7. Menyelamatkan Satu Nyawa

2781 Words
Sesampainya di sebuah Apartemen yang sedikit sederhana, Mikha dan Killian berlari ke lantai tiga dimana adik dari sang Pramugari tinggal. Menurut ingatan Killian, kamarnya nomor tiga puluh sembilan dan setelah berputar mencari, mereka akhirnya sampai di depan pintu kamar tempat pembunuhan selanjutnya akan terjadi atau sudah terjadi? Killian dan Mikha sungguh berharap hal itu belum terjadi, agar mereka bisa menyelamatkan gadis itu lebih dulu. Tapi melihat ada noda darah di pintu, pikiran mereka mulai buruk. "Sial!" Mikha mengumpat sambil berusaha membuka pintu Apartemen yang ternyata tidak terkunci. Tapi Killian menahan Mikha yang hendak masuk. Tidak lama kemudian pengelola Apartemen datang dan Mikha langsung menunjukkan lencana polisinya. Begitu mereka masuk, gadis itu sudah terkapar di lantai dengan beberapa luka tusukan. Kaki Killian melemas, dia merasa kesal karena kali ini dia gagal lagi menyelamatkan nyawa yang seharusnya bisa dia selamatkan seandainya pikirannya lebih terbuka. Tapi mendengar gadis itu merintih dan tangannya masih bergerak, itu artinya dia masih hidup. Killian dan Mikha langsung membawanya ke Rumah Sakit dan beruntungnya masih bisa diselamatkan. Killian tersenyum lega sambil menemui beberapa petinggi polisi yang juga bagian dari Theia. Mikha melirik sahabatnya dengan tatapan terheran-heran. Masih sulit mempercayai cerita Killian yang tidak masuk akal tentang kembali ke masa lalu. Tapi hari ini bukti itu kembali terpampang di depan matanya. Jika bukan karena informasi yang di catat Killian di bukunya, Mikha tidak akan tahu kalau sang Pramugari memiliki seorang adik yang juga akan menjadi sasaran pembunuh berantai itu. "Seperti yang diharapkan dari Tim Bintang. Kalian bisa datang tepat waktu di tempat sang adik, dengan informasi yang minim." Seorang Polisi Theia memuji keduanya dengan lirih. Killian tersenyum simpul begitupun dengan Mikha. Mereka berdua langsung undur diri, begitu kasus itu di tangani oleh kepolisian setempat. Baik baju Killian maupun Mikha penuh bercak darah. Dan hal itu akan menciptakan kesalah pahaman bagi Lika lagi. Tepat ketika mereka sampai di Parkiran Hotel, Lika terpaku dengan kaget melihat Killian dan Mikha keluar dari mobil dengan baju berlumuran darah. Teriakan gadis itu sontak membuat dua laki-laki itu menoleh. "Si-siapa lagi korbannya kali ini? Da-dasar pembunuh!" ucapnya sambil menunjuk Killian. Wajahnya terlihat sangat gugup. Gadis itu kemudian langsung lari tunggang langgang meninggalkan Killian dan Mikha yang menatapnya dengan tatapan heran. Killian kemudian tertawa melihat gadisnya semakin salah paham. "Apa sih?" Mikha bergumam bingung. "Nggak sadar baju kita penuh darah?" balas Killian santai. Setelahnya mereka naik ke lantai atas dan mandi. "Terus kenapa kita tiba-tiba di tuduh pembunuh sama anak itu?" Mikha bertanya dengan penasaran begitu selesai mandi dan duduk di ruang televisi. "Dia berpikir aku adalah pelaku pembunuhan di kampus karena aku sengaja memancingnya keluar dari kampus saat pembunuhan pertama akan terjadi. Tapi aku sedikit senang dia salah paham." Killian menjelaskan sambil tersenyum geli. "Kamu mulai gila gara-gara cinta." Mikha mencibir dengan malas. "Serius. Dia jadi makin sering berkeliaran di sekitarku karena penasaran. Hal itu menyenangkan karena dia sangat menggemaskan." ucapan Killian dibalas Mikha dengan tatapan malas. Setelah mengatai Killian Bucin gila, laki-laki itu langsung menyalakan televisi dan menaikkan Volumenya. Terlalu malas mendengar sahabatnya memamerkan kisah cintanya yang belakangan ini cukup manis di dalam versinya. Semakin kesal Mikha, Killian justru semakin semangat untuk bercerita. Keduanya akhirnya saling meledek sampai lelah. "Bagaimana rasanya kembali ke masa lalu Kill?" tiba-tiba Mikha bertanya setelah beberapa saat diam. "Rasanya seperti diberi kesempatan kedua sekaligus terasa seperti membawa beban yang berat di pundak. Apakah kali ini aku akan berhasil menyelamatkan Lika? Atau sebenarnya tidak ada takdir yang bisa diubah dan aku hanya akan mengulangi luka yang sama? Apa tujuan sebenarnya aku dikembalikan ke masa lalu? Benarkah aku hanya dikirim untuk menebus kesalahanku pada Lika? Pertanyaan-pertanyaan itu terus memenuhi kepalaku sampai aku kesulitan tidur di minggu-minggu pertama. Ada juga bagian diriku yang menolak kenyataan itu sama sepertimu. Apakah sebenarnya yang aku rasakan hanya mimpi? Atau aku mulai gila? Atau beban pikiranku terlalu berat sehingga aku depresi dan halusinasi? Otakku sendiri sulit menerimanya, karena itu aku paham kenapa kamu meragukan ku. Karena aku sendiri juga sempat meragukan ingatanku." penjelasan Killian membuat Mikha kembali diam. Dibanding merasa iri karena hal itu dianggap keberuntungan, Mikha sendiri justru tidak ingin mengalami hal itu. Karena merasakan kehilangan orang yang dicintai tepat di depannya dan disebabkan oleh kesalahannya adalah perasaan paling hancur yang Mikha sendiri enggan untuk membayangkannya. "Meski ada kesempatan ajaib seperti itu, aku lebih memilih tidak pernah mengalaminya. Mentalku mungkin tidak akan sekuat kamu Kill. Mungkin aku akan menjadi gila, kalau sampai hal itu terjadi padaku." balas Mikha jujur. Killian kemudian menoleh ke arah sahabatnya dan tersenyum simpul. "Melihat dari sepak terjangmu selama ini, aku mengerti kenapa Tuhan memilihmu untuk memperbaiki hal yang tidak tepat itu. Dari kejadian ini aku belajar bahwa di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Itu artinya hubunganku sama Hera yang kelihatan tidak mungkin karena hatinya untuk orang lain jadi terasa mungkin di otakku." Mikha kembali menambahkan. Mendengar itu Killian tertawa geli. "Tapi Mik, sebagai orang yang sudah mengalami hal paling buruk di dunia, aku akan memberi saran. Kejar selagi ada kesempatan! Karena rasa kehilangan setelah tidak melakukan apapun adalah penyesalan paling menyakitkan yang ada di dunia ini." ucapan Killian membuat Mikha diam selama beberapa saat. Memikirkan Hera selalu menjadi salah satu istirahat paling menyenangkan bagi Mikha, sekaligus menjadi Stress paling menyebalkan untuknya. Sejujurnya Mikha sangat memahami kenapa Killian bisa sampai melepaskan semua pencapaiannya demi Lika. Karena setiap kali Mikha memikirkan Hera, selain ada perasaan menyenangkan juga membuatnya gila sampai akan hilang akal rasanya. *** Beberapa hari berlalu dan sudah saatnya Killian kembali ke kampus. Setelah keluar dari kantor, laki-laki itu langsung melajukan mobil mewahnya ke kampus. Begitu masuk ke kelas, tatapan penuh tuduhan langsung dia terima dari Lika yang duduk di pojok belakang. Diam-diam Killian tersenyum geli. "Selamat siang semuanya. Apakah tugas yang minggu lalu saya berikan sudah selesai?" Mendengar pertanyaan itu, kelas langsung riuh. Tapi lima menit kemudian kertas tugasnya sudah terkumpul. Inilah alasan kenapa kampus Lika menjadi salah satu kampus dengan kualitas terbaik dari segi kualitas. Karena sistem pengajaran mereka yang ketat, semua Mahasiswa yang ada di sana tumbuh menjadi sangat disiplin. Mengajar anak-anak yang sudah terbentuk karakter disiplinnya di awal perkuliahan terasa lebih mudah bagi Killian yang terhitung baru di dunia pendidikan. Setelah menjelaskan materi dan memberikan simulasi di depan kelas, laki-laki itu memberikan tugas ringan secara berkelompok pada Mahasiswanya sementara dirinya memeriksa tugas liburan yang sekarang sudah terkumpul di mejanya. Senyumnya terbit begitu dia melihat lembar jawaban yang Lika kumpulkan. Ada gambar kepala iblis kecil di pojokan kertas, seolah dia sedang mengatai Killian adalah iblis. "Dasar menggemaskan." gumam Killian kemudian menggambarkan seorang gadis yang memiliki Style seperti Lika tepat di samping si Iblis dengan posisi sedang mencium pipi si Iblis. Setelahnya dia meletakkan lembar jawaban Lika di tumpukkan yang sudah selesai dia periksa. Beberapa menit kemudian dia meminta salah satu murid untuk membagikannya kembali. Begitu mendapatkan lembar tugasnya, Lika langsung terkejut dan menatap Killian dengan tatapan kesal. Killian hanya tersenyum simpul sambil mengedipkan sebelah matanya meledek. Entah kenapa wajah Lika yang sedikit memerah, terlihat cukup menggemaskan dimata laki-laki itu. "Dasar pak Tua Mesum." Sebuah pesan diterima oleh Killian. Pengirimnya tentu saja Lika. "Hati-hati, mungkin saja aku akan mengendap-endap ke kamarmu nanti malam karena aku merasa tersinggung diberikan gambar iblis oleh Mahasiswiku." balasan Killian membuat Lika melotot. Gadis itu langsung menoleh ke arah Killian yang sekarang sedang tersenyum menyebalkan di mejanya. Semua orang sibuk mengerjakan tugas sehingga tidak ada yang menyadari bahwa Mahasiswi dan Dosen itu sedang saling menggoda. "Itu boneka kambing yang lucu pak. Sepertinya bapak salah paham. Kebetulan hewan kesukaan saya adalah kambing yang memiliki tanduk kuat." Killian nyaris meledakkan tawanya membaca balasan Lika. Apalagi gadis itu langsung pura-pura sibuk mengerjakan tugas ketika Killian menoleh sambil sesekali melirik dengan khawatir. Killian benar-benar tidak menyangka, gadis yang dia sukai ternyata memiliki sisi menggemaskan seperti ini. Di kehidupan sebelumnya, Lika menyukai Killian lebih dulu sampai menyerupai obsesi. Karena itu, sikap yang Lika tunjukkan di depan Killian hanyalah sikap yang ingin di tunjukkan saja. Tapi kali ini keadaannya berbeda karena tidak ada ingatan tentang Killian di kepala Lika, sehingga sikap gadis itu jadi lebih jujur. Tiba-tiba Killian merasa kehidupan keduanya kali ini tidak terlalu buruk. Rasanya seperti Tuhan sedang membuatnya lebih mengenal Lika dengan cara yang berbeda. Malam harinya, Lika tidak bisa tidur. Entah kenapa chat yang dikirimkan oleh Killian di kelas membuatnya was-was. "Bagaimana kalau dia benar-benar datang dan ingin membunuhku?" gumamnya gelisah. "Lika bodoh! Lagian kenapa kamu terus memancing kemarahannya sih?" gerutunya lagi sambil memukul pelan kepalanya sendiri. Serina juga sedang tidak tidur di Asrama sehingga Lika tidur sendirian. Hal itu semakin membuat jantungnya berdebar hebat. Lika terlonjak kaget ketika telinganya mendengar langkah kaki di dekat tembok kamarnya. Disana ada sebuah jendela yang sudah dia pastikan terkunci dari dalam. Tubuhnya semakin gemetaran ketika mendengar sebuah pisau masuk melalui celah jendela. Lika menutup mulutnya dan mengambil ponselnya dengan gemetaran kemudian mengirimkan pesan pada Killian. "Pak saya minta maaf saya benar-benar hanya bercanda. Jadi jangan membunuh saya malam ini." Pesan itu dia kirimkan beserta foto pisau yang masuk melalui celah jendelanya. Membaca pesan itu, Killian langsung menelponnya. Lika segera mengangkat panggilan dari Dosennya itu dengan harapan teror di kamarnya berhenti. "Jangan bicara dan ikuti instruksiku! Mengerti Lika? Jangan membuat suara apapun dan berjalan ke belakang lemari yang ada disana." Perintah Killian tanpa pikir panjang Lika ikuti. "Buka rak paling bawah dari lemari itu dan raba bagian ujung belakangnya. Temukan tombol disana dan pencet." Perintah Killian kembali diikuti oleh Lika dan dia benar-benar menemukan sebuah tombol. Begitu tombol itu di tekan, bagian belakang lemari bergeser seperti sebuah pintu. "Masuk ke sana dan tekan kembali tombol yang ada samping pintu. Diam disana dan jangan keluar sampai saya datang ke kamar kamu. Mengerti Lika?" "Hmm!" Lika membalas dengan suara lirih yang terdengar seperti ingin menangis. Gadis itu berjongkok di ruangan kecil yang ada dibelakang lemari sambil memegang erat ponselnya. Panggilan Killian masih terhubung dan dia mendengar suara kendaraan. Itu artinya yang berusaha masuk ke kamarnya bukanlah Dosen tampannya itu. Tidak lama kemudian suara jendela dibuka terdengar. Membuat Lika semakin ketakutan. "Di-dia berhasil masuk pak." bisik Lika gemetaran. "Jangan takut Lika, dia tidak akan bisa masuk ke tempatmu sembunyi. Karena itu jangan membuat suara!" "Iya pak! Tolong cepat datang!" Lika terdengar seperti ingin menangis. Tidak lama kemudian terdengar suara keributan di kamar Lika dan sebuah teriakan yang Lika kenal. Itu adalah suara Jason, teman Steve. Tapi Lika tidak berani keluar dari ruang rahasia itu sampai seseorang membukanya dari luar. Lika langsung menangis dan menghambur ke pelukan Killian. "Tidak papa, semuanya sudah di tangani. Anak itu juga sudah dibawa ke kantor polisi. Sekarang Lika sudah aman." Suara Killian terdengar lirih dan menenangkan, bersamaan dengan usapan lembut yang Lika rasakan di punggungnya. "Kerja bagus karena kamu menghubungiku. Lain kali jika terjadi sesuatu, orang yang harus kamu hubungi adalah aku. Mengerti Lika?" "Iya pak Arsalan." balas Lika masih menangis. Killian menunggu gadis itu sampai tenang sambil melepaskan kerinduan yang menggunung. Memeluk Lika selalu menjadi hal yang menyenangkan bagi laki-laki itu. Setelah Lika cukup tenang, laki-laki itu mengajaknya keluar dari kampus dengan alasan mengantarnya pulang. "Mau mampir ke Kafe dulu nggak? Di dekat sini ada Kafe baru yang buka dua puluh empat jam dengan menu yang menarik. Mungkin kita bisa menemukan Cheese Cake dengan gambar kambing kesukaan kamu disana." Lika menolah ke arah Killian dengan tatapan sebal karena dia tahu, Dosen tampannya itu sedang meledeknya. "Nggak lucu." balasnya sambil melengos ke arah jalanan. Wajahnya terlihat memerah karena malu dan pikirannya melayang kembali ke kejadian sebelumnya dimana dia mendengar suara Jason. Killian melirik Lika sambil tersenyum geli, kemudian memarkirkan mobilnya di depan sebuah Kafe. Begitu sadar dari pikirannya, Lika langsung melotot ke arah Killian. "Aku tidak bilang mau mampir ke sini pak! Aku mau pulang!" Protesnya dengan wajah cemberut. "Ayo turun! Kita beli Cheese Cake gambar kambing." balas Killian tidak peduli. Senyum di bibirnya terlihat menyebalkan ketika dia membuka pintu mobil di samping Lika. "Aku tidak mau pergi ke kafe menggunakan baju tidur pak Arsalan! Kaya gitu saja nggak peka!" Omel Lika kesal. "Pakaian tidur kamu cukup lucu kan? Malu itu kalau kamu pakai pakaian tidur saya terus lari-larian keluar hotel seperti sebelumnya." Jawaban menyebalkan Killian membuat wajah Lika semakin kesal. Tapi dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk menolak karena Killian menariknya keluar__memaksanya seperti biasa dan membawanya masuk ke dalam Kafe yang ternyata sangat sepi. Hanya mereka pelanggan saat itu dan yang lebih mengejutkan lagi adalah benar-benar ada Cheese Cake dengan gambar kepala kambing. Mulut Lika sampai menganga tidak percaya dan tawa di bibir Killian pecah melihat reaksi tidak terduga dari gadis yang dia cintai itu. "Dari mana mereka menemukan cetakan gambar kepala kambing ini?" pertanyaan Lika kembali membuat Killian tertawa. "Makan saja Cake dengan bentuk kesukaan kamu itu." balas Killian masih dengan sisa tawa. Menatap gemas dengan ekspresi penuh selidik yang sekarang sedang dilayangkan oleh Lika padanya. Gadis itu terlihat seperti ingin melayangkan tuduhan, tapi urung dia lakukan karena Cheese Cake bergambar kepala kambing itu ternyata sangat enak. Matanya membulat dengan binar yang terlihat jelas. Killian tersenyum senang melihatnya. "Enak kan?" "Iya enak banget loh Pak. Kok bisa seenak ini sih? Ini pakai keju yang merek terkenal itu yah? Harganya pasti mahal yah pak?" Lika jadi cerewet dan ini adalah bagian yang paling Killian suka. Gadisnya selalu jadi banyak bicara saat dia sedang senang. Melihatnya banyak bicara sekarang, itu artinya Killian berhasil membuatnya senang. Lika yang awalnya tidak mau pergi ke Kafe itu, sekarang justru terlihat mencicipi hampir semua menunya dengan wajah yang terlihat penuh binar gembira. Tidak menyangka Killian yang dia pikir hanya mengerti urusan bisnis bisa menanggapi ocehannya tentang makanan dan bahan-bahan sulit yang biasanya tidak dipahami oleh orang awam. "Apakah Kafe ini milik bapak?" pertanyaan itu keluar dari mulut Lika, setelah dia merasa kekenyangan karena memakan banyak kue. "Bukan. Ini milik teman saya. Ini adalah cabang pertamanya di Paris tapi ternyata cukup sukses melihat kamu menyukai semua menunya." balas Killian sambil tersenyum. "Cabang pertama? Kalau begitu toko utamanya ada dimana pak?" "Indonesia." Jawaban Killian membuat dahi Lika berkerut. Entah kenapa dadanya berdebar ketika mendengar nama negara itu disebut. "Indonesia? Teman bapak orang Indonesia?" tanya Lika penasaran. "Saya juga orang Indonesia. Orang tuaku memiliki darah Indonesia. Apakah kamu tidak bisa melihat ada sedikit wajah Asia di sini!" Killian mengatakannya menggunakan Bahasa Indonesia kemudian menunjuk wajahnya diakhir kalimat. "Ya, itu sedikit terlihat." Lika menjawabnya menggunakan bahasa Indonesia juga dan setelahnya gadis itu melotot kaget. "Ba-bagaimana aku bisa memahami bahasa ini dan bahkan bisa menjawab ucapan bapak?" tanyanya gugup, bingung dan canggung karena Lika tidak ingat pernah belajar Bahasa Indonesia. Tapi Killian justru tersenyum. Sebuah senyuman yang terlihat senang. "Mungkin saja Cake gambar kepala kambing itu memiliki keajaiban yang bisa membuatmu memahami Bahasa Indonesia." balas Killian jahil. Lika kembali merengut sambil menatap Dosen tampannya itu dengan tatapan sebal. Tapi Killian justru semakin terlihat menyebalkan. Sampai mereka kembali ke Mobil, laki-laki itu terus meledek dengan menyebalkan. Membuat Lika benar-benar melupakan kejadian mengerikan di Asramanya tadi. "Terimakasih banyak untuk malam ini dan Cheese Cake kapala kambing yang enak itu. Saya akan memberitahukannya pada semua teman-temanku agar mereka datang ke Kafe teman bapak itu." ucap Lika sambil tersenyum. Terlihat sangat tulus sampai membuat jantung Killian berdebar hebat. Tidak lama kemudian Killua keluar sambil berlari dan memeluk putrinya dengan erat. "Kamu tidak papa kan Lika? Kamu tidak terluka?" tanya laki-laki itu panik. Killian mengerti kenapa reaksi Killua seperti itu. Sejak kejadian Lika terluka sampai kehilangan ingatannya dulu, laki-laki itu memang berubah sangat protektif pada Lika. Sampai di tahap yang lumayan menyebalkan dan membuat Lika enggan menceritakan keburukan di kampusnya karena takut di pindahkan lagi. Sebelum masuk ke kampusnya yang sekarang, Lika sudah berpindah lebih dari empat kampus karena sikap ayahnya yang berlebihan ini. "Kamu, masuk ke kantorku dan jelaskan semuanya!" Killua menunjuk Killian dengan ekspresi jengkel kemudian menarik Lika masuk ke dalam rumah dan mengantarnya ke kamar. "Papa, pak Arsalan tidak bersalah. Beliau justru melindungi aku. Papa jangan memarahinya yah! Aku tidak enak kalau beliau dimarahi." Mohon Lika dengan khawatir, melihat ekspresi ayahnya yang tidak baik. "Terimakasih karena Lika sudah mengikuti ucapan Papa untuk menghubungi Arsalan saat terjadi sesuatu. Sekarang Lika istirahat dan besok tidak usah berangkat kuliah dulu. Sementara kamu juga tidak diijinkan tinggal di Asrama." balas Killua lembut. Tidak menanggapi permintaan Lika untuk tidak memarahi Killian. Melihat itu Lika cukup panik. "Tap-tapi..." "Papa keluar dulu yah! Kamu langsung tidur!" potong Killua cepat kemudian keluar dari kamar putrinya dan menutup pintunya dengan rapat. "Mampus! Gimana kalau pak Arsalan di marahi Papa?" Lika mondar-mandir dengan khawatir di kamarnya. Kemudian berlari keluar Balkon begitu mendengar suara Killian di luar. Laki-laki itu menatap ke arahnya dan tersenyum tipis, kemudian masuk ke dalam mobil mewahnya lalu pergi. Perasaan Lika entah kenapa jadi campur aduk hanya karena diberikan senyuman semacam itu. Sekarang jadi banyak pertanyaan di kepala Lika. Bukan hanya tentang hubungannya dengan Indonesia, tapi juga tentang perasaannya pada Killian yang terasa aneh. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD