5. Rayuan

1063 Words
"Saya serius dengan penawaran yang kapan hari, Yuri. Bukan sebagai sogokan karena saya memberikan ponsel itu padamu. Tapi ... tawaran ini sedikit memaksa. Putra saya gila kerja sampai-sampai tidak sempat cari calon istri," ucap Erwin memulai obrolan ketika pria tua itu memaksa Yuri untuk menemaninya mencari minuman dan juga makanan di kantin rumah sakit. Operasi Yoga sudah selesai dan hanya menunggu pemulihan pasca operasi sebelum dipindah ke kamar perawatan. Ini sudah terlewat satu hari setelah kejadian kecelakaan yang melibatkan mobil milik Kakek Erwin yang menabrak pengemudi motor yang tak lain adalah Yoga, kakak lelaki Yurika. "Tapi, Kek. Saya masih kuliah, loh?" "Ya nggak papa. Meski pun masih kuliah, tapi kamu sudah cukup dewasa. Berapa usiamu, Yuri?" "Dua puluh satu tahun, Kek. Eh, lima bulan lagi menuju dua puluh dua." "Masih sangat muda. Anak saya namanya Erik. Usianya sudah cukup matang. Tiga puluh dua tahun. Tapi tidak masalah meski usia kalian terpaut lumayan jauh. Saya yakin anak saya bisa menjadi lelaki yang bertanggung jawab dan memenuhi semua kebutuhan kamu, Yuri." "Tapi, Kek. Jujur saya belum ada keinginan untuk menikah dalam waktu dekat. Setidaknya saya harus lulus kuliah dulu lalu bekerja agar dapat membantu Kak Yoga." "Justru itulah, Yuri. Sekalipun kamu sudah menikah ... kamu masih bisa mewujudkan semua impian dan keinginan kamu. Saya yakin anak saya juga tidak akan membatasi ruang gerak kamu. Asal tau saja. Erik itu pekerja keras. Dengan kamu menikah dengannya, bukankah kamu akan dipermudah karena Erik akan membantu biaya kuliah kamu sampai lulus. Kalau pun kamu kuliah sampai S2, Erik juga tidak akan keberatan. Uang dia banyak. Kamu bisa memanfaatkannya." Yuri tergelak. Mana ada seorang ayah yang malah mengumpankan anak lelakinya pada gadis biasa sepertinya yang bahkan baru saja patah hati. "Kakek yakin nggak akan menyesal meminta saya menikah dengan putra kakek? Kalau saya khilaf dan menghabiskan uang putra Kakek gimana? Atau mungkin saya tidak sebaik yang kakek kira. Apa kakek tidak akan menyesal nantinya?" "Untuk apa saya menyesal, Yuri. Justru saya akan lebih menyesal jika tidak segera menikahkan anak saya. Bisa-bisa dia akan jadi bujang lapuk. Mana sebentar lagi dia akan pergi ke luar negeri untuk mengembangkan bisnisnya. Sudah tidak ada waktu lagi buat dia mengurusi hidupnya sendiri." Yuri diam dan mulai menimbang-nimbang. Tapi masih juga ada bimbang. Sanggupkah dia menjadi istri kelak ketika mengurus diri sendiri saja belum sepenuhnya benar. Sementara Erwin, tak juga berhenti merayu. "Jika kamu setuju menikah dengan putra saya ... mungkin setelahnya Erik akan melanjutkan rencana ekspansi bisnisnya ke Dubai. Kamu boleh ikut dengannya tapi jika kamu masih tetap ingin tinggal di sini ... tidak masalah. Kamu bisa menemani saya. Anggap saja kamu sebagai pengganti anak saya yang bisa saya jadikan teman agar tidak kesepian." "Memang Kakek tidak punya keluarga lagi selain paman Erik?" Entahlah kenapa malah sebutan paman yang terlontar dari mulut Yuri karena merasa putra Kakek Erwin juga sudah matang dan bukan remaja labil sepertinya. "Saya punya dua orang anak lelaki. Kakaknya Erik juga baru saja menikah. Yuri, kamu tenang saja. Setelah menikah nanti saya akan jamin Erik akan memenuhi semua kebutuhan kamu. Kamu tidak akan kekurangan apapun dalam hal materi. Dan itu akan menjadi keuntungan besar buatmu. Sehingga kamu bisa tunjukkin pada lelaki yang sudah menyakiti kamu itu jika kamu bisa mendapatkan lelaki lain yang jauh lebih baik lagi dari dia. Gimana? Apa masih ada sesuatu yang menjadi ganjalan di hatimu? Yuri, jadilah menantu saya, please!" Yuri makin bingung dibuatnya. Menggigit bibir dalamnya takut untuk mengambil keputusan. "Kek, saya tidak bisa memutuskan ini sendirian. Ditambah dengan kondisi Kak Yoga yang demikian." "Bicarakan saja dulu dengan Yoga dan istrinya. Saya yakin jika mereka juga akan mendukung apapun keputusan kamu. Dan mungkin jika kamu menikah dengan Erik, maka kamu juga bisa membantu Yoga. Meski pun saya akan tetap bertanggung jawab dalam masa penyembuhannya, tapi setidaknya kamu ada andil meringankan beban yang ditanggung oleh Yoga. Maafkan kakek jika berkata seperti itu, Yuri. Anggap saja kakek ini pemaksa. Tapi memang itulah adanya. Dengan jujur saya memang sedang memaksa kamu karena menurut saya kamulah wanita yang tepat untuk menjadi pendamping anak saya." "Kenapa kakek seyakin itu sama saya?" "Entahlah. Sejak pertama kali saya melihatmu, saya rasa kamu ini adalah gadis yang baik. Andai saya punya anak wanita yang seperti kamu ... mungkin hidup saya akan lebih berwarna. Oleh sebab itulah saya mengatakan pada Erik tentang niat ingin menjodohkan kalian. Dan Erik sudah setuju. Jadi sekarang tinggal menunggu keputusan kamu, Yuri." "Paman Erik setuju? Kok bisa? Bahkan kami belum ada saling bertemu." "Itulah anak saya, Yuri. Dia tidak ada waktu untuk mencari calon istri. Jadi siapapun wanita pilihan saya ... ya Erik terima karena menurut Erik saya tidak mungkin mencarikan dia wanita sembarangan. Dan apa yang saya inginkan adalah yang terbaik untuknya." "Lalu kenapa Kakek tidak mencarikan jodoh buat Paman Erik sejak dulu? Sebelum usianya sematang sekarang." "Saya sering berniat untuk menjodohkan Erik. Hanya saja selalu ada rintangan dan saya belum menemukan wanita yang tepat untuknya. Banyak wanita cantik dan seumuran dengannya, tapi kebanyakan mereka hanya mengincar harta anak saya." "Lah, kakek ini aneh. Kenapa dengan saya malah kakek menawarkan harta Paman Erik? Jangan-jangan Kakek sengaja mancing saya, ya?" "Sama sekali tidak, Yuri!" "Atau kakek melakukan itu semua karena kasihan sama saya?" "Jika boleh jujur ... iya. Memang ada rasa kasihan melihat kamu. Seorang yatim piatu yang hanya hidup dengan kakak kamu. Tapi sekarang kondisi kakak kamu juga belum memungkinkan untuk kembali mencari nafkah bagi keluarganya. Yuri, percayalah. Saya tidak ada niat buruk atau jahat padamu dan keluarga kamu. Niat saya ingin menikahkan kamu dengan Erik murni karena saya memang merasa kamu adalah gadis yang baik. Kamu jangan memiliki pemikiran jika putra saya punya kelainan atau apapun itu sampai belum juga menikah di usia sekarang. Saya jamin Erik adalah pria sehat dan normal. Hanya saja memang dia sangat berambisi pada kerjaannya sampai mengesampingkan urusan berumah tangga. Jika kamu setuju dengan permintaan saya ... saya akan bawa Erik ketemu langsung sama kamu dan Yoga agar kamu bisa berkenalan dan menilai sendiri seperti apa anak saya. Bagaimana?" Kali ini, melihat wajah tulus dan penuh permohonan dari pria tua di hadapannya ini, Yuri tidak tega mengecewakan. Apalagi jika Yuri nilai, Kakek Erwin memang orang yang baik. Bertanggungjawab pada pengobatan kakaknya dan juga menepati janjinya untuk memberikan ponsel padanya sebagai ganti ponsel lamanya yang tercebur ke dalam danau. "Baiklah, Kek. Saya akan bicarakan hal ini pada Kak Yoga dan Kak Fina. Kira-kira kapan kakek akan mempertemukan saya dengan Paman Erik?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD