Hanya Mirip

407 Words
“Papi … nanti mami ke sini lagi, kan?” Isvara bertanya, mata bulatnya mengerjap penuh permohonan. Ini yang Adrian khawatirkan, Isvara menagih bertemu lagi dengan Aruna. “Kayanya mami sibuk, tapi nanti papi tanya mami dulu ya.” Isvara tidak puas, menggerakan kepalanya hingga rambut yang dikuncuir dua itu bergerak ke sana ke mari. “Kata mami, mami enggak bisa tinggal di sini dan tidur sama papi karena belum menikah ….” “Betul.” Adrian menyahut cepat. “Terus … kenapa papi enggak nikahin mami aja?” Adrian tercenung sesaat, tangannya terulur mengusap kepala Isvara. “Ara ‘kan tahu wajah mami … ada fotonya di ruang kerja papi, kenapa Ara manggil tante Aruna dengan panggilan mami?” “Papi enggak liat? Senyum mami Aruna sama kaya di foto yang ada di ruang kerja papi.” Adrian mengerutkan keningnya. “Masa sih?” Ia bergumam. Adrian menikah dengan Tyas-maminya Isvara karena sebuah perjodohan. Tyas memang berparas cantik jadi Adrian menerimanya sebagai istri kemudian Tyas hamil dan meninggal saat melahirkan Isvara. Karena kesibukannya, Adrian tidak sempat mengalami jatuh cinta dengan Tyas dengan beribu macam momen manis. Dia pergi kerja pagi harinya lalu pulang ke rumah malam hari, bercinta dengan Tyas kemudian tidur lalu bangun keesokan harinya dan kerja lagi. Begitu terus setiap hari dan baru menyadarinya sekarang kalau ternyata banyak waktu dilewatkan Tyas dalam kesepian. Adrian jadi merasa bersalah sampai detail wajah mendiang istrinya sendiri tidak melekat dalam benaknya. “Jadi kamu menganggap mami Aruna adalah mami kamu karena senyumnya mirip?” Adrian bertanya. Dua kucir rambut Isvara bergerak karena kepalanya menggeleng. “Enggak, Papi … mami Aruna itu mami Ara.” “Tapi mami Ara ‘kan mami Tyas yang ada di foto … mami Aruna cuma mirip.” “Ih, Papi ngeyel ya ….” Isvara memberengut dengan kedua tangan terlipat di d**a. Adrian terkekeh, mengusap kepala Isvara lagi. “Kalau tante Trisha gimana?” Adrian bertanya dengan suara pelan. “Jangan bawa dia ke rumah lagi, Ara enggak suka.” Ada marah pada sorot mata Isvara ketika berkata demikian, entah siapa yang mengajarkan putrinya seperti itu. Apa mungkin omanya? “Araaa, mau ke mana?” Adrian meninggikan suara memanggil Isvara saat gadis itu telah berlari menjauh sebelum menghabiskan sarapannya. “Ara mau sekolah, kata mami kalau Ara pinter nanti mami seneng ... ayo cepet, Pi … anter Ara sekolah.” Isvara berteriak sambil berlari melewati pintu pemisah antara ruang makan dan ruang televisi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD