Sudah Tahu

868 Words
“Ya kalau gitu kapan kamu mau nikahin aku?” Adrian bingung kalau ditanya seperti itu karena belum dapat ijin dari Isvara atau bisa dibilang Isvara tidak menyukai Trisha tapi malah menyukai Aruna. “Dari pada kamu ke Night Club, gimana kalau malam ini kamu datang ke rumah … biar Ara lebih dekat sama kamu.” Adrian memberikan sebuah ide agar ia bisa menjawab pertanyaan Trisha tentang kelanjutan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Karena kalau Ara memberi ijin, maka dia tidak akan menunda-nunda lagi pernikahan dengan Trisha. Trisha tampak menimbang tapi sebetulnya sudah tahu jawaban apa yang akan ia berikan kepada Adrian. Tok … Tok … “Masuk,” titah Adrian meninggikan suaranya agar terdengar oleh seseorang di balik pintu. “Maaf Pak Adrian, ini laporan yang Pak Adrian minta.” Seorang pria masuk membawa berkas di tangannya kemudian memberikan berkas tersebut kepada Adrian. Adrian membaca sekilas berkas itu dengan seksama menghasilkan rotasi mata jengah dari Trisha. Trisha tidak suka diabaikan. “Oke makasih ya, Pak Danu … oh ya, bisa tolong nanti di-compare sama laporan sampai tiga bulan ke belakang lalu kirim lewat email aja ke saya.” Adrian memberi instruksi. “Sekarang Pak?” Danu berharap Adrian menjawab besok. “Ya sekarang donk, Pak Danu … jam pulang kerja masih satu jam lagi, kan?” Kalimat itu terdengar sarkasme di telinga Danu. “I-iya, Pak … baik.” Danu undur diri usai menyanggupi permintaan Adrian. Di luar sana Danu bertemu dengan Selly yang tengah memoles bibirnya dengan lipstik. Wanita itu sepertinya hendak bersiap untuk pulang. “Enggak usah kecentilan, jam pulang kerja masih satu jam lagi, kan?” Danu meniru kalimat Adrian sembari melewati meja Selly. Selly menjulurkan lidah menantang Danu yang kemudian mendelik sebal ketika hendak berbelok di ujung lorong. Padahal Danu ingin bertemu seseorang sepulang kerja, ia harus bergegas mengerjakan permintaan Adrian tadi sebelum jam kerja usai. *** “Lho … Mas Danu, ngapain di sini?” Aruna terkejut tatkala mendapati Danu yang merupakan sahabat mendiang suaminya itu sedang duduk di pos satpam bersama Pak Yayat. “Nungguin kamu.” Danu menjawab terang-terangan. “Ada perlu apa, Mas?” Aruna mendekat sekalian meminta kunci mobil kepada sekuriti. “Kebetulan lagi ada disekitar sini, jadi mampir mau ngajak kamu pulang bareng.” Danu berdusta, padahal jarak dari gedung kantornya cukup jauh ke Dago. “Aku bawa mobil.” Aruna mengangkat kunci mobil yang baru saja diberikan Pak Yayat seraya menunjukkan tampang menyesal. Danu mengumpati dirinya yang lupa kalau Aruna mengemudikan sendiri mobilnya ke tempat kerja. “Kalau makan malam gimana?” Danu bersikeras, mencari celah agar bisa mengobrol dengan Aruna. Bisa dibilang kalau ini adalah ajakan Danu yang kesekian kali, ajakan sebelum-sebelumnya selalu ditolak Aruna karena ia benar-benar sibuk. Dan sekarang Aruna tidak memiliki alasan untuk menolak Danu. “Ya udah, mau makan di mana?” putus Aruna akhirnya menyanggupi. “Noah’s Barn, gimana?” Danu asal sebut saja nama Caffe resto sekitaran tempat kerja Aruna sebelum Aruna berubah pikiran. “Oke,” sahut Aruna. Keduanya masuk ke dalam mobil masing-masing lalu mengemudikannya ke Noah’s Barn. Danu tiba lebih dulu, pria itu membukakan pintu mobil untuk Aruna setelah Aruna selesai memarkirkan mobilnya. Dalam hati bertanya-tanya kenapa mobil Aruna bisa berganti menjadi mobil mewah keluaran Eropa? Setau Danu, mobil Aruna adalah Honda Civic putih. Aruna tersenyum sebagai bentuk rasa Terimakasih kepada Danu meski sikap Danu itu membuatnya risih. Aruna tidak serta-merta menjadi over percaya diri ketika Danu intens mendekatinya. Ia menganggap kalau Danu hanya kasihan kepadanya karena kini menjanda. “Sebelah sini,” kata seorang pelayan menuntun jalan. Mereka mendapat meja kecil yang hanya cukup untuk dua orang saja. Pelayan memberikan dua buku menu dan Aruna dengan cepat memilih menu makan malam. Setelah menyebut menu pesanan mereka, pelayan pun pergi meninggalkan Aruna dan Danu berdua saja di meja itu. Danu tampak canggung tapi tidak dengan Aruna. “Kamu baik-baik aja ‘kan?” Danu bertanya sambil menatap hangat pada Aruna. “Aku baik, Mas ….” Aruna menjawab dengan senyum simpul di bibirnya. Pria yang seumuran dengannya itu mengangguk-anggukan kepala. “Beberapa minggu lalu Rika dan anaknya mas Bian datang ke rumah,” celetuk Aruna. Entah kenapa ia ingin memancing Danu bicara tentang istri keduanya Bian. Sebagai sahabat dekat Bian—Danu pasti tahu kelakuan b***t suaminya. Dan benar saja, pupil mata Danu melebar terlihat jelas di wajah pria itu bila memang mengetahui tentang perselingkuhan Bian. Sekali lagi Aruna harus menelan kecewa, bisa-bisanya Danu diam saja mengetahui perselingkuhan tersebut. “Ri-Rika mendatangi kamu?” Danu tidak percaya dengan apa yang ditangkap indra pendengarannya. Aruna menganggukan kepala, pandangannya tertunduk menatap kedua tangan yang sedang memainkan tissue di atas meja. Terdengar helaan napas panjang keluar dari mulut Danu. “Gi-gini Aruna ….” Aruna mendongak menatap Danu tepat di mata. “Iya, gimana?” Aruna ingin sekali mendengar tentang apa saja yang diceritakan Bian pada Danu hingga memutuskan berselingkuh darinya. Tapi melihat bola mata Aruna yang teduh dan menyiratkan seribu luka di sana membuat Danu tidak tega mengatakan apapun tentang Bian karena semua tentang Bian adalah kemunafikan, kebrengsekan dan pengkhianatan. Danu memutus tatapan dengan Aruna, matanya mengerjap dengan sering. “Jadi kamu udah tahu semua?” Danu ingin memastikan apa saja yang sudah diketahui Aruna. Aruna menganggukan kepala.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD