6. Kenyataan Yang Sulit Diterima

1116 Words
"Aku tidak bisa menikah denganmu." "Kau tak punya pilihan," ucap Erick dengan tatapan lekat pada wajah sembab di hadapannya, ibu jarinya masih betah membelai pipi Angel yang basah karena air mata. "Kau memang sudah ditakdirkan untuk menjadi pasanganku... mau tak mau." "Ini bukan film, Erick!" bentak Angel dengan wajah kesal, tapi tak bisa dipungkiri bahwa matanya menyorot bingung. "Aku manusia dan kamu vampir, mana mungkin kita bisa menikah?!" "Kau telah mempercayai diriku sebagai vampir, kenapa kau tidak percaya kalau kita bisa bersatu?" Angel tertegun. Benar kata Erick, baru saja tanpa sadar dia telah mempercayai adanya vampir dalam kehidupan ini, dan bukan hanya cosplay sebuah film. "Dunia ini penuh misteri, Sayang... banyak hal di luar nalar yang memang terjadi." "Tapi... kenapa harus diriku?" Tanya Angel lirih, rasanya otaknya sudah terlalu lelah untuk bisa mencerna semuanya. "Karena kau bukan manusia seutuhnya." Lagi-lagi wajah Angel tampak terperangah, mata dan mulutnya kembali terbuka lebar. "Apa... maksudmu?" "Kau adalah benih dari kisah cinta seorang Orion dan manusia," jawab Erick dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Sontak kening Angel berkerut dalam. "Itu... apa?" "Ikutlah denganku," ucap Erick sembari bangkit dari tepi ranjang, mengulurkan sebelah tangannya ke arah gadis itu, "dan aku akan menunjukkan padamu semuanya." Dengan ragu, Angel menautkan tangannya pada tangan dingin itu. Dia tidak memiliki pilihan lain, apalagi saat rasa penasarannya sudah benar-benar memuncak di kepala. Kakinya melangkah di belakang Erick, keluar dari kamar yang ditempatinya untuk pertama kali. Angel bergidik ngeri saat seketika terkepung oleh atmosfer dingin di sekitarnya. Setiap sudut yang dilewati, tampak sunyi dengan pencahayaan yang sangat minim, hanya terasa hembusan-hembusan dingin yang entah datang dari mana. "Kita akan ke mana?" Tanya Angel memecah keheningan. "Nanti kau akan tahu," jawab Erick tanpa menoleh. Angel masih terus melangkah bersama dengan pria itu, tangannya pun masih digenggam erat. Mereka tampak berpapasan dengan beberapa orang yang juga berkulit pucat, dan semuanya selalu membungkuk hormat kepada Erick. "Jadi, kau benar-benar Raja vampir?" "Menurutmu?" Erick menoleh dengan senyum tipis. "Anne bilang kalau kau adalah pimpinan vampir dari klan Cullen," jawab Angel. "Syukurlah kalau kau sudah mengenal pelayan pribadimu," balas Erick yang sudah menghentikan langkah, tepat di depan sebuah pintu kayu yang penuh dengan ukiran rumit di permukaannya. "Hah?" Angel mendengus keras saat kembali dihadapkan pada kejadian magis, pintu tersebut langsung terbuka bahkan tanpa disentuh oleh mereka. Angel kembali diserang oleh hawa dingin saat memasuki ruangan besar tersebut, membuatnya refleks memeluk dirinya sendiri. Kini matanya mengedar, mengamati ruangan besar yang tampak seperti sebuah ruang kerja, dengan rak buku menjulang tinggi hingga sampai ke langit-langit ruangan. Di depan sana, terlihat sebuah kursi besar dengan model khas milik seorang raja, dilengkapi meja di di hadapannya. Namun, yang membuat Angel terpaku saat ini adalah sebuah pigura besar yang tertempel di sisi lain ruangan, menampilkan foto seorang wanita yang memiliki wajah sangat mirip dengannya dalam versi tampilan lebih kuno. Tubuh Angel membeku, merasakan desir ketakutan yang kembali menyerang dirinya hanya karena melihat foto tersebut. "Siapa... dia?" "Dia adalah Cornellia Cullen, putri Raja Cullen yang jatuh cinta dengan seorang manusia biasa," jawab Erick dengan ikut menatap foto wanita itu. "Kenapa wajahnya mirip denganku?" Tanya Angel dengan kedua tangan terkepal erat di sisi tubuh, mencoba tetap tenang walaupun rasanya dia hampir pingsan. "Karena dia adalah ibumu." "Apa?!" pekik Angel dengan refleks menoleh ke arah Erick. "Kau bercanda?!" Erick tersenyum kecil, matanya masih tak bergeser dari foto tersebut. "Cornellia adalah calon Ratu bangsa ini, tapi dia melakukan kesalahan dengan jatuh cinta pada manusia. Mereka berhubungan hingga Cornellia hamil dan melahirkan dirimu, tapi Raja Cullen menolak kehadiranmu yang dianggap akan merusak kemurnian bangsa vampir. Akhirnya kau dibuang ke dunia manusia, sedangkan ayahmu dibunuh di hadapan Cornellia. Karena kesedihan yang mendalam, Cornellia memutuskan bunuh diri dengan membakar dirinya sendiri." "Kekonyolan apa lagi ini?" Gumam Angel dengan kepala yang sudah terasa berputar. Dia ingin sekali menolak keaslian dari cerita tersebut, tapi hatinya seolah mengamininya. "Keluarga Matthew hanya mengadopsi mu, kau bisa mencari tahu sendiri kebenarannya setelah pulang nanti." Angel memejamkan mata sejenak, rahangnya tampak mengetat sebelum kembali menatap Erick tajam. "Kalau memang aku keturunan vampir, kenapa aku bisa menjadi manusia normal?" "Karena Cornellia sengaja tidak memberikan jiwanya untukmu seluruhnya. Dia hanya mengandungmu, dan jiwa ayahmu lah yang lebih dominan di dalam tubuhmu," terang Erick tegas. "Hah? Aku benar-benar tak mempercayai ini." "Tapi kau tetap berbeda, Sayang," tambah Erick dengan sebelah tangan kembali membelai pipi Angel lembut. "Kau memiliki kekuatan luar biasa yang bisa menghancurkan bangsa-bangsa seperti kami, kau hanya belum tahu cara menggunakannya. Bahkan aku sendiri tidak bisa merasuki pikiranmu, padahal aku bisa melakukannya pada siapa pun." "Itu kenapa kau mau menikahiku?"Angel tersenyum miring. "Aku bisa menjadi Raja karena memang takdirku untuk menikahimu." Erick mendekatkan wajah, bibirnya mulai menjepit bibir bawah Angel yang sedikit terbuka. "Sial, aku tidak bisa menolaknya," gerutu Angel dalam hati saat bibir Erick sudah melumat bibirnya intens, mengulum atas bawah tanpa jeda. Dia menikmatinya, menikmati rasa manis dan desir menyenangkan setiap kali mereka berciuman. *** "Apa pun itu, aku tetap tidak mau menikah dengan vampir," gerutu Angel dengan berjalan ke sembarang arah. Dia terus melangkah berkeliling ke dalam kastil ini setelah Erick memberinya izin, tapi tetap dengan sang pelayan pribadi yang menemani. Angel tampak berhenti di sebuah halaman, menatap ke arah jajaran pohon tinggi menjulang yang mengitari kastil ini. Mendadak ada sebuah keinginan kuat untuk melarikan diri dari tempat menyeramkan ini, apalagi saat tak ada gerbang atau pun penjaga di sana. "Yang Mulia, sudah waktunya untuk makan malam," ucap Anne. Angel menoleh ke arah wanita itu. "Kenapa tidak ada penjaga di sini? Bukankah biasanya sebuah istana akan dijaga ketat?" Anne tersenyum manis. "Istana ini telah dikelilingi oleh mantra yang kuat. Makhluk asing akan langsung terbakar saat melewatinya, kecuali kami karena kami memiliki ini." Angel mengerutkan kening, menatap sebuah batu kecil bertuliskan nama "Anne" yang ada di telapak tangan pelayannya itu. Batu itu seperti sebuah batu giok, berwarna hitam kelam dengan corak putih berbentuk petir. "Ini batu apa?" "Ini adalah kunci untuk bisa melewati pagar mantra, dan semua orang yang di kastil ini pasti memilikinya," terang Anne. Angel mengangguk angguk pelan. Di detik selanjutnya, perhatiannya teralihkan oleh suara kereta kuda. Dia kembali menoleh ke depan, mendapati dua buah kereta kuda yang seolah baru saja menembus gerbang transparan di depan sana. "Kereta apa itu?" Tanya Angel dengan rasa penasaran yang begitu tinggi. "Itu adalah kereta-kereta yang membawa pelayan yang bertugas mencari bahan makanan. Biasanya kami akan dijadwal bergantian untuk pergi setiap malam." "Ada seperti itu juga? Bukannya vampir makan dengan cara berburu?" Anne tersenyum manis. "Kami vampir dengan derajat lebih tinggi, Yang Mulia... kami makan dengan cara yang benar, bukan membantai mahluk secara asal-asalan." "Ah jadi begitu," gumam Angel sembari mengangguk-angguk pelan. "Malam ini kebetulan adalah jadwal saya untuk pergi keluar." Dan detik itu juga, Angel merasakan sebuah angin segar untuk rencananya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD