Sepeninggal Christian dari rumahnya, Aurora semakin keras menangis. Ia begitu terpukul dengan apa yang terjadi padanya. Christian menyeramkan, dan Aurora sudah memutuskan hal gila. Namun menurut Aurora, ia tidak masalah dengan hal itu. Setidaknya Aurora masih bisa menjaga diri dan tidak mengecewakan mamanya.
Menjadi teman Barney? Hal itu tidak pernah ada di bayangan Aurora. Entah apa yang akan Christian lakukan padanya, namun membayangkannya saja sudah berhasil membuat Aurora stress memikirkannya.
Bahkan saking lelahnya menangis, Aurora tidak mengganti pakaian, ia bahkan melewatkan makan malam. Perutnya yang keroncongan tidak Aurora pedulikan. Kini ia takut untuk berangkat ke kampus. Aurora takut kepada Christian dan tidak siap dengan konsekuensi yang ia terima nantinya karena menolak seorang Christian.
Bahkan saat mamanya pulang, Aurora pura-pura sudah tidur. Aurora tidak mau mamanya tahu kalau Aurora sedang dirundung masalah saat ini.
Sampai tengah malam, Aurora memutuskan untuk menghubungi Barney melalui pesan.
Aurora : Barney, apa kau sudah tidur?
Barney : Belum. Ada apa?
Aurora : Aku dalam masalah, Barney.
Barney : Jangan bilang mengenai Christian?
Bahkan saat Aurora membaca namanya saja sudah membuatnya takut dan semakin deras menangis.
Aurora : Iya. Aku takut kepada Christian. Aku tidak mau masuk kuliah, tapi nanti mama akan curiga dan membuatnya khawatir.
Barney : Kenapa kau takut padanya? Bukankah kau menjadi orang spesial yang dia pilih? Dia tertarik padamu, itu tandanya hidup perkuliahanmu tidak akan mendapat halangan apa pun bahkan saat nanti dia bosan padamu. Kau orang pilihan.
Aurora : Maksudnya apa?
Barney : Christian selalu seperti itu. Jika dia tertarik pada seorang perempuan, dia akan mengklaim perempuan itu menjadi kepunyaannya. Bahkan Christian memberikan apa pun kepada perempuan yang sudah membuatnya tertarik. Sekalipun perempuan itu Christian campakkan, tidak akan rugi karena perempuan itu akan mendapat nilai plus sebagai bekas kepunyaan Christian. Hidupnya akan mulus selama di kampus.
Aurora : Apa Christian selalu seperti itu?
Barney : Tidak, Aurora. Susah menarik perhatian Christian, itu kenapa perempuan pilihan Christian dianggap spesial. Sejauh ini hanya Shannon dan dirimu yang berhasil menarik perhatiannya.
Aurora : Shannon? Siapa dia?
Barney : Gadis populer kampus. Dia sangat cantik, namun entah karena apa Christian mencampakkannya. Hubungan mereka berjalan hanya dalam kurun waktu 3 bulan. Setelah itu Christian bosan padanya. Dan Shannon berhasil mendapatkan banyak keuntungan bahkan hanya dalam waktu tiga bulan. Mobil, rumah, dan masih banyak lagi termasuk kepopuleran.
Aurora membaca sederetan pesan yang Barney tulis. Cukup panjang. Harusnya mereka mengobrol via telepon saja, namun karena kondisi Aurora saat ini tidak memungkinkan, akhirnya mereka hanya bertukar pesan.
Aurora : Bagaimana kalau menolak menjadi kepunyaan Christian?
Barney : Siapa yang berani menolak laki-laki iblis itu?
Barney : Tunggu sebentar, jangan bilang kau menolaknya?
Aurora : Christian sudah membenciku, Barney. Apa yang harus aku lakukan? Aku takut.
Barney : Aurora apa kau gila?
Aurora : Aku tidak mau menjadi kepunyaan Christian. Dia seenaknya, dia memaksaku berhubungan s*x. Aku tidak mau.
Barney : Aurora sepertinya kau gila.
Aurora : Apa aku harus pasrah saat Christian melecehkanku?
Barney : Christian orang yang berbahaya, harusnya kau tahu itu. Aku sudah memperingatimu berkali-kali. Dia bersikap baik padamu, karena dia belum menunjukkan sikap aslinya padamu.
Aurora : Sudah, tadi dia menjambak rambutku keras, sambil mengancamku.
Barney : Itu tidak seberapa. Harusnya kau terima saja sikap Christian saat dia meminta padamu baik-baik. Menolaknya hanya akan mendatangkan bencana, tidak hanya pada dirimu, melainkan keluargamu juga.
Aurora : Barney? Aku harus apa?
Barney : Aku tidak bisa membantumu banyak, Aurora. Kau tahu sendiri posisiku bagaimana. Aku juga tidak berdaya di hadapan Christian.
Aurora melempar ponselnya kesal. Ia kembali menangis dan memeluk guling meratapi nasibnya akan bagaimana. Aurora semakin dilanda ketakutan. Dibentak dan dijambak saja sudah membuat Aurora stress begini, bagaimana selanjutnya? Aurora tidak pernah mendapat kekerasan sebelumnya. Tapi menerima tawaran Christian menjadi milikny juga bukan hal baik. Aurora tidak mau melakukannya.
Alhasil Aurora kembali menangis meratapi nasibnya.
”Apa yang harus aku lakukan?” tanyanya berkali-kali merasa frustrasi dengan apa yang ada.
***
Keesokan paginya, Aurora terbangun karena alarm di ponselnya yang berbunyi berkali-kali. Gadis itu meringis seraya mematikan ponselnya. Karena lelah semalaman menangis, akhirnya Aurora tertidur. Sekarang saat bangun ia justru tidak ingin melakukan apa-apa selain merebahkan tubuhnya. Padahal Aurora ada kelas pagi.
“Aku ingin bolos, aku tidak mau berangkat kuliah,” gumam Aurora.
Ia kembali memejamkan kedua matanya, namun pintu kamarnya tiba-tiba terbuka menampilkan sosok mamanya. “Sayang, kenapa belum bangun?” tanya Mama Aurora.
“Selamat pagi, Ma,” sapa Aurora. Dengan lemas Aurora duduk. Ia benar-benar tidak bersemangat menjalani harinya.
Mama Aurora masuk dan duduk di tepi ranjang putrinya.
“Kenapa, Aurora? Tumben kamu belum bangun dari tempat tidur jam segini?”
“Ma,” panggil Aurora dengan nada serak.
“Ada apa?”
“Mama kapan pindah ke Indonesia lagi? Jujur, Aurora nggak suka di sini. Aurora lebih suka di Indonesia, Ma.”
“ Kenapa tiba-tiba?”
”Nggak tahu, Aurora nggak cocok aja tinggal di sini. Aurora lebih suka di Indonesia.”
“Kamu hanya belum bisa beradaptasi aja, Sayang. Mama juga maunya kerja di Indonesia, tapi Mama bisa apa kalau hal ini menyangkut dengan pekerjaan mama?”
Aurora membuang napas lelah. “Aurora malas pergi ke kampus, Ma. Hari ini Aurora boleh bolos?” tanya Aurora takut-takut.
“Kamu sakit?” Mama Aurora meletakkan tangannya di kening Aurora, “kayaknya kamu baik-baik aja. Kenapa tiba-tiba mau bolos?”
Aurora tersenyum singkat sebelum menggeleng, “Nggak, Ma. Aurora bercanda aja, kok. Sebentar lagi Aurora mandi dan berangkat bareng Mama.”
“Mama kira kamu lagi kenapa-kenapa. Kalau ada apa-apa cerita ke Mama, ya, Aurora. Jangan dipendam. Paham?”
Aurora mengangguk seraya memamerkan senyum manisnya. Gadis itu tidak mau membuat mamanya khawatir dengan apa yang ia alami saat ini. Christian? Biarkan dia menjadi masalah Aurora di belakang. Sekarang ia tidak boleh menjadi beban mamanya, Aurora tidak mau menyusahkan mamanya.
”Ya udah kalau gitu Mama turun untuk menyiapkan sarapan. Kamu siap-siap.”
“Baik, Ma.”
***
Saat turun dari mobil mamanya, Aurora benar-benar tidak tenang. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Ia gundah dan takut. Diliriknya kanan dan kiri untuk memastikan Christian tidak ada di sekitarnya.
Namun baru saja Aurora masuk ke dalam kelas, justru ia melihat Christian duduk seraya tersenyum penuh arti kepadanya. Aurora bodoh! Harusnya ia membolos saja hari ini. Ia lupa jam pagi ia mengikuti kelas dosen yang sama dengan Christian yang merupakan seniornya di kampus. Yang lebih menyebalkan lagi, semua bangku terisi penuh kecuali satu tempat yaitu di samping Christian.
Tangan Aurora langsung mengeluarkan keringat dingin. Gadis itu meremas tas yang ia cangking. Dengan langkah berat ia berjalan menghampiri meja
Aurora duduk seraya menunduk dalam. Christian tidak melakukan apa-apa, ia hanya diam. Sampai dosen datang dan memulai jam kuliah. Selama jam kuliah berlangsung, Christian tidak melakukan apa-apa selain diam. Bahkan saat mencatat, ia tidak melakukannya karena ada Barney, orang yang melakukan apa pun untuk Christian.
Puncaknya saat dosen memberi salam untuk mengakhiri kelas. Aurora dengan tangan gemetarnya sudah memasukkan semua buku. Saat ia berdiri, pergelangan tangannya ditahan justru Christian. Tanpa sepatah kata pun Christian menahan Aurora untuk duduk dan tidak membiarkannya pergi sebelum kelas benar-benar kosong.
“Kalian dan Barney pergilah lebih dulu. Aku ingin bermain dengan mainan baru ku di sini berdua,” ucap Christian kepada dua temannya.
Tanpa membantah, Noah dan Samuel menyeret Barney keluar dari kelas meningggalkan Aurora yang sudah tertekan di tempatnya karena ulah Christian yang bahkan belum melakukan apa apa kepadanya.
“Rupanya kau punya nyali juga datang ke kampus?” tanya Christian tajam.
Aurora tidak bisa menjawab, ia diam menunduk meremas rok yang tengah dikenakannya di bawah meja.
“Aurora,” panggil Christian tajam.
Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Christian kembali menjambak rambut Aurora dan mengarahkan wajahnya untuk menatap Christian. Sikap Christian begitu kasar. “Kalau aku mengajakmu bicara itu dijawab!” bentak Christian.
“A- aku bingung mau menjawab apa,” lirih Aurora menahan tangis.
Christian melepaskan jambakan rambutnya pada Aurora, kemudian menarik dagu Aurora. “Aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk menyiksamu, Aurora.”
”Jangan,” mohon Aurora.
“Kenapa? Kau mau berubah pikiran? Aku akan memberimu kesempatan.”
“Bukan begitu. Aku bisa melakukan apa pun perintahmu, Christian. Mengerjakan tugasmu, atau melakukan hal lain yang kau perintahkan.”
“Itu sudah menjadi tugas Barney.”
“Kau bisa menyuruhku apa saja. Membawakan tasmu, atau melakukan apa pun perintahmu.”
“Aku bukannya butuh pembantu.”
“Lalu aku harus apa?”
“Aku ingin kau mati karena sudah berani menolakku,” balas Christian.
Mata berkaca-kaca Aurora mendongak menatap kedua mata Christian yang begitu tajam menatapnya.
“Kenapa? Kau takut?” tanya Christian. “Satu yang harus kau tahu, Aurora. Aku tidak pernah gagal mendapatkan apa yang aku inginkan,” tekan Christian penuh makna.
“Aku minta maaf,” lirih Aurora.
“Kenapa kau minta maaf?” tanya Christian.
”Karena aku menolakmu.”
“Kau yakin?”
Aurora bingung dengan apa yang Christian ucapkan. Ia membelai wajah Aurora. “Setelah aku pikir-pikir, akan sangat sayang jika kau menjadi mainanku menemani Barney.”
“Apa itu tandanya kau akan melepaskanku? Memaafkanku?” tanya Aurora penuh harap. Ada nada riang saat ia mengatakannya.
Christian semakin tidak sabar menjalankan rencana liciknya. Pria itu tidak tahu kenapa bisa ia bertemu dengan gadis sepolos dan selugu Aurora.
“Dengan satu syarat,” ucap Christian.
“Apa?” tanya Aurora penuh harap.
”Ikutlah denganku sepulang dari kampus.”
“Uh? Ke mana?”
”Bantu aku memasak, ibuku akan mengunjungi apartemenku malam ini. Aku ingin menyiapkan makan malam untuknya, tapi aku tidak pandai memasak. Apa kau bisa memasak?”
Aurora berpikir sejenak, “Apa yang harus aku masak?”
“Mudah. Hanya sepiring pasta.”
“Hanya pasta?” tanya Aurora memastikan.
”Ya, hanya pasta. Tapi jika kau tidak bisa, aku juga tidak bisa memutuskan akan memaafkanmu atau tidak.”
“B- baik! Aku bisa memasak pasta. Aku akan membantumu membuatnya,” sergah Aurora cepat. Ia tidak mau membuang kesempatan yang ada. Meski sebenarnya Aurora tidak yakin apa ia bisa memasak pasta yang enak karena ia hanya pernah mencoba sesekali memasaknya membantu mamanya di rumah.
Christian yang awalnya berwajah kaku kini tersenyum. Pria itu mengusap puncak kepala Aurora. “Good girl,” pujinya singkat.
- To be continued -