4

1646 Words
~Entah, sampai berapa lama aku akan sanggup memendam semuanya sendiri kalau perlakuanmu setiap hari selalu menyakiti hatiku~ Zahira Nur Aina **** Zahira mencoba menyesuaikan dirinya saat ibu mertuanya mengajaknya ke mall yang sangat ramai dan dipenuhi oleh orang-orang yang berpenampilan berkelas seperti ibu mertuanya saat ini. Dia merasa sedikit kurang nyaman karena cukup banyak yang memperhatikannya dengan tatapan yang aneh karena penampilannya yang tak begitu sesuai dengan tempatnya kali ini. Bahkan sebelum dia berangkat tadi Arkan sempat memberikan komentar sangat buruk tentang gamis yang dia gunakan. Pria itu mengatakan gamisnya terlalu norak dan modelnya sudah ketinggalan jaman. Zahira akui itu memang benar karena gamis yang dia gunakan kali ini adalah gamis lebaran 2 tahun lalu dan gamis yang menurutnya paling bagus dan cocok dia pakai. Tapi ibu mertuanya tidak seperti itu, dia tidak memberikan komentar buruk sedikitpun, malah memberikan pujian karena kecantikannya yang alami. "Rara, silahkan kamu pilih gamis sesuka hatimu." Zahira menatap takjub stan yang menjual sangat banyak model gamis dengan berbagai warna cerah maupun gelap. "Ayo, Ra, dipilih jangan cuma dilihatin aja." Maya menarik tangan Zahira lebih mendekat pada gamis-gamis yang luar biasa indah. Bukannya langsung memilih, Zahira melihat harga salah satu gamis disini. Kebiasaanya saat mendatangi suatu toko atau membeli sesuatu, hal yang pertama dilihat adalah harga yabg di bandrol. "Gamisnya mahal-mahal, Ma," ucap Zahira dengan tampang sungkan karena harga satu gamis disini mungkin setara dengan biaya hidupnya selama satu minggu. Maya menggenggam kedua tangan Zahira dan berusaha menyadarkan dia kalau sekarang Zahira adalah istri dari seorang Arkana Malviano pewaris tunggal keluarga Malviano yang sangat terpandang baik namanya maupun financialnya jadi Zahira tidak perlu khawatir kalau sampai kehabisan uang. "Sekarang kamu istrinya Arkan, uang Arkan tidak akan habis kalau hanya untuk beli satu atau dua gamis saja." Tetapi masalahnya disini Arkan belum memberinya nafkah sama sekali. "Tapi, Ma ...." "Sudah ambil aja sesuka kamu, kali ini Mama yang bayar semuanya kayaknya Arkan belum kasih kamu kartu debit." Akhirnya Zahira mulai mengambil gamis yang dia suka tanpa berfikir panjang-panjang karena semua gamis disini sangat cocok dengan dirinya yang suka berpenampilan sederhana tapi cantik. "Loh kok cuma itu? ayo lagi Ra biar kamu nggak bingung pilih gamis kalau mau ada acara di luar atau jalan-jalan sama Arkan," ucap Maya saat Zahira menghampirinya dengan dua gamis yang terlihat cantik di matanya. "Ini aja, Ma, nanti malah nggak kepakai kalau banyak-banyak." Maya menerima gamis itu dan memasukkannya ke dalam keranjang belanja. "Mama nggak mau tau, ayo sekarang pilih lagi." Lagi-lagi Zahira hanya bisa menuruti keinginan ibu mertuanya. Dia kembali memilih beberapa potong gamis dengan model dan warna berbeda lengkap dengan hijab syar'i yang selalu dia gunakan sehari-hari. "Rara lihat ini menurut kamu bagus nggak?" Mata Zahira terbelalak saat Maya menunjukkan gamis berwarna dusty pink dengan model lebih mewah dan elegan daripada gamis-gamis yang lain. "Itu bagus banget, cocok buat Mama." "Ini buat kamu, Rara, bukan buat Mama." Maya menyerahkan gamis itu pada Zahira dan memintanya untuk mencoba terlebih dahulu karena harga gaun ini cukup mahal dan harus benar-benar terlihat cocok di tubuh Zahira yang ramping. "Ini terlalu mewah, Ma, rasanya enggak pantes kalau aku di rumah pakai gamis seperti ini." Maya menertawakan Zahira karena kepolosan serta keluguaannya. "Ini buat acara pesta atau acara kantor Arkan. Suatu saat kamu pasti akan terlibat dalam acara-acara seperti itu jadi biasakan diri kamu untuk tampil lebih sempurna di samping Arkan, ya." Zahira mulai paham maksud dan tujuan ibu mertuanya membelikan semua barang-barang ini. Dia tidak mau menantunya terlihat kampungan dan tak terawat. "Maaf ya Ma, kalau hari ini aku pakai gamis yang jelek ke mall." Tadinya Zahira pikir gamis ini baik-baik saja dia pakai ke mall, tapi setelah tahu bagaimana selera keluarga suaminya dia menjadi sangat minder dan merasa tidak pantas berada di tengah-tengah keluarga kaya raya itu. "Rara jangan ngomong begitu sayang, gamis itu cocok banget kok sama kamu." "Enggak, Ma, gamis ini sudah keluaran lama dan udah bukan trend lagi." "Kalau kamu merasa begitu ganti gamis kamu sama gamis yang baru ini." Karena tidak ingin mempermalukan Maya yang sangat baik hati padanya, Zahira mengambil salah satu gamis yang sudah dia pilih dan segera ganti. Di dalam ruang ganti dia sangat takjub melihat gamis berwarna lilac dengan model ala Korea style yang sangat cocok membalut tubuhnya. Sedangkan jilbab syar'i yang sebelumnya dia gunakan kini berganti jilbab pashmina yang dia model menutupi area d**a serta punggungnya. Saking senangnya dia sampai berkali-kali memutar tubuhnya di hadapan cermin. Kalau penampilannya seperti ini Maya pasti tidak akan malu jalan bersama dirinya dan Arkan pasti tidak memberinya komentar yang buruk dan menyakiti hatinya. Zahira keluar dari ruang ganti dengan rasa lebih percaya diri, apalagi saat Maya tersenyum dan memberinya pujian selangit Zahira tambah percaya diri lagi. "Ayo, Ra, sekarang kita pindah ke toko sepatu ini sudah Mama bayar semuanya." Zahira meminta paper bag yang berisi semua belanjaannya agar Maya tidak kerepotan setelah itu keluar dari toko yang bernama Zafir dan beralih ke toko sepatu. Di sana mereka sangat happy memilih berbagai sepatu untuk masing-masing. Bahkan Zahira yang sebelumnya masih terlihat agak canggung kini sudah mulai biasa dan banyak bicara. "Ra, kita makan di rumah aja ya udah sore terus mendung banget." "Iya Ma, nanti Rara bakalan masak buat kita." "Makasih ya Ra, Mama senang punya menantu seperti kamu." "Tapi sayangnya Arkan tidak suka memiliki istri seperti aku, Ma," ucap Zahira dari dalam hati. Meski rasanya dia ingin mengadu pada semua orang kalau Arkan tidak memperlakukannya dengan baik, tapi dia ingin mencoba bertahan sendiri dahulu. Dia tidak ingin hati semua orang terluka termasuk ibunya yang sangat bahagia dengan pernikahaan ini. Sesampainya di basment mall, mereka segera masuk ke dalam mobil milik Maya dan segera pulang ke rumah sebelum hujan deras mengguyur kota ini. ** "Ini kartu debit buat kamu dan beli apapun dengan ini. Saya nggak mau dianggap suami yang tidak bertanggung jawab dan tidak menafkahi istri saya!" Arkan meletakkan kartu debit dari salah satu bank di atas meja rias. Entah kata-kata apa yang sudah menyinggung Arkan sampai dia terlihat sangat murka malam ini. Bahkan saat makan malam tadi Arkan juga lebih banyak diam dan berbicara seadanya saja. "Rubah penampilan kamu, dimata orang-orang kamu adalah istri saya dan menantu keluarga Malviano yang memiliki nama besar. Jadi jangan coba-coba mempermalukan keluarga ini dengan penampilan kamu yang kampungan!" Setelah mengatakan itu Arkan mengambil ponselnya yang sedang di charger dan berjalan menuju balkon kamar. Zahira mengembuskan nafas lelah, lagi-lagi Arkan menyalahkan dirinya meski dia sudah berusaha untuk tidak membuat kesalahan. "Apa aku sanggup selamanya hidup seperti ini denganmu, Mas?" Gumam Zahira sambil menatap Arkan yang sedang duduk santai sambil menghisap rokoknya. Zahira mengganti bajunya dengan baju tidur panjang setelah itu menata sofa yang kini dia jadikan tempat tidur. Malam ini udara lebih dingin dari malam sebelumnya. Tubuh Zahira terasa sangat menggigil meski dia sekarang tidur di atas sofa dengan balutan selimut tipis. Remang-remang dia mendengar suara Arkan sedang berbicara dengan seseorang di telfon. "Astaga kapan sih aku berbohong sama kamu, Lia? sejak awal kan aku sudah bilang kalau prioritas utama aku tetap lah kamu." Lagi-lagi Zahira mendengar nama Lia keluar dari mulut Arkan sampai dia penasaran dengan sosok Lia di kehidupan Arkan. "Iya Lia kita akan liburan, tapi tolong sabar sebentar ya." Suara Arkan terdengar sangat lembut saat masuk ke dalam gendang telinganya. Sangat berbeda saat Arkan sedang mengobrol dengan dirinya, dia selalu ketus dan sangat kasar. Semoga suatu hari Arkan bisa berbicara selembut itu padanya. Meski itu terdengar sangat mustahil tapi Zahira akan terus berdoa agar keinginan itu tidak terasa mustahil. Zahira terus mendengarkan obrolan Arkan dengan sosok 'Lia' sampai tengah malam, bahkan dia sampai ketiduran saking lembutnya suara Arkan. *** Pagi ini Arkan sudah kembali beraktifitas seperti biasanya. Pebisnis muda itu hari ini menggunakan pakaian formal dan siap memulai pekerjaannya. Seperti biasanya, saat di depan keluarganya terutama saat di meja makan Arkan terlihat seperti suami pada umumnya. Tatapannya terlihat lembut dan menerima pelayanannya dengan baik. Tapi Arkan tetap lah Arkan, dibalik semua keluarganya dia adalah pria yang kasar dan tidak menghargainya sama sekali sebagai istri. "Papa, Mama, semalam aku sama Rara sudah diskusi banyak soal masa depan rumah tangga kita. Aku dan Rara sudah memutuskan untuk tinggal di rumah kita sendiri agar kita bisa belajar membangun rumah tangga yang sempurna seperti Mama dan Papa." Zahira langsung tersedak mendengar penuturan Arkan yang sama sekali tidak sesuai fakta. Semalam dia mengobrol dan diskusi banyak dengan Lia bukan dengan dirinya. Arkan langsung sigap memberinya minum dan memulai aksi sandiwaranya lagi. "Ikuti alur yang saya buat!" Bisik Arkan dengan suara yang tajam. "Mama tidak setuju kalau kalian menempati rumah yang kamu beli waktu itu!" Dari sorit matanya, Zahira bisa melihat ketidaksetujuan. "Kenapa sih Ma? apa karena rumah itu sebelumnya aku beli untuk aku tinggali bersama Rosalia?" "Iya! Mama nggak mau kamu terus-terusan teringat pada wanita itu!" Zahira semakin penasaran dengan sosok Rosalia, sebenarnya bagaimana hubungan wanita yang bernama Rosalia dengan suaminya? "Aku sudah menikah dengan Rara, apalagi yang Mama cemaskan?" Maya terlihat tidak menjawab pertanyaan putranya. "Sudah, jangan ribut pagi-pagi. Papa setuju kamu tinggal disana karena itu adalah rumah kamu. Perkara dulunya kamu beli buat Rosalia atau siapapun itu tidak penting karena istri kamu sekarang adalah Zahira." Akhirnya penguasa di rumah ini angkat bicara. Arkan terlihat tersenyum senang dan mengucapkan banyak terimakasih pada Papanya yang akan memudahkan rencana selanjutnya. "Jadi suami yang baik Arkan. Meski tanpa Papa dan Mama perlakukan Zahira sebaik mungkin." "Itu sudah pasti, aku akan selalu memperlakukan Zahira sebaik mungkin." Mendengar kalimat itu meluncur dengan mudah dari bibir Arkan membuat hati Zahira seperti diremas hebat oleh kenyataan. "Zahira, kalau sampai Arkan berbuat sesuatu yang buruk jangan sungkan untuk melaporkan semuanya sama kami." Sayang seribu sayang Zahira tidak bisa mengatakan semuanya. Dia terlalu takut pada Arkan dan tidak mau membuat hati semua orang sedih melihat kenyataan buruk yang dia alami. *** “Dan jika seorang istri bersabar menghadapi keburukan akhlak suaminya, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala seperti yang diberikan kepada Asiya istri Fir’aun”. (HR Muslim) ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD