Eps. 1 Acara Perjamuan Kantor
“Tristan, cepat habiskan minuman itu. Mumpung sedang sepi tamu,” ucap petugas sekuriti pada rekannya, tersenyum tipis.
Di sebuah acara perjamuan di sebuah perusahaan. Tampak dua petugas sekuriti yang sedang beristirahat sejenak di tengah tugas.
Tristan, tanpa ragu segera meminum jus jeruk yang sudah di campuri obat saat itu tanpa berpikiran negatif sedikit pun.
“Dicky, kepalaku tiba-tiba pusing sekali, apa kamu bisa menggantikan ku sebentar saja. Aku akan mengambil obat,” ucap Tristan beberapa saat setelahnya dengan memegang kepalanya yang terasa pusing berat.
Tristan lalu berjalan dengan sempoyongan.
“Kau kenapa, aku akan mengantar mu ke kamar.” ujar Dicky, lalu segera menangkap rekannya itu.
Ia membawanya ke sebuah kamar. Setelah ia keluar, seorang gadis bergaun maroon masuk ke kamar tadi atas permintaan seseorang.
“Apa benar ini kamar tuan Candra? Kenapa aku diminta membawakan dokumen ke kamar?” gumam seorang gadis berdiri di depan pintu kamar.
Dia mengetuk pintu 3 kali namun tak ada respon, maka ia pun masuk begitu saja.
“Tuan Candra, ini dokumen pesanan anda,” ucap gadis tadi setelah masuk di kamar.
Kenapa ini, kenapa lampu dikamar ini remang? Batin gadis itu merasa sedikit aneh. Melihat suasana lampu yang tidak terang.
Pikirannya bergejolak, namun ia buang jauh-jauh pikiran negatifnya itu.
Joanna, kamu saat ini sedang bekerja. Kamu harus mengerjakan tugasmu dengan baik, untuk naik posisi atau dapat promosi. Batin gadis itu, mengingatkan dirinya sendiri.
“Tuan Candra, dimana aku taruh dokumen ini?” tanyanya, menatap lurus pada sosok pria yang sedang berbaring di tempat tidur.
Karena cahaya redup, ia tak begitu jelas melihat wajah atasannya itu, manager finance di kantornya.
Tak ada respon.
“Tuan, bagaimana dokumen ini?” tanya Joanna, mengulangi kalimatnya.
Tristan yang saat itu pusing berat juga tak bisa berpikir dengan jernih, mencoba untuk terjaga.
“Dokumen? Bawa dokumen itu kemari.” ucapnya, di tengah kesadarannya.
Joanna pun segera maju dan menyerahkan dokumen tersebut.
Dengan menunduk, Tristan menerima dokumen itu. Tak sengaja tangannya menyentuh kulit lembut Joanna.
Jantungnya tiba-tiba berdenyut hanya dengan gesekan kulit mereka. Mendadak tubuhnya terasa panas dingin.
Panas, seperti terbakar rasanya. Dan ia tak kuat menahan rasa itu yang kian lama kian membuatnya tersiksa.
“Pak, jika tak ada lagi yang Bapak perlukan, aku akan pergi.” ucap Joanna.
Ia kemudian berbalik dan akan melangkah, namun atasannya itu menarik tangannya serta menahannya.
“Ya, Pak, ada yang bisa ku bantu?”
Joanna berbalik kembali. Namun ia terkejut sekali saat pria itu tiba-tiba menariknya, membuatnya duduk ke tempat tidur.
“Astaga!” pekik Joanna, melihat pria itu dari dekat.
Sosok pria itu bukanlah atasannya, Pak Candra. Melainkan orang asing yang tak dikenalnya.
Dalam lampu temaram itupun ia masih bisa melihat pakaian seragam pria itu. Atasan putih dengan celana biru donker, seragam petugas security.
Tristan menghirup aroma wangi parfum Joanna yang membuatnya semakin berfantasi liar, di tengah kesadarannya.
Manik matanya bergerak liar menatap ujung jari sampai ujung kepala Joanna.
Tubuh yang indah. Batin Tristan, menatap setiap lekuk tubuh gadis itu dengan intens.
Belahan yang indah sedikit mencuat dari balik gaun maroon gadis itu, di bagian d**a yang membuat jantung kembali berdenyut.
Tak hanya jantungnya saja yang berdenyut, tapi miliknya di bawah sana ikut berdenyut hebat, saat ia menyentuh kulit gadis itu yang selembut kapas.
“Kurasa, aku salah kamar. Dan salah orang, maaf.” ucap Joanna, berdiri hendak pergi.
Tak merespon dengan kata, Tristan malah bergeser mendekat hingga wajah mereka berdua beradu.
Jantung Joanna berdenyut tatkala pria asing itu mengusap pipinya.
“Lepaskan aku!”
Joanna menarik tubuhnya mundur. Ia benar-benar takut. Jantungnya kembali berderu hebat, dengan pikiran liar menakutkan yang yang tak diinginkannya.
Namun semuanya sudah terlambat. Pria itu tiba-tiba mendekap erat tubuhnya. Tak hanya itu saja, kini pria itu membuat dirinya terjatuh di tempat tidur juga menindih tubuhnya.
“A-apa yang kau lakukan, lepaskan!” protes Joanna, saat pria itu mengunci tangannya erat.
Joanna berontak dan berusaha melepaskan dirinya namun pria itu kuat sekali mencengkram tangannya.
Beberapa menit setelahnya, apa yang di takutinya terjadi, tanpa bisa dia tolak meski sudah berusaha keras.
“Kumohon, tolong lepaskan diriku. Jangan sentuh aku. Kumohon.” ucap Joanna, saat mereka berdua sudah tak mengenakan pakaian lagi.
Tristan yang saat itu dalam pengaruh obat perangsang, tak mendengarkan permohonan dari Joanna. Ia benar-benar tak bisa mengendalikan dirinya sendiri saat ini.
“Tolong jangan,” ronta Joanna dengan perasaan campur aduk, takut, juga sedih kesuciannya akan di ambil oleh seseorang yang sama sekali tidak dikenalnya.
“Tidak...” Joanna pun hanya bisa pasrah setelah lelah meronta.
Tristan yang sudah tidak tahan lagi dan merasa tubuhnya semakin terbakar hebat segera meluapkan hasratnya itu. Ia memasuki gadis yang terlihat cantik di tengah kesadarannya yang menjadi bias.
Mimpikah aku? Bersatu dengan seorang gadis cantik seperti ini? Batin Tristan.
Meskipun ini baru pertama kalinya ia membuka segel roketnya, tapi sedikit banyak dia bisa melakukan itu berdasarkan pengalaman dari teman-temannya juga bebetapa artikel yang dia baca.
“Akh...” rintih Joanna, saat pria itu berhasil menjebol gawang pertahanannya.
Ia sampai mencakar bahu Tristan karena saking perihnya.
Dimas. Maafkan aku. Aku tak bisa menjaga kesucianku untukmu. Batin Joanna, menangis teringat pada kekasihnya.
Tristan menghujamkan tubuhnya berulang kali setelah merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Inikah surga dunia? Batinnya kembali meneguk kenikmatan dunia yang tak terperi rasanya.
“Aah...” desah Joanna, di tengah rasa sakit yang kini berubah dengan rasa nikmat.
Dengan mata yang berkaca-kaca, ia bisa melihat jelas wajah pria yang merenggut kesuciannya itu.
Mata yang tajam, hidung yang mancung juga bibir menggoda.
Bagaimana bisa ada petugas security dengan paras di atas rata-rata seperti ini? Batin Joanna tak pernah melihat pria itu sebelumnya di sini.
“Aah...” Enam puluh menit berikutnya Joanna mendesah panjang, dan Tristan mengakhiri ritual buka segel dalam mimpinya itu.
Mereka berdua tertidur setelahnya, di tengah acara kantor yang masih berlangsung.
Malam bergulir pagi
Joanna membuka mata lebih dulu. Ia menangis sesenggukan melihat bercak darahnya di tempat tidur. Hilang sudah kesuciannha yang selama ini dia jaga.
Siapa itu?
Tristan pun terbangun karena mendengar suara isak tangis di dekatnya.
Apa ini? Batinnya terkejut, melihat dirinya telanjang.
Di sampingnya juga ada seorang gadis tak memakai pakaian sehelai benang pun, duduk memunggunginya.
Astaga, apa yang telah kulakukan? Jadi... semalam itu bukan mimpi?! Dan aku menidurinya? Batin Tristan lagi. Kini ia tak hanya terkejut saja, tapi juga syok berat.
Mukanya seketika pucat. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?
Mendengar suara selimut ditarik, Joanna pun berbalik.
Benar saja, pria yang mengambil kesuciannya itu sudah membuka mata, menatapnya dengan tatapan yang tak bisa di deskripsikan.
Jonna menatap tajam pria itu sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
“A-aku bisa jelaskan ini semua, Nona.” ucap Tristan sembari memegang kepalanya yang terasa berat, berusaha mengingat kejadian semalam.
Sementara Joanna masih menatapnya tajam dengan buliran air mata yang terus berjatuhan.