Baru mengerti Sekarang

721 Words
Aruna memajukan bibir bawah, meniup udara hingga menerbangkan poninya. Papinya Isvara tadi memaksa agar Aruna membawa mobil BMW putih yang sedang dikendarainya saat ini kalau tidak mau pak Malik yang mengantar jemputnya setiap hari dari rumah ke kantor. Jadi, mana bisa Aruna menolak membawa mobil mewah ini? Dari pada pak Malik mengantar jemputnya setiap hari. Pak Malik tinggal di rumah Adrian di Setiabudhi lalu harus menjemput Aruna di Buah Batu untuk kemudian mengantarnya ke daerah Dago, ‘kan muter-muter jadinya. Kasian Pak Malik. Sekitar empat puluh lima menit kemudian akhirnya Aruna tiba di rumah padahal tadi dia melalui jalan tol. Ternyata lewat jalan tol lebih jauh, memutar dan tadi sempat tertahan traffict light Buah Batu yang pengemudi sampai bisa bikin konten t****k dulu saking lamanya untuk berubah ke warna hijau. Aruna membuka pintu pagar, memasukan mobil ke garasi lalu menutup pintu pagar lagi. Bagian depan rumah sudah dalam keadaan menyala berkat alat otomatis yang ia tempelkan di lampu teras sehingga lampu akan menyala jika hari mulai gelap dan mati dengan sendirinya jika hari sudah siang. Aruna mengembuskan napas panjang ketika masuk ke dalam rumah. Matanya selalu berair setiap kali melihat foto pernikahannya dengan mas Bian yang terpajang di ruang tamu. Aruna jadi ingat ucapan Adrian tadi, sebaiknya ia juga menyingkirkan foto itu karena begitu menyakitkan setiap kali melihatnya. Langkah Aruna kini sudah sampai di depan pintu kamar, Aruna merasakan perutnya perih. Ia baru sadar kalau ternyata belum makan malam, tadi setelah menyuapi Isvara—ia bermain sebentar lalu menidurkan gadis kecil itu. Aruna belum sempat makan. Akhirnya memutar badan, Aruna seret kakinya menuju dapur setelah tadi melempar tas ke sofa ruang televisi. Tangannya terulur ke atas mencari mie instant untuk di masak dan ia mendapatkannya lalu tertegun sesaat. FLASHBACK ON “Mas … mie instannya udah mateng.” “Waaa ….” Mata Bian berbinar melihat semangkuk mie instan dengan telur mata sapi di atasnya.” “Sini duduk, temenin aku makan.” Bian menarik kursi di sampingnya. “Kalau tahu Mas akan makan di rumah, tadi aku masak dulu.” Aruna mengerucutkan bibir. Merasa bersalah karena Bian jadi harus makan mie instan malam-malam begini. “Enggak apa-apa, aku juga pikir kalau aku dikasih makan malam di rapat tadi tapi Pak Adrian pelit, masa rapatnya cuma singkong sama ubi? Dia kata kita lagi ngeronda apa?” Bian bersungut-sungut. Adrian lagi yang disalahkan, padahal tidak ada rapat. Bian baru saja pulang dari rumah kontrakan Rika usai menabur benih di rahim wanita itu. Rika tidak bisa masak jadi Adrian kelaparan. “Nyebelin banget bosnya Mas itu ya.” Aruna terprovokasi. Bian mengangguk setuju. “Kamu mau enggak?” Bian menggulung mie dengan garpu kemudian menyodorkannya ke depan Aruna. Aruna menggelengkan kepala. “Buat Mas Bian aja … Mas pasti lapar abis kerja keras.” Iya, kerja keras bikin anak sama Rika. Bian terkekeh kemudian menghabiskan makan semangkuk mie instan dengan lahap. Pria itu lantas beranjak dari kursi setelah menghabiskan mie instan dan menenggak habis air mineral yang Aruna sediakan untuknya. “Aku tidur duluan ya, capek banget.” Bian mengecup pelipis Aruna ketika istrinya sedang mencuci mangkuk kotor bekas mie instan kemudian pergi meninggalkan Aruna sendiri di dapur. Aruna tersenyum kecut, ia pikir setelah makan mie instan Bian akan mengajaknya bercinta. Tapi harapan Aruna pupus, dua minggu lamanya ia tidak mendapat nafkah batin dari Bian. Aruna berusaha mengerti dan menganggap kalau psikis Bian sedang tertekan karena beratnya pekerjaan sehingga membuat suaminya itu jadi tidak berhasrat. FLASHBACK OFF Padahal mungkin bukan karena tertekan tapi karena telah melampiaskannya dengan wanita lain. Aruna baru menyadarinya. Ia membuang bungkus mie instan yang dipegangnya ke dalam tong sampah. Menarik kursi lalu naik untuk mengeluarkan banyak mie instan dari lemari kitchen set dan membuangnya ke tong sampah. Ia berjanji tidak akan memakan mie instan lagi. Setelah melakukan tindakan emosional membuang mie instan dengan napas memburu—Aruna beralih pada kulkas. Ada buah mangga yang sudah dikupas dan di potong-potong di dalam sebuah kotak. Aruna mengeluarkannya lalu membawa kotak berisi buah mangga itu ke ruang televisi. Menyalakan televisi kemudian mulai memakannya sambil berlinang air mata. Apakah Bian sadar kalau perselingkuhannya itu membuat Aruna menjadi tidak percaya diri. Aruna merasa dirinya tidak cantik dan tubuhnya tidak menarik juga tidak hebat dalam bercinta sehingga Bian berselingkuh. Padahal dibanding Rika, Aruna jauh lebih cantik. Hanya saja Rika terlalu murah dan Bian memang b******k.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD