2. Pak Dosen yang Mencurigakan

1652 Words
Lika menatap baju setelan baju tidur laki-laki yang sebelumnya di pakaikan oleh Killian, di malam yang menurut Lika cukup memalukan itu. Di lihat dari merek dan bahannya, gadis itu tahu setelan piyama itu harganya fantastis. "Sial, masa dia orang kaya beneran sih?" Lika bergumam seorang diri sambil mondar-mandir di kamarnya. Hari ini dia memang memutuskan untuk pulang ke rumahnya, tidak tidur di Asrama karena besok adalah hari libur. "Tapi untuk kamar hotel semahal itu, tidak mungkin juga bisa di sewa oleh orang sembarangan. Sepertinya Dosen baru yang entah kenapa terasa seperti mengincar ku untuk di siksa itu, sedikit mencurigakan." gadis itu kembali menggumamkan kecurigaannya. Killua yang sejak lima menit lalu sudah ada di pintu kamar putrinya tersenyum geli sambil mengetuk pelan. Berusaha merebut perhatian putrinya yang sedang di fokuskan pada piyama laki-laki mahal yang tergantung rapih di kamarnya itu. "Papa! kenapa membuatku kaget?" tanya Lika sambil cemberut. "Baju siapa itu? kamu beliin papa Piyama mahal?" tanya Killua penuh kekepoan. "Ihh bukan! Ini adalah Piyama milik Dosen baru Lika yang mencurigakan pah. Kayaknya Lika bakalan curiga dia pembunuh Berantai kalau sampai ada pembunuhan di kampus karena tingkahnya yang misterius itu." jawaban Lika membuat Killua tertawa geli. "Kenapa Piyama Dosen kamu bisa ada di kamar kamu? Jangan bilang kalian sudaaah..." "Mana mungkin!" Lika memotong ucapan Killua sambil berteriak. "Sampai dunia ini kiamat, aku tidak mungkin tidur dengan laki-laki mencurigakan itu." gadis itu menambahkan. Killua terkikik geli mendengarnya. Laki-laki itu masih belum tahu kalau Dosen yang Lika maksud adalah Killian, meskipun Killua sudah tahu anak itu dikirim ke Paris setelah menghebohkan Theia karena membuang semua kesempatan untuk naik jabatan. "Makan malam sudah jadi. Kalau kamu tidak turun ke bawah dalam sepuluh menit, Mama akan mengamuk." ucap Killua kemudian berbalik meninggalkan putrinya yang langsung siap-siap untuk makan malam bersama keluarganya. "Lika, cuci tangan dulu! Kebiasaan kamu!" Elizabet menegur putrinya yang hanya meringis saja setelah mencomot ayam goreng di piring menggunakan tangannya yang belum di cuci. Killua merasa senang karena hubungan antara ibu dan anak itu kembali Harmonis setelah Lika kehilangan ingatannya. "Aku sudah cuci tangan, Mama!" balas Lika sambil tersenyum geli. "Dalam mimpi." tambahnya di dalam hati. Elizabet hanya memutar matanya saja dan tidak lagi mempermasalahkan karena Killua menggendong putrinya secara paksa ke Wastafel untuk cuci tangan. "Jadi sudah sampai mana hubungan kamu sama Steve?" tanya Elizabet penuh kekepoan. Lika sudah pernah mengajak laki-laki itu main ke rumah dan Elizabet menyukainya karena selain tampan, dia juga memiliki masa depan yang baik. "Cuma dekat seja. Mungkin bisa dikatakan proses sebelum berpacaran." balas Lika sambil membantu ibunya mencuci piring. "Dia sudah mengutarakan perasaannya sama kamu?" "Belum sih Ma, tapi dia udah banyak kasih tanda." "Berarti dia kurang serius sama kamu. Masa ngasih tanda sampai dua tahun lebih nggak ditembak-tembak sih?" Elizabet mendengus jengkel. "Cari yang lain saja Lika! kamu yang rugi malah kalau nungguin kepastian dari laki-laki yang kelihatannya nggak serius." wanita itu menambahkan. "Sebenarnya Lika juga bingung sih mah. Hati Lika kaya belum mau nerima dia juga. Meskipun dia perhatian dan banyak memberi tanda, Lika sendiri kaya belum ada keinginan buat menjalin hubungan yang serius dengan dia. Kata Serina, belum ada getaran cintanya. Karena menurut teman Lika itu, kalau Lika sudah jatuh cinta, dipegang tangannya saja akan terasa debaran dan getarannya. Tapi di genggam tangannya sama Steve, Lika tidak merasakan apapun." Jawaban Lika membuat Elizabet tersenyum. Wanita itu sempat berpikir, Lika sudah tidak mengingat Killian lagi bahkan sampai ke hatinya. Tapi ternyata Elizabet salah. Karena hati putrinya yang masih tidak bisa menerima laki-laki lain adalah bukti bahwa disana masih ada Killian meskipun mungkin berada di alam bawah sadar. "Fokus pada pendidikan adalah pilihan terbaik. Lagi pula kamu masih muda, jadi tidak perlu buru-buru mencari kekasih." ucapan Elizabet diangguki oleh Lika. *** Hari yang paling tidak ditunggu oleh Lika akhirnya tiba, yaitu kelas Bisnis dimana Killian menjabat sebagai Dosennya. Gadis itu duduk di pojok belakang__sengaja tidak ingin menarik perhatian Dosen yang diwaspadai olehnya, tapi dengan tanpa perasaan Killian terus memanggil namanya. Entah untuk menjawab pertanyaan, entah untuk menghapus papan tulis atau melakukan hal-hal lain yang membuat Lika terasa dijadikan b***k. Serina menatap sahabatnya dengan Prihatin. Apalagi saat Killian mengomelinya karena menganggap jawaban Lika salah semua. "Sial! Pak Tua m***m itu benar-benar membuatku seperti berada di Neraka!" Lika menggerutu sambil mengunyah makan siangnya dengan kesal. "Menurutku, sebaiknya kamu minta maaf saja Lik. Lagian malam itu tidak terjadi apapun kan sama kamu? Itu artinya pak Arsalan mungkin menyelamatkanmu yang mabuk malam itu." Saran dari Serina membuat Lika mendengus. "Aku? Minta maaf sama dia? Sorry-sorry aja yah. Mendingan aku jungkir balik di jalanan dari pada aku harus minta maaf sama pak Tua m***m sialan itu." balas Lika murka. Dia merasa kesal sekali karena seumur hidup, Lika tidak pernah diperlakukan dengan menyebalkan di dalam kelas seperti yang Killian lakukan tadi. "Tapi Lik, dia masih satu tahun lagi disini. Kalau kamu terus bermasalah sama dia, yakin bakalan kuat nahannya selama satu tahun?" "Aku akan mencari bukti kesalahannya. Pokoknya aku tidak sudi meminta maaf setelah dia menjadikanku budaknya di Kelas tadi. Lihat saja nanti! aku pasti akan menemukan kelemahannya yang bisa aku gunakan untuk membuatnya berhenti bersikap semena-mena padaku. Kalau perlu dia enyah dari kampus ini." ucap Lika penuh tekad. Serina hanya mendesah panjang saja menatap prihatin pada teman sekelasnya yang keras kepala itu. Lalu malam harinya Lika membuntuti Killian yang terlihat keluar dari Area kediaman para Dosen dengan pakaian serba hitam yang mencurigakan. Laki-laki itu naik taksi ke sebuah komplek pabrik yang ada di pinggiran kota Paris. Yang paling membuat Lika curiga adalah, dia melihat ada ujung pisau di saku jaket Killian. Sayangnya gadis itu kehilangan jejak Killian di sebuah belokan yang gelap. Setelah berputar-putar menggunakan Supir Taksi, Lika akhirnya menyerah dan memutuskan untuk pulang ke kampus. Namun ketika dia sampai di depan Pos Polisi yang ada di depan Kampusnya, sebuah jeritan kencang terdengar dan membuat semua orang berlari ke arah suara itu terdengar, yaitu sebuah Laboraturium tempat anak paling pintar di Universitas itu bekerja sebagai peneliti. Lika langsung mual melihat tubuh laki-laki yang direncanakan akan mewakili Universitas Ramono untuk Olimpiade bulan depan itu tergeletak di lantai dengan puluhan tusukkan di tubuhnya. Sebilah pisau yang memiliki kemiripan dengan Pisau yang Lika lihat di saku jaket Killian masih tertancap di perut laki-laki itu. Dan yang lebih membuat Lika semakin salah paham adalah Killian yang tiba-tiba berlari ke tempat kejadian dengan Piama hitamnya yang terlihat mahal. Padahal sebelumnya Lika yakin, Dosennya yang mencurigakan itu keluar dari kampus dan gadis itu sempat kehilangan jejaknya. Kenapa Killian bisa ada di kampus seolah dia baru saja terbangun dari tidur karena terkejut oleh jeritan petugas kebersihan yang menemukan mayat di Laboraturium itu? Lika semakin mencurigai Dosen barunya itu dan bertekad akan menjebloskannya ke penjara. Killian yang menyadari tatapan penuh kecurigaan dari Lika hanya mengulum senyum geli saja. Laki-laki itu tahu, kalau tadi Lika membuntutinya. Atau bisa dikatakan, Killian sengaja memancing Lika keluar dari kampus karena dia tahu pembunuhan pertama akan terjadi malam ini. "Aku akan membongkar semua kebusukan mu pak Arsalan! Lihat saja nanti! Aku pasti akan menemukan buktinya." bisik Lika penuh tekad sambil menatap Dosen barunya itu dengan tatapan penuh kebencian. Killian justru mati-matian untuk tidak tertawa karena dimatanya Lika justru menggemaskan dengan tatapan penuh tuduhannya itu. "Kalau boleh tahu bapak dari mana yah tadi keluar?" Lika tiba-tiba duduk di hadapan Killian yang masih duduk di Lobby setelah pihak kampus dan pihak kepolisian mengurus mayat di Laboraturium. "Saya ada di kamar saja sejak kelas selesai. Kamu mungkin salah orang." balas Killian pura-pura dingin. "Tidak mungkin! Saya jelas-jelas mengikuti bapak keluar dari pintu belakang. Dan saya melihat di saku bapak ada pisau yang mirip dengan pisau pembunuh tadi." ucap Lika tidak ada takutnya. Killian melirik ke arah gadis itu dengan santai kemudian memajukan wajahnya sambil tersenyum lebar. "Mana buktinya?" balas laki-laki itu dengan bisikkan yang terdengar menyebalkan. "Saya pasti akan menemukannya dan membuat bapak mendekam di penjara." "Pelajaran dasar dari menangkap seorang pembunuh adalah diam dan temukan bukti Lika. Jika kamu sudah menuduhnya tanpa memiliki bukti, bisa jadi, kamu yang akan jadi Korban selanjutnya karena terlalu berisik." Jawaban Killian membuat Lika menjauhkan wajahnya yang sedikit terlalu dekat dengan Killian dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Setelah membuat wajah Lika terlihat pucat, Killian tersenyum jahil kemudian beranjak meninggalkan Lika yang sekarang sedang merinding ketakutan karena apa yang dikatakan oleh Killian sangat masuk akal. "Sial, aku bisa saja mati. Kenapa mulut ini tidak bisa ditahan untuk diam sih!" Lika menggerutu sambil kembali ke Asramanya kemudian berusaha mengajak Serina bicara. "Menurut kamu siapa pelakunya Ser?" "Mengingat Tomas memiliki banyak saingan dalam Olimpiade, mungkin aja saingannya Tomas." balas Serina ngeri. "Gimana kalau pembunuhnya Psikopat gila yang nggak punya alasan buat membunuh. Dan Psikopat biasanya tampan dan misterius, kaya pak Arsalan." "Sssstttt!! Jangan asal nuduh Lika! Aku tahu kamu tidak menyukai Dosen baru itu karena dia menyiksamu di kelas. Tapi bukan berarti kamu boleh menuduhnya sebagai pembunuh." "Masalahnya Ser, dia sangat mencur..." "Sssstt! Aku nggak mau denger kamu menuduh pak Dosen tampan itu. Wajah tampannya mengatakan dia tidak mungkin seorang pembunuh." potong Serina cepat kemudian langsung mematikan lampu dan mengajak Lika tidur. Tapi karena ucapan Killian sebelumnya, malam itu Lika tidak bisa tidur dan berakhir mendapatkan hukuman untuk menyalin catatan yang lumayan banyak di kantor Killian. Wajahnya ditekuk sampai terlihat mengerikan dan lirikan penuh tuduhan selalu dia layangkan ke arah Killian yang terus merasa gemas. "Cepat selesaikan hukumannya! Kamu pikir pekerjaan saya hanya mengurusi anak nakal seperti kamu saja huh?" "Saya kan kurang tidur gara-gara bapak!" balas Lika tidak terima. "Kenapa saya yang disalahkan Lika? Memangnya saya mengganggu kamu tidur apah? Jelas-jelas saya tidur di kamar saya sendiri." Ucap Killian membela diri. "Pokoknya kalau dalam waktu dekat aku mati, pelakunya pasti Bapak. Saya akan menuntut balas di Akhirat!" balasan Lika membuat wajah Killian langsung berubah menjadi dingin. "Jangan pernah mengatakan tentang kematian di hadapan saya." ucap Killian dingin. Lika mengatupkan bibirnya dan merinding, melihat Dosen barunya yang biasanya selalu santai itu tiba-tiba terlihat sangat serius dan menyeramkan. "Maaf pak!" Cicit Lika pelan sambil merinding ketakutan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD