6. Informasi Masa Depan

1813 Words
Setelah Killian pergi, Lika langsung turun ke lantai bawah dan masuk ke ruang kerja Ayahnya. Disana Killua terlihat sedang duduk diam seperti banyak pikiran. Tapi melihat putri kesayangannya masuk, laki-laki itu tersenyum lembut. "Kenapa Lika belum tidur?" tanyanya. "Ternyata Papa beneran kenal sama Dosen Lika yang menyebalkan itu. Tadinya aku pikir orang itu berbohong. Sejak kapan papa kenal sama pak Arsalan? Kalian tidak dalam hubungan bisnis yang kotor atau semacamnya kan?" berondongan pertanyaan aneh dari sang Putri, membuat Killua terkekeh geli. Dia tidak menyangka, Image Killian di depan Lika seburuk itu. "Kami teman lama dan dia bukan orang yang akan melakukan hal aneh. Kenapa kamu berpikiran seperti itu? Bukankah dia lumayan tampan?" balas Killua dengan nada meledek. Lika mendesah berat kemudian duduk di kursi yang ada di hadapan ayahnya. "Tampan percuma kalau pembunuh." ucapan Lika membuat Killua kaget. "Pembunuh? Siapa? Arsalan?" tanya Killua kemudian tertawa terbahak-bahak. Matanya berbinar tertarik menyadari ada kesalahpahaman yang menggemaskan antara Killian dan Lika. Di dalam hatinya terasa hangat, karena Killian akhirnya bergerak secara terang-terangan untuk berhubungan dengan Lika lagi. Meskipun Killua sendiri tidak tahu pasti alasan kenapa Killian meninggalkan ujian menjadi Captain di Theia dan memilih menjadi Agent biasa di Paris, tapi perasaannya mengatakan hal itu berhubungan dengan Lika. Karena firasat itulah, hati Killua terasa hangat. Dia dan Elizabet sejujurnya masih berharap putrinya bersama Killian karena dirasa sangat cocok. Selain itu, Lika juga terlihat sangat bahagia ketika menjadi kekasih Killian dulu. "Ayah jangan tertawa. Selama ini insting Lika sangat kuat kalau ada orang yang mencurigakan bukan? Pak Arsalan adalah orang paling mencurigakan yang pernah Lika temui. Seperti ada sesuatu di dalam dirinya yang membuat rasa penasaran Lika membludak dengan mengerikan. Pertemuan pertama kami juga cukup menyebalkan, selain itu gerak-geriknya di hari pembunuhan sangat aneh. Setelah mayat Senior Lika ditemukan, dia pura-pura polos keluar dari kamarnya pakai Piama, padahal Lika jelas lihat dia keluar dari kampus diam-diam pakai jaket hitam sebelumnya." Saking inginnya membuat Killua percaya kalau Killian adalah pembunuh, Lika sampai keceplosan menceritakan tentang pembunuhan yang terjadi di kampusnya. Padahal dia sengaja diam saja agar tidak dipindahkan kuliah karena ayahnya sangat protektif. "Kenapa kamu baru cerita kalau ada kejadian mengerikan itu di kampus kamu? Ini masalah yang serius loh Lika?" "Maaf Papa! Tapi pak Dekan mengatakan orang tua tidak perlu mengetahui kasus ini, karena mereka akan menanganinya. Jika informasi sampai bocor ke orang tua murid maka ada kemungkinan kampus akan kehilangan kredibilitasnya dan di cabut izinnya karena masalah akibat bunuh diri sebelumnya masih belum selesai sampai sekarang." Penjelasan Lika tidak sepenuhnya bohong. Pihak kampus memang menekankan agar kejadian pembunuhan itu jangan sampai tersebar ke luar. Dengan banyak dalih, mereka bahkan mengumumkan kematian senior Lika itu bukan karena dibunuh, melainkan karena bunuh diri akibat tekanan Olimpiade yang berat. Tapi tentu saja Lika dan beberapa orang yang melihat mayatnya tidak percaya jika hal itu adalah bunuh diri. "Kalau kamu memang berpikir pak Arsalan terlibat dalam pembunuhan itu dan bahkan pembunuhnya, kenapa kamu tidak takut bersamanya? Kamu bahkan percaya diantarkan pulang olehnya hanya karena dia mengatakan akan sekalian bertemu dengan Papa. Kamu tidak mengetahui dengan pasti kalau dia benar-benar mengenal Papa atau tidak kan Lika?" Pertanyaan Killua membuat Lika diam selama beberapa saat. Dia bingung menjelaskan perasaannya. Ada rasa curiga yang besar, tapi anehnya dia tidak merasa khawatir setiap bersama Killian. Justru ada perasaan menyenangkan yang aneh dan meningkatkan rasa penasarannya. Padahal selama ini, Lika terkenal sebagai gadis dengan isnting yang tajam. Dia juga tidak segan menjauhi orang yang menurutnya tidak baik. Pada Steve yang paling berpotensi sebagai laki-laki idaman di kampusnya saja, Lika tidak segan mengambil langkah tegas seperti kemarin. Tapi kenapa dia terus berkeliaran di sekitaran Killian yang jelas-jelas mencurigakan tanpa merasa takut sedikitpun? "Apakah aku pernah mengenalnya sebelumnya papa? Atau dia bagian dari masa lalu yang aku lupakan?" Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Lika. "Tanpa ingatan, semua ucapan Papa hanya akan jadi omong kosong. Karena itu kamu harus mencari tahu sendiri, siapa Arsalan untukmu? Dan di kampus kamu yang mencurigakan itu, satu-satunya orang yang bisa papa percaya hanyalah Arsalan. Jadi, ingat baik-baik hal ini Lika! Jika terjadi sesuatu sama kamu, cari dia! Jangan cari orang lain, tapi cari dia! Arsalan tidak akan berani melukai putri Papa." ucapan Killua yang terlihat sangat yakin membuat dahi Lika berkerut. Tapi sebesar apapun dia berusaha untuk mengingatnya, tidak ada Killian disana. Dan melihat besarnya rasa percaya sang ayah pada Dosen yang dinilai mencurigakan, justru semakin membuat Lika penasaran pada laki-laki tampan yang wanginya sangat enak di hidung Lika itu. *** Hari ini Killian datang ke kantor pagi-pagi sekali, karena pekerjaan sedang banyak. Kampus libur beberapa hari karena sedang ada acara kenegaraan sehingga semua kegiatan belajar dan kantor di liburkan. Tapi karena kantor Killian sedang menghadapi kesibukan bulanan setiap akhir bulan, semua karyawan tetap berangkat dengan bayaran lembur. Sebenarnya Killian berangkat ke kantor setiap hari karena jadwalnya di kampus rata-rata setelah jam makan siang. Pemilik Cambeland sendiri tidak menentukan jam kerja karena dirinya lebih suka bekerja melalui monitoring. Itulah alasan kenapa Killian tidak selalu harus berada di kantor. Keberadaanya di kampus Lika juga sudah atas ijin pemilik Cambeland dan atas rekomendasinya sehingga tidak ada masalah antara dua pekerjaan yang berbeda itu. "Pak Arsalan, baju tidur yang waktu itu saya bawa kabur mau saya kembalikan atau tidak?" pesan yang dikirimkan oleh Lika membuat Killian tertawa geli. Kalimat yang Lika pilih, terkesan seolah dia enggan mengembalikan barang milik Killian itu. "Nggak perlu. Simpan saja kalau kamu suka." Killian membalas cepat kemudian memulai Meeting mingguannya dan baru bisa memegang ponsel kembali menjelang makan siang. Setiap Akhir bulan pekerjaanya lumayan merepotkan sehingga waktunya lumayan terkuras di kantor. Setelah melewati jam makan siang tanpa makan, laki-laki itu berpamitan keluar kantor untuk mengurus perusahaan propertinya di Paris. King Hotel, tempatnya tinggal saat ini sebenarnya adalah properti pribadi dan perusahaan yang dibeli oleh Killian sekitar satu tahun lalu. Alasan Killian membeli tempat itu selain untuk mengembangkan uangnya adalah untuk mengintai Lika diam-diam jika dia sedang liburan. Tapi karena menggunakan nama Windsor akan lebih aman mengingat identitasnya yang di rahasiakan, Killian akhirnya meminta sang kakak untuk membeli Hotel yang satu tahun lalu pemiliknya nyaris Bangkrut itu untuk dijadikan salah satu usaha milik Windsor. Hanya dalam satu tahun, tempat itu menjadi ajang promosi produk Windsor yang sangat menjanjikan, karena rata-rata tamu King Hotel adalah orang kaya. Killian berhasil menyelamatkan Hotel ternama itu menggunakan uang hasil dari bekerja di Theia sekaligus membantu keluarganya untuk menjual produk mewahnya di Paris. Hanya dalam satu tahun, produk Windsor sudah menjadi Trend bagi para Konglomerat akibat promosi terselubung yang di lakukan dari dalam King Hotel. "Aku nggak suka tuh. Tapi kalau bapak maksa nggak mau saya balikin bajunya, terpaksa saya simpan." Lika membalas lagi dengan menggemaskan. Sudah sejak pagi pesan itu sampai, tapi baru Killian baca siang ini. Laki-laki itu tersenyum geli membacanya. "Dasar menggemaskan." gumamnya dengan senyuman berbunga. Mendengar suara pintu di buka, Mikha yang baru bangun tidur di Pentshouse Killian menggeliat kemudian menguap. Ketika melihat jam di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. "Enak banget kerja jam segini udah pulang." komentarnya dengan rambut yang masih berantakan. "Kamu lebih enak Mik, nggak ngapa-ngapain duit nambah terus." balas Killian sambil meletakkan bebek panggang yang tadi dia beli di jalan untuk makan siangnya bersama Mikha. "Kael yang paling enak. Main game doang punya warisan pabrik Wine." gumaman Mikha membuat Killian tertawa geli. Bercandaan seperti itu sudah jadi hal biasa bagi Killian dan teman-temannya, karena latar belakang teman dekat Killian memang orang-orang kaya dengan usaha besar yang terkenal. "Ya sana coba sehari saja jadi Kael, kalau kamu tahan punya papa Bucin kaya om Mario." Mendengar ucapan Killian, Mikha terkekeh lalu masuk ke kamar untuk mandi dan beribadah. Mereka berdua makan bersama dengan tenang kemudian mulai membahas masalah kasus pembunuhan yang sedang mereka tangani masing-masing. "Apakah Meilan sudah dapat sesuatu sejak dimasukkan ke dalam kampus Kill?" "Tidak ada informasi apapun yang di dapat untuk sekarang. Bahkan orang-orang yang aku curigai, tidak ada yang terlihat aneh dan mereka masing-masing memiliki Alibi ketika pembunuhan pertama terjadi." jawab Killian sambil mendesah. Mikha mengerutkan dahi sambil membaca laporan pembunuhan pertama yang di susun oleh Killian, sambil membandingkan informasi yang di rangkum Killian berdasarkan ingatan masa depan. Meskipun Mikha masih belum percaya seratus persen, tapi laki-laki itu berusaha untuk tetap memanfaatkan informasi sekecil apapun. Dan tepat ketika dia membaca informasi tentang pembunuh berantai yang dia tangani di Bandara, tanggal yang ditulis Killian tentang Korban selanjutnya adalah tanggal hari ini. Belum sempat Mikha mengomentari hal itu, ponselnya berdering. Matanya melotot sambil menatap Killian, karena informasi yang tertulis di catatan masa depan Killian, sekali lagi terbukti benar. "Ada apa? ada hal mendesak?" "Sial! Kenapa aku baru baca catatan ini sekarang? Pramugari yang kamu tulis di sini, baru saja di bunuh beberapa jam lalu." mendengar itu mata Killian membola dengan deruan rasa bersalah di hatinya. Jika dia mau sedikit saja perhatian pada kasus yang sedang Mikha tangani sekarang, mungkin saja dia bisa menyelamatkan satu nyawa. "Aku harus ke TKP sekarang, sebaiknya kamu ikut Kill, Karena gayanya mirip dengan pembunuhan di kampus Lika." saran Mikha langsung diangguki oleh Killian. Mereka berdua berangkat ke TKP dan melihat sudah banyak sekali orang disana. Tapi ketika Mikha masuk ke dalam sambil menunjukkan lencana polisinya, mata jeli Killian menangkap sosok yang dikenalnya. Dan yang mengganggunya adalah wajah laki-laki itu terlihat pucat dan ketakutan. Seolah dia baru saja melakukan kesalahan yang besar. "Steve sedang apa disini?" sapaan Killian membuat Steve berteriak kaget kemudian memaksakan diri untuk tersenyum. "Sa-saya sedang lewat di sini ketika perempuan itu jatuh dari atas. Ka-karena itu saja gemetaran." ucap Steve dengan napas yang terdengar memburu. Killian tersenyum tenang kemudian merangkul Mahasiswannya itu dan membawanya ke sebuah Kafe untuk memberinya minum. Wajah Steve benar-benar terlihat ketakutan sekali. "Ibu saya juga meninggal dengan cara seperti itu."cicitnya tiba-tiba. Mata Killian membulat selama beberapa detik kemudian menepuk punggung Steve lagi untuk menenangkan. "Maaf kamu harus mengalami ini padahal kamu punya trauma yang besar. Tapi ujian yang kamu dapatkan di dalam kehidupan, kelak akan membuat kamu menjadi pribadi yang sangat kuat." balas Killian berusaha menenangkan Mahasiswanya. "Terimakasih banyak pak Arsalan, saya sudah merasa lebih baik sekarang." balas Steve, berangsur mulai tenang. Killian memutuskan untuk mengantarnya pulang ke Asrama karena wajah Steve masih pucat. Setelahnya laki-laki itu kembali ke TKP dan melihat sebuah Kode seperti yang dulu dia baca di berkas pembunuh berantai itu. "Sial, aku sulit percaya omongan kamu, tapi semua detail yang kamu tulis di buku catatan sama persis dengan yang ada di TKP." Mikha menggerutu sambil berbisik. Killian diam saja sambil terlihat berpikir, apakah ada ingatan yang dilewatkannya. Karena mungkin saja dia masih bisa menyelamatkan calon korban berikutnya. "Tunggu dulu Mik, kalau nggak salah ingat korban ini punya adik yang tinggal sendirian di Apartemen dan..." "Sial, nggak ada waktu! Ayok kita kesana!" Potong Mikha cepat sambil menarik Killian pergi karena laki-laki itu ingat catatan Killian yang menjelakan tentang pembunuhan ganda di hari yang sama. Sang adik juga akan dibunuh selang beberapa jam setelah sang kakak yang merupakan seorang Pramugari dibunuh. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD