06 - Reject

1877 Words
“Dari mana kau tahu rumahku, Christian?” tanya Aurora takut-takut. ”Aku akan menceritakannya di dalam,” balas Christian santai. “Uh? Di dalam? Maksudnya apa?” tanya Aurora semakin bingung. “Kau tidak mau turun? Mau duduk di sana sampai kapan?” tanya Christian. Christian membukakan pintu untuk Aurora, laki-laki itu bahkan membantu Aurora membuka sabuk pengaman karena Aurora terlihat masih shock karena ia mengetahui letak rumahnya tanpa gadis itu beri tahu. Harusnya tadi Christian tidak lupa ber-acting supaya Aurora tidak terkejut seperti saat ini. Christian sempat lupa kalau Aurora gadis polos yang tidak tahu apa-apa. “Rupanya kau terlalu terkejut aku mengetahui rumahmu. Aku gendong saja untuk membantumu turun dari mobilku,” ucap Christian. Sedetik setelah Christian mengangkat tubuh Aurora dengan gaya bridal style, gadis itu berontak minta untuk dilepaskan. “Christian turunkan aku!” ”Kau sudah bisa menjernihkan pikiranmu?” tanya Christian memastikan. “Bisa, jadi turunkan aku. Aku punya kaki jadi tidak perlu kau gendong seperti ini.” ”Baiklah.” Christian menuruti ucapan Aurora untuk menurunkannya. Gadis itu langsung menjauh dua langkah dari posisi Christian berada. “Bisa kita masuk?” tanya Christian. ”Jangan bilang kau mau masuk?” tanya Aurora balik. “Ya, kenapa tidak?” ”Tidak bisa.” “Alasan apa lagi kali ini?” Christian melipat kedua tangannya di d**a. “Mama nggak ada di rumah, otomatis aku sendiri di rumah. Laki-laki dan perempuan tidak boleh berdua di rumah.” Christian melipat bibirnya ke dalam menahan tawa. Perutnya geli, ia tidak tahan akhirnya tertawa mendengar penuturan dari Aurora. ”Kenapa malah tertawa? Aku tidak sedang bercanda, Christian.” tanya Aurora kesal. “Memangnya aturan itu berlaku di Las Vegas? Mau aku tinggal denganmu pun tidak ada yang peduli, Aurora. Apa di negaramu ada peraturan konyol itu?” Aurora melirik kanan dan kiri. Untung saja perumahan di Las Vegas berbeda dengan Indonesia. Jarak dari satu rumah ke rumah lainnya cukup jauh. Lagi, tetangga di Las Vegas dan Indonesia berbanding terbalik. Di sini cenderung tidak peduli urusan orang lain. Point plus, tetangga julid jarang ditemui. “Itu bukan peraturan konyol,” ujar Aurora tidak terima kultur negaranya diejek Christian. ”Apa kita akan terus berdebat di sini?” tanya Christian mulai bosan berada di depan rumah Aurora tanpa masuk. “Tetap saja aku tidak mau membawamu masuk. Kalau mama tahu, aku nanti dimarahi.” “Ayolah, kau bukan anak kecil, Aurora. Aku hanya bertamu ke rumahmu. Bukankah aku juga teman kuliahmu?” Aurora lama berpikir, kesabaran Christian lagi lagi diuji. Apakah Christian terlalu lembek pada Aurora? Ini pertama kalinya ia mengikuti mau orang lain. Biasanya orang lain selalu menuruti ucapan dan kemauan Christian tanpa pria itu ucapkan dua kali. “Untung saja kau masih menarik di mataku, Aurora. Jika rasa tertarik ku padamu sudah hilang, entah apa yang aku lakukan nantinya kepadamu karena sudah membuatku menunggu seperti ini,” ujar Christian. ”Kenapa? Kau mau mengancamku lagi? Kau mau merundung ku seperti kau merundung Barney?” tantang Aurora. Christian tertawa singkat sebelum akhirnya membuang napas lelahnya. Ekspresi wajahnya berubah hanya dalam hitungan detik. “Sialan! Kau benar-benar menguji kesabaranku, hah?” tanya Christian tajam. “K- kenapa kau mudah marah sih?” tanya Aurora takut-takut. Ia melangkah mendahului Christian untuk masuk ke dalam rumahnya. Karena tidak mau hal buruk terjadi, akhirnya Aurora mengizinkan Christian untuk masuk. Hanya bertamu, tidak masalah. Berkali-kali Aurora menyugesti dirinya kalau tidak akan terjadi hal buruk. ”Duduklah di sana, aku mau meletakkan tas dulu di kamar,” ujar Aurora. Bukan Christian jika ia menurut begitu saja. Yang ada pria itu ikut sampai masuk ke kamar Aurora. Bahkan Aurora tidak sadar saat Christian sudah duduk di atas ranjang empuknya. Kala sadar, mata Aurora membulat sempurna karena panik. “Kenapa kau masuk kamarku? Ih! Keluar Christian!” usir Aurora. “Di rumah ini tidak ada mamamu, kan? Kenapa kau begitu takut?” “Bukan masalah ada mama atau enggak, tapi ini kan kamar perempuan. Kau laki-laki, jadi tidak boleh masuk ke kamar perempuan!” Christian membuang napas seraya memutar bola matanya muak dengan ocehan Aurora yang menurutnya tidak penting. Bukannya keluar, Christian justru merebahkan tubuhnya di tas kasur Aurora. Ia menatap langit langit kamar Aurora seraya merasakan kasur empuknya. Kamar Aurora terlihat sederhana, luasnya juga tidak sebanding dengan kamar Christian. Tapi entah kenapa berbaring di atas ranjang Aurora membuat Christian nyaman. Pria itu juga bisa merasakan aroma Aurora di ranjang itu. ”Christian keluar,” usir Aurora tidak mau menyerah. Gadis itu menghentakkan kakinya dan menarik tangan Christian untuk bangkit dari atas ranjang Aurora. Namun berat tubuh Christian tidak bisa ia atasi. Saat ia menarik tangan Christian untuk bangun, bukannya bergerak, justru Aurora yang lelah sendiri. ”Christian! Kau selalu minta didengarkan, tapi kau sendiri tidak mau mendengarkan orang lain. Bukankah kau egois?” Sekali lagi Aurora berusaha menarik tangan Christian untuk bangkit dari atas tempat tidurnya. Christian tertawa singkat, Aurora begitu lucu berusaha menariknya bangkit tapi tenaganya yang kecil itu terlihat sia-sia. Dengan sekali tarikan, Christian berhasil membuat Aurora terjerembap hingga jatuh di atas tubuhnya. Tak menunggu Aurora kabur, Christian menindihnya sehingga kini posisi Aurora ada di bawah Christian. Lagi-lagi Christian dengan mudah mengukung Aurora. “Apa yang mau kau lakukan?” tanya Aurora ngeri. “Kenapa kau berisik sekali Aurora, hm?” Aurora tidak bisa bicara saat Christian lagi-lagi mengintimidasinya. “Aurora,” panggil Christian. “Apa?” “Aku ingin having s*x denganmu.” Bugh! Aurora memukul d**a Christian keras. Namun meski begitu tidak ada reaksi signifikan dari Christian. “Kau gila, ya?” Aurora menghardik. ”Aku sudah gila dari dulu,” balas Christian enteng. Ia memperhatikan wajah Aurora lekat-lekat. Sekali lagi Aurora berusaha untuk berontak dan lepas, namun ia gagal saat Christian menahan kedua tangannya di samping kepala. “Ayo having s*x denganku. Rumahmu sedang tidak ada orang, kan?” Aurora menggeleng. Kesalahan besar saat membiarkan si sinting Christian masuk ke dalam rumahnya. Kini hal gila terjadi pada Aurora. ”Kenapa kau m***m sekali sih? A- aku tidak mau! Ka- kalau kau memaksa, berarti kau melecehkanku,” ucap Aurora berusaha untuk tidak terintimidasi dan berani. Meski pada kenyataannya Aurora takut setengah mati. Christian tidak terpengaruh dengan ucapan Aurora. Memangnya siapa peduli ia melecehkan siapa? Aurora saja yang bodoh tidak mau ia tiduri sementara perempuan lain antre ingin ia tiduri. Namun hal itu semakin membuat Christian tertarik pada Aurora. Semenjak bertemu dengan Aurora, Christian sudah tidak lagi bermain dengan sembarang perempuan karena kini di matanya semua perempuan tidak menarik kecuali Aurora. Christian penasaran, apa setelah ia berhasil tidur dengan Aurora, ia akan kembali normal dan tidak penasaran lagi dengan gadis itu? Ia tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan tertariknya kepada Aurora. “Rupanya meski aku minta baik-baik untuk melakukan s*x denganmu, kau tetap tidak akan mau,” ujar Christian. ”Sudah tahu, kan, aku tidak mau? Kenapa kau tidak bangkit dari atas tubuhku? Badanmu berat, Christian.” Tidak peduli dengan keluhan Aurora, Christian menjalankan rencananya. “Apa Barney tidak memberitahumu tentang aku?” Mata Aurora melirik ke kanan dan kiri panik. Barney sedikit memberi tahu Aurora tentang Christian, dan Aurora hanya tahu kalau Christian bukan orang baik melainkan orang jahat yang menyebalkan. Tapi Aurora juga tidak mungkin jujur mengatakannya, bisa-bisa Barney dalam bahaya. “T- tidak. Barney tidak bilang apa-apa.” Dan Christian tahu jika Aurora tidak pandai berbohong. Namun ia tidak mau mempermasalahkannya, ia bisa tahu kalau Aurora tidak mau ia mengganggu Barney karena kejujurannya. “Aku bukan orang baik, Aurora.” “Aku sudah tahu, kalau kau laki-laki baik, kau tidak mungkin menggangguku dan memaksaku ini itu dan berkali-kali membuatku takut.” ”Kau takut padaku?” tanya Christian dan dibalas anggukan jujur Aurora. “Tapi kenapa kau selalu membantahku jika kau takut?” “Aku takut, tapi aku tidak mungkin diam saja hakku diganggu, kan? Seperti sekarang, kau mengajakku s*x padahal kita tidak ada dalam hubungan apa-apa. Kalau pun ada hubungan aku juga tidak mau melakukan s*x sebelum menikah.” “Kau berlebihan jika meminta aku menikahimu, Aurora.” “Ihhh! Siapa yang minta kau nikahi sih?” ”Jangan berbelit. Kau turuti saja mauku. Aku ingin melakukan s*x denganmu. Karena aku tahu kau masih virgin, aku akan pelan-pelan.” Aurora semakin memukuli d**a Christian saat pria itu menunduk hendak menciumnya paksa. Tapi tenaga Aurora kalah, Christian berhasil mencium bibirnya. Bahkan Christian tidak peduli dengan perlawanan yang Aurora lakukan. Aurora takut sekali, ia sedang di rumah sendirian. “Kau jahat, Christian!” sentak Aurora seraya menangis. Ia menghapus bekas bibir Christian di bibirnya menggunakan punggung tangan. “Aku benci melihatmu menangis saat aku menginginkanmu Aurora. Melepaskan keperawananmu bukan hal sulit. Akan sangat aneh jika kau masih perawan di Las Vegas ini. Kau harusnya bersyukur memberikan keperawananmu padaku.” ”Jadi kata tertarik yang kau ucapkan karena kau ingin membuatku tidak virgin lagi?” ”Akhirnya kau mengerti ucapanku.” “Kenapa harus aku?” “Karena itu dirimu.” “Aku tidak mau, Christian.” “Meski kau mempertaruhkan keselamatan ibumu karena berani menolakku? Ada harga yang harus kau bayar jika berani menolakku Aurora.” ”Aku akan melaporkan perbuatanmu ke polisi! Aku bersumpah! Jika terjadi hal buruk kepada mamaku, aku akan menjebloskanmu ke dalam penjara!” “Barney sialan itu sepertinya melewatkan satu hal saat menjelekkan-jelekkan ku di depanmu.” Christian menghapus air mata yang tidak berhenti mengalir di pipi Aurora. “Dengar, Aurora. Las Vegas ada di bawah kakiku. Aku bebas melakukan apa pun di sini. Hukum? Mereka tidak bisa melawanku. Kau tahu? Kenapa mamamu tiba-tiba ada meeeting mendadak dan membiarkanmu dalam posisi seperti ini di bawahku? Itu semua karena aku menginginkannya. Jadi selama aku masih memintanya baik-baik turuti saja dan menjadi gadis baik.” Christian tersenyum puas saat melihat Aurora terlihat pasrah di bawah kendalinya. Gadis itu benar-benar ketakutan, bahkan keringat dingin tidak berhenti keluar dari pelipisnya. “Bukankah aku baik memilih tempat s*x pertama kita di atas ranjangmu sendiri?” ”A- aku akan melakukan apa pun, Christian. Jangan lakukan ini padaku, aku mohon,” isak Aurora menahan tangan Christian saat hendak membuka satu per satu kancing bajunya. ”Memangnya kau mau melakukan apa untukku?” “Apa pun, apa pun asal tidak ini. aku… aku tidak bisa.” Christian memperhatikan wajah Aurora yang kebas. Matanya yang basah penuh harap memohon kepadanya. Keringat dingin juga tidak berhenti mengalir. “Jadi teman Barney?” “M- ma- maksudnya apa?” “Jadi sasaran kebosananku saat aku bosan dengan Barney. Bagaimana?” “Kau akan merundung ku seperti Barney?” “exactly. Jadi pilih, Aurora. Menjadi mainanku menemani Barney, atau menjadi milikku?” “Aku… aku lebih memilih menjadi mainanmu menemani Barney.” Christian mendengkus, “Dasar gadis bodoh!” umpatnya marah. Ia bangkit dari atas tubuh Aurora. Ia tidak menyangka Aurora lebih memilih menjadi mainannya menemani Barnet ketimbang menjadi miliknya. Padahal Christian sudah bersikap lunak kepada Aurora. Harga diri Christian tercoreng begitu saja, dan ia marah. Aurora duduk, ia menutupi dadanya yang sedikit terbuka karena ulah Christian. Tangan Aurora tidak berhenti gemetar, ada perasaan lega saat Christian tidak lagi menindih tubuhnya. “Aku menawarkanmu surga, dan kau lebih memilih neraka?” Aurora diam saja. Christian menjambak Aurora keras sampai membuat gadis itu mendongak seraya meringis kesakitan. “Akan kutunjukkan apa itu neraka sampai membuatmu ingin mati Aurora,” bisik Christian. - to be continued -
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD