Angel dengan mata memicing tajam, apalagi saat melihat senyum mengejek yang tersungging di bibir pemuda itu. "Kau menghinaku?!"
"Kita sudah sampai."
"Kau bercanda?" Angel tersenyum miring seolah tak percaya, tapi dia dibuat tercengang saat mendapati mobil yang mereka tumpangi memang sudah terparkir di depan tempat pesta.
"Astaga... bagaimana bisa?" Wajah Angel masih terlihat tak percaya, pasalnya dia merasa baru beberapa menit keluar dari rumahnya.
"Keluar lah."
Lagi-lagi Angel kembali dibuat bingung saat tiba-tiba Erick sudah membukakan pintu mobil hanya dalam satu kedipan mata.
"Apa kau akan terus melamun?"
Angel mengerjapkan mata dan menggeleng cepat, mencoba menghilangkan segala macam kecurigaan yang saat ini saling berteriak di dalam kepalanya. Dia segera keluar dari mobil, tampak pasrah ketika sebelah tangan Erick mulai memeluk pinggangnya posesif.
Mereka memasuki tempat pesta, langsung disambut dengan dentuman musik keras dan kerlap kerlip lampu menyilaukan. Angel yang memang tidak pernah menyambangi sebuah klub malam, langsung merasa tak nyaman dengan segala macam hal yang ada di sekitarnya saat ini.
"Kau tidak suka?"
"Hanya sedikit tidak nyaman," jawab Angel dengan wajah meringis.
"Kalau begitu kita akan pergi dari sini."
"Ke man-" Mendadak kalimat Angel terjeda saat tiba-tiba bibirnya terbungkam oleh bibir pemuda itu. Angel refleks memejamkan mata, menikmati bibir dingin Erick yang mulai melumat setiap inci bibirnya.
Semua terasa aneh, ada rasa manis yang seolah sangat disukainya dari bibir pria itu. Bahkan Angel merasa tak ingin melepasnya, dan malah ikut membalas ciuman Erick tak kalah menggebu. Namun, tiba-tiba pemuda itu menarik lepas bibirnya, membuat Angel seolah merasa kehilangan.
"Ready for tonight?"
Pertanyaan itu menggelitik telinga Angel, membuat matanya kembali terbuka. Dia ingin menjawab, tapi apa yang ada di sekitarnya saat ini membuatnya membeku, karena ternyata mereka sudah berada di sebuah kamar asing dengan atmosfer menyeramkan.
"Kita di mana? Bagaimana bisa?"
"It's my room."