Eps. 2 Lepas Tangan

1269 Words
Joanna masih menatap tajam pria asing, yang bahkan namanya saja dia tak tahu. Dengan sisa bulir mata di sudut mata yang menggenang, ia beranikan diri untuk menghujat pria itu. “Kau pria laknat, kau telah mengambil kesucian yang paling berharga dan paling ku jaga untuk suamiku kelak." ucapnya dengan menyentak. Ingin sekali rasanya dia menguliti pria itu hidup-hidup. Jika saja membunuh di dunia ini tak mendapatkan hukuman maka sudah pasti dia akan mencincangnya sampai habis. Muka Joanna merah padam menahan semua amarahnya. Ingin sekali ia pukul pria itu habis-habisan sampai babak belur, kalau perlu sampai patah tulang. Tapi dia perlu kejelasan lebih dulu sebelum melakukannya. Sementara Tristan masih terlihat seperti orang linglung. Tak percaya dengan perkataan gadis itu, meskipun ia barusan mengingat semua apa yang ia lakukan semalam pada gadis itu. “Oh.” Tristan menundukkan kepala sembari membuang nafas. Dia benar-benar bingung apa yang harus dia lakukan. Dia tidak mungkin menikahi seorang gadis yang sama sekali tidak dikenalnya, meskipun sudah ia sentuh. Dia belum ingin menikah saat ini, masih ingin bebas. Usianya masih muda, dan banyak yang ingin dia capai. “Nona, a-aku benar-benar minta maaf padamu. Semua ini di luar kendaliku. Aku yakin tidak memanggilmu masuk kemari. Bahkan aku saja tidak tahu kenapa semalam aku bisa ada di sini.” jelasnya terbata-bata dan mencoba menyusun kalimat dengan tepat. “Apa?!” Joanna semakin marah dan gusar saja dibuatnya. Pria itu bukannya mengakui kesalahannya, dan malah mencari alasan tak masuk akal seperti itu. Apa mungkin dia bisa masuk ke kamar ini sendiri tanpa dia berjalan kaki. Jika bukan hanya beralasan untuk menolak bertanggung jawab. “Kau tidak amnesia bukan?! Kau menikmati setiap inci tubuhku dan membuat tanda dimana-mana!” ucapnya dengan nada semakin tinggi, juga manik mata yang melebar seolah hampir copot dari tempatnya. “Nona, percayalah padaku. Aku juga kehilangan mahkotaku. Plus, aku tidak menginginkan hal ini terjadi.” jelas Tristan membela diri. Ia tak ingin disalahkan terus-menerus seperti ini, dan mencoba meluruskan masalah, mencari jalan tengah atau mencari kesepakatan. Jika dibilang gadis itu terpukul karena hal ini, dia lebih merasa terpukul lagi. Ia punya kriteria sendiri seperti apa gadis yang akan menemani tidurnya kelak. Bukan sembarangan gadis seperti ini. Tak tahu asal-usulnya, background, bahkan namanya sekalipun ia tak tahu. Ucapan Tristan seolah menghina dan merendahkan Joanna. Dia sudah rakus menikmati tubuhnya tapi menyangkal dan bilang tak menginginkan itu. “Kau benar-benar naif sekali.” Joanna yang merasa berang mengambil baju seragam pria itu lalu melemparnya dengan kasar ke muka Tristan. Ia menyesal sekali mengharapkan pria itu akan bertanggung jawab pada dirinya. Pada akhirnya malah dirinya harus kecewa berat. Joanna tak mau berdebat lagi panjang lebar dengan pria itu. Ia pun segera mengenakan pakaiannya kembali. Hari juga sudah pagi, saatnya dia untuk bekerja. “Kau benar-benar pria b******k yang pernah ku temui! Anggap saja kita tak pernah bertemu dan ini tak pernah terjadi! Lagi, jika aku hamil maka aku akan membuang anak ini! Ingat itu!” bentak Joanna di ujung batas kesabarannya setelah dihina oleh Tristan. Joanna yang masih geram, mengambil bantal yang ada di sana, lalu memukulkannya pada Tristan bertubi-tubi untuk meluapkan amarah dan kekesalannya. Sementara Tristan hanya diam saja menerima timpukan bantal dari Joanna... Joanna melangkah keluar dari kamar tersebut dengan menghapus air matanya yang mulai berderai kembali. Untung saja di luar sepi, tak ada yang melihatnya. Ia pun lalu masuk ke toilet, menumpahkan tangisnya. “Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” gumam Tristan di kamar itu, dengan tangan terkepal erat dan melayang ke tempat tidur yang dia duduki. Di luar kantor, beberapa petugas security masih berjaga. Mereka oper shift. Shift malam yang sekarang ganti dengan petugas shift pagi yang barusan masuk. Termasuk Dicky, yang saat ini turun jaga. Pria itu menuju ke ruangan dimana para petugas sekuriti berkumpul. Belum sampai pria itu tiba di ruangan yang ditujunya, terdengar suara berisik ponsel berdering. Siapa yang menelepon ku? Batin Dicky, segera merogoh saku bajunya mengeluarkan ponselnya. Setelah membaca siapa peneleponnya, ia pun segera mengangkatnya, dengan sumringah. Halo, Nyonya Lidya. ucap Dicky dengan hormat, meski tak bertemu secara langsung. Bagaimana tugas yang kuberikan padamu semalam, untuk menjebak putraku, apakah itu beres? Tanya suara di seberang telepon. “Beres Nyonya, bahkan Tuan saat ini belum keluar dari kamar. Sepertinya Tuan menikmati malam yang indah bersama dengan Nona Vita.” jelas Dicky panjang lebar. “Bagus, aku akan mengirim imbalanmu sekarang juga.” ucap Nyonya Lidya. Dan panggilan pun berakhir setelahnya. Ding! Terdengar suara pesan masuk setelahnya. “Astaga, bonusku langsung masuk,” teriak Dicky girang membaca sepuluh digit nominal yang masuk ke rekeningnya barusan. Ia pun segera masuk ke ruangan khusus petugas security, dan berganti baju. Cepat-cepat ia keluar dari sana, karena tak sabar untuk segera membelanjakan bonus yang diterimanya. Dari arah depan saat ia akan menuju ke tempat parkir, terdengar suara hentakan heels yang menyapu lantai dengan keras dan berirama. Namun makin lama hentakan itu semakin cepat mendekatinya. “Dicky, tunggu!” panggil wanita itu, seketika menghentikan langkah Dicky. Dicky memasang senyum manis, namun seketika senyumnya itu pudar. Betapa tidak terkejutnya dia, saat wanita yang kini sudah di hadapannya itu tak mengenakan gaun maroon. Padahal jelas, semalam dia mendapatkan tugas untuk memasukkan gadis bergaun maroon ke kamar yang sudah ditentukan. “No-nona, kenapa Anda tak memakai gaun warna maroon?” tanyanya, tergagap, sekaligus syok. Jika bukan Nona Vita yang semalam masuk ke kamar bersama Tuan, lantas siapa gadis bergaun maroon yang masuk ke kamar Tuan Tristan. Dicky sampai menelan salivanya dengan susah payah, telah salah memasukkan orang dan itu artinya misinya gagal. “Gaun ku maroon basah, dan aku ganti gaun lainnya. “Dicky!” bentak Nona Vita, hingga membuat pria itu mendelik. Habis sudah kini ia, belum sempat menikmati hasil kerja kerasnya. “Katamu semalam kau memintaku menunggu sebentar di kamar x, namun sampai pagi ini, Tristan tak kunjung datang ke kamarku berada!” hardiknya dengan suara semakin meninggi. Hingga Dicky sampai mendelik lagi sembari menutup kedua telinganya. Alamak, aku salah kamar pula. Mati aku. Pekik Dicky dalam hati. “No-Nona Vita, aku tidak tahu itu. Yang mengatur kamar Sardi, bukan aku. Nona tanyakan saja pada dia.” Dicky yang ketakutan pun segera berlari kencang sejauh mungkin menghindar dari wanita tadi. Ia tak mau kena masalah ataupun dijadikan pelampiasan amarah. Sedangkan dia belum menikmati sepeserpun bonus itu. “Aku harus segera menghabiskan bonus tadi sebelum diambil kembali,” gumamnya mengingat bonusnya yang sangat berarti dan dia nantikan. Sedangkan wanita bertubuh seksi dan berambut merah panjang sebahu tadi tampak sebal menatap ke depan dan petugas sekuriti tadi sudah hilang begitu cepat. “Dasar, kerja tidak becus!” umpatnya lantang, sembari melenggang tangannya ke pinggang. “Baik, aku akan mencari Sardi sekarang.” gumamnya. Vita kembali berjalan menuju ke ruang petugas sekuriti. Di ruang itu banyak petugas sekuriti yang datang silih berganti. Matanya bergerak liar menyapu ke seisi ruangan mencari sosok Sardi. Karena beberapa pria nampak terhalang oleh pria lainnya yang baru masuk maka ia pun memutuskan untuk masuk dan mencarinya sendiri. “Dimana dia?!” gumamnya, setelah menyapu ke seisi ruangan dan tak menemukan juga sosok yang dicarinya. Ia pun mencoba bertanya pada salah satu petugas security yang ada di sana. “Kamu tahu dimana Sardi?” Petugas sekuriti itu menjawab dengan menunjuk ke suatu arah. Di arah barat tampak Sardi baru keluar dan membawa tas, bersiap untuk pulang. Dan Vita langsung menghampirinya. “Nona Vita, ada apa mencariku?” tanya Sardi dengan menatap dari ujung kaki sampai ujung kepala. Ia berpikir wanita itu pasti sudah menghabiskan malam yang indah bersama Tuan Tristan. Dan saat ini wanita itu datang untuk berterimakasih padanya atau memberikan tips untuknya. "SARDI!!” Seketika pria itu mendelik takut dengan gertakan Nona Vita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD