3. Rasa Takut Bercampur Dengan Nikmat

1028 Words
"Kau-" Nafas Angel tercekat dengan mata membulat, bibirnya kelu saat mendadak merasakan ketakutan yang luar biasa. "Siapa sebenarnya dirimu?!" "Erick Cullen, bukankah aku sudah mengatakannya tadi, Sayang?" Erick tersenyum miring, sebelah tangannya terulur untuk memainkan helaian rambut panjang gadis itu. Mendadak otak Angel kembali memutar ucapan Bella tentang "vampir" dan dia mulai mempercayainya. "Kau- bukan manusia?" Erick mengangkat sebelah alisnya."Lalu menurutmu aku apa?" "Vampir." "Vampir?" Bibir Erick kembali mengulas senyum miring, lalu perlahan menampilkan deretan giginya yang rapi. "Apa kau melihat sepasang taring di gigiku?" Angel menggeleng cepat. "Tidak, tapi dalam semua film tentang vampir, tidak selalu ada taring apalagi saat mereka tidak sedang haus. Dan malam ini semuanya aneh." Erick terdiam, memfokuskan matanya ke arah iris keabu-abuan di hadapannya. Dia tidak ingin Angel semakin takut padanya, hingga dia mencoba untuk mempengaruhi pikiran gadis itu. Namun, semua terasa sulit, dia benar-benar tidak bisa merubah sedikitpun apa yang ada di dalam otak Angel. "Sial, dia sangat kuat," umpat Erick dalam hati. "Aku... ingin pulang... aku mohon," pinta Angel dengan tubuh mulai gemetar, ketakutannya semakin memuncak. Dia bergerak mundur, memutar badan cepat saat tiba-tiba sudah mendapati Erick di hadapannya. "Astaga!" jerit Angel dengan berjingkat kaget. Dia semakin yakin bahwa pemuda yang ada di hadapannya sekarang bukan lah manusia biasa, karena pergerakannya bagaikan kilat yang hanya berlangsung sepersekian detik. "Kau... tidak akan bisa pergi dariku, Angel," gumam Erick sembari menyeringai. Sebelah tangannya terulur, menarik pinggang Angel hingga tubuh mereka lekat. "Karena kau adalah milikku." Angel bungkam, tubuhnya membeku saat bibir Erick telah melingkupi bibirnya. Aneh saat semua ketakutannya hilang seketika, berganti dengan rasa nyaman luar biasa. Dia merasakan rasa manis yang tak biasa dari penyatuan bibir mereka, juga aroma wangi yang membuat tubuhnya seolah melayang. "Aku suka ini... aku tidak ingin berhenti," jerit hati Angel. Dia membalas ciuman Erick tak kalah menggebu, saling membelitkan lidah dan mengecap setiap incinya. Terdengar erangan pelan yang keluar dari bibir Angel, membuat Erick yakin bahwa gadis itu mulai menikmati ciumannya. Dia tersenyum di sela ciumannya, mulai mengerti titik lemah dari Angel yang ternyata hanya bisa dikendalikan melalui sebuah ciuman. Erick masih terus mengulum bibir Angel atas bawah, dengan menjalankan tangannya untuk menarik kuat tali-tali gaun Angel hingga terlepas seluruhnya. Gadis itu bahkan tampak pasrah saat gaunnya meluncur ke bawah, berubah menjadi kain tak berharga. Erick melepaskan bibirnya enggan, membawa kakinya untuk mundur satu langkah. Kini mata coklat terangnya berbinar cerah, mendapati tubuh indah Angel yang hanya berbalut kain segitiga tipis berwarna hitam. "Sangat cantik." Kesadaran Angel masih sangat baik, dia pun masih bisa merasakan gelenyar hangat yang menjalari tubuhnya hanya karena tatapan intens dari pemuda itu. Saat ini, hanya rasa takutnya yang menghilang, seolah melupakan segala keanehan yang baru saja dirasakan. Dengan gerakan secepat kilat, Erick sudah membaringkan tubuh Angel di atas ranjang berlapis kain sutra miliknya, juga membawa tubuhnya menindih tubuh Angel yang sudah polos sempurna. Wajah mereka sudah tak berjarak, dengan tatapan Erick yang seolah mengikat mata indah di bawahnya. "Malam ini kau benar-benar akan menjadi pasangan abadiku, Angel... dan aku sudah menunggunya selama ribuan tahun." "Apa maksudmu?" Tanya Angel tak mengerti, tapi sekali lagi- dia tak merasakan kecurigaan atau ketakutan apa pun saat ini. Erick tersenyum miring, membawa punggung tangannya untuk menikmati kelembutan wajah gadis itu. "Malam ini, kau akan menjadi milikku untuk selamanya." Perlahan Erick menurunkan wajahnya, membawa hidungnya menjalari leher Angel yang terpampang untuknya. Dia menghirup kuat-kuat aroma gadis itu, aroma kenikmatan yang sekita membuatnya lapar. "Kau sangat harum, Sayang...." bisik Angel sembari menjilat kulit leher Angel, membuat gigi taringnya seketika muncul. Dia bersiap menggigit leher Angel untuk memberikan tanda khusus sebagai pasangan abadinya. Tampak gigi taringnya yang sudah menempel erat, tapi tiba-tiba suara Angel menghentikannya. "Erick...." Suara lembut itu seketika menggetarkan hatinya, membuat sisi buasnya menghilang begitu saja, bahkan taringnya pun kembali memendek menjadi gigi normal. "Aku menginginkanmu...." Kalimat tersebut bagaikan sebuah mantra yang melembutkan hati Erick. Dia kehilangan sisi vampirnya, dan berganti selayaknya pemuda yang jatuh cinta. "Erick...." Angel menarik sisi wajah Erick agar lebih mendekat padanya. Entah kenapa dia mulai merasakan ketertarikan luar biasa pada pemuda itu. Bahkan dengan berani, Angel mulai kembali melingkupi bibir Erick lebih dulu, memancing gairah pemuda itu tanpa malu-malu. Erick menggeram rendah, menjalarkan tangannya untuk menikmati kelembutan kulit tubuh Angel di semua bagian. Dia menarik ciumannya hingga terlepas kasar, berganti menikmati dua bukit indah yang telah tegak menantang. "Owh!" Angel membusungkan d**a dengan mata terpejam erat, terhenyak oleh kenikmatan yang baru pertama kali dirasakan. Tubunya berdesir tak karuan, apalagi saat merasakan hisapan lembut dari bibir Erick pada puncaknya. Logika Angel lumpuh, berganti dengan hasrat nafsu yang menggebu. Dia menyukai setiap sentuhan dari Erick, menikmati perjalanan lidah Erick yang kini telah menyentuh intinya. "Aaahhh... Erick!" Erick semakin bersemangat, memainkan inti Angel yang terasa begitu manis. Sesekali dia menghisap, menggigit lembut hingga membuat tubuh gadis itu mengejang hebat. Angel telah mencapai pelepasan pertama dalam delapan belas tahun hidupnya. "Kau suka?" Erick kembali mensejajarkan wajah mereka, menatap wajah Angel yang merona. "Kau akan lebih menyukainya setelah ini." Erick kembali menyerang bibir Angel, kini lebih kasar dan menggebu. Sedangkan di bawah sana, miliknya mulai menguak bibir yang lain, mencoba menerobos masuk ke lembah hangat yang masih terkunci rapat. "Sakit...." rintih Angel saat merasakan perih yang perlahan mendera, membuat kuku-kuku jarinya menancap kuat pada kulit punggung pemuda itu. Erick menghentikan segala gerakannya, menatap iba pada wajah Angel yang meringis kesakitan. "Aneh, tidak biasanya aku seperti ini," gumam Erick dalam hati, karena biasanya dia sangat menyukai wanitanya yang kesakitan saat bercinta. Tapi tidak untuk Angel, dia tidak suka melihat gadis itu seperti ini. "Aku... tidak bisa berhenti," desis Erick dengan rahangnya yang mengetat. "Kalau begitu jangan berhenti," jawab Angel dengan tatapan lekat, dan entah mendapat keberanian dari mana sampai bisa berkata seperti itu. Alhasil, Erick kembali melanjutkan aktivitasnya, melesakkan miliknya lebih dalam pada lembah sempit milik gadis itu. "Owh... kau sangat nikmat." "Erick... ah...." Perlahan tapi pasti, rasa sakit yang dirasakan Angel berganti dengan rasa nikmat yang menyenangkan. Bahkan Angel mulai menggerakkan pinggangnya secara alami, mengimbangi hujaman kuat dari milik Erick yang memenuhi intinya. Malam ini, kamar yang biasanya berselimut hawa dingin menyeramkan, berganti dengan kehangatan penuh gairah yang menyenangkan. Tubuh mereka terus melekat sepanjang malam, mereguk kenikmatan penuh gairah yang menjadi saksi penyatuan dua makhluk berbeda dunia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD