18. Banyak Yang Suka Yuri

1314 Words
Bagas memindai tubuh Yuri dari atas ke bawah. Lama tak bertemu, Yuri makin terlihat memukau di matanya. Makin cantik dan dewasa. Ditambah penampilan Yuri yang juga terlihat berkelas menambah aura dalam diri wanita itu. Bagas tersenyum penuh kerinduan pada sang mantan. Ada penyesalan kenapa dulu dia diam saja dan tidak bertindak ketika Yuri memutuskannya. Ah, sial! Ini semua gara-gara sopir itu yang sudah menghalang-halanginya menemui Yuri dan membuat gadis itu kembali kepadanya. Iya. Sejak insiden di kampus hampir satu tahun yang lalu, yang mana Bagas tidak berhasil menjelaskan apa-apa pada Yuri mengenai perselingkuhan yang telah ia lakukan lantaran keberadaan seorang lelaki yang selalu ada di sekitar Yuri. Lelaki yang baru Bagas tau jika hanyalah seorang sopir pribadi yang bekerja pada pamannya. Andai Bagas tau sejak dulu, mungkin dia tak akan mundur mengejar cinta Yuri kembali. Namun, semesta seolah berpihak kepadanya saat dia mengetahui bahwa sang mantan rupa-rupanya malah bekerja di kantor papanya. "Hai, Yuri. Apa kabar? Nggak nyangka kalau kamu kerja di kantor papa. Pasti karena Papa dan Tania kamu bisa kerja di sini, kan?" Ucapan Bagas malah membuat Yuri meradang. Luka lama kembali menganga. Setelah berbulan-bulan hidupnya tenang tanpa Bagas, dan Yuri mulai berhasil melupakan pria itu, tiba-tiba Bagas kembali muncul di hadapannya dengan wajah tengilnya. Tidak pernah bertemu sekalinya berjumpa malah Bagas membuatnya sakit hati saja. "Maaf ya Pak Bagas yang terhormat. Saya kerja di sini murni karena mengikuti seleksi bukan karena siapa-siapa. Ya memang di awal papa Anda lah yang menawarkan pekerjaan pada saya, tapi tetap saja saya bisa diterima karena berhasil lolos tes atas kemampuan yang saya miliki." Bagas tertawa. "Tidak masalah kamu mau kerja lewat jalur apa. Yang pasti saat ini kamu kerja di kantor papa yang artinya kita akan sering bertemu. Yah, meski aku tidak setiap hari ada di kantor ini setidaknya kita akan sering dipertemukan kembali. Ingat, Yuri. Yang namanya jodoh tak akan lari ke mana. Begitu pula dengan kita berdua. Sekarang kamu bisa pura-pura tak saling kenal dan melupakan masa lalu yang pernah terjadi di antara kita. Tapi akan aku pastikan jika kamu akan kembali padaku cepat atau lambat." "Maaf maaf saja Pak Bagas. Tapi saya tidak tertarik balikan dengan Anda. Permisi!" Yuri melenggang meninggalkan Bagas begitu saja. Dia sudah cukup malu menjadi pusat perhatian para karyawan yang berlalu lalang. "Tak mungkin kan kamu lebih memilih sopir itu daripada aku Yuri! Lihat saja. Kamu akan kembali aku dapatkan Yuri!" Bagas masih juga berteriak dan Yuri tidak menanggapinya. Yuri bejalan cepat memasuki lobi dengan kepala tertunduk karena malu. Ini baru di hari keduanya bekerja tapi ada saja masalah yang menerpa. Setelah kemarin ada orang yang tidak suka padanya dan menguncinya di dalam ruang arsip, sekarang giliran Bagas yang mencari masalah dengannya. Ya Tuhan. Kenapa untuk bisa menjadi orang sukses banyak sekali halangan. Tak jauh dari tempat Yuri berdiri menunggu lift saat ini nampak Malika yang menyaksikan semua apa yang terjadi pada Bagas dan Yurika. Gadis itu baru saja tiba dan masih berada di lobi saat melihat semuanya. Semua yang Bagas lakukan dan Malika makin benci karena keberadaan Yuri akan semakin menyulitkan langkahnya mendapatkan Bagas. "Awas saja kau Yuri. Aku tak akan membiarkan kamu kembali pada Bagas. Bagas tidak pantas untukmu karena Bagas hanya cocok dengan wanita berkelas sepertiku. Bukan gadis gembel seperti kamu!" gerutu Malika sembari bersedekap depan d**a dan kedua netra masih fokus menatap nyalang pada Yurika yang tak tau apa-apa. ••• "Yuri!" Baru saja Yuri akan masuk ke dalam ruang divisi marketing, Tania berlari kecil menghampirinya. Keduanya memang tidak bekerja di satu divisi yang sama. Jika Yuri di divisi marketing, sementara Tania di divisi penjualan. "Tan! Akhirnya kita bisa bertemu lagi." "Iya seharian kemarin kita nggak ketemu sama sekali. Nanti makan siang kita sama-sama ke kantin ya? Banyak yang mau aku cerita ke kamu." "Oke. Nanti kita ketemuan di sini ya?" "Sip! Oh ya, Yur. Eum ... kamu baik-baik aja kan?" "Aku baik seperti yang kamu lihat." "Iya sih. Cuma aku denger kabar kalau ada karyawan baru kekunci di ruang arsip kemarin. Itu bukan kamu kan?" Yuri ingin bercerita tapi waktunya tidak tepat. "Nanti lah kita cerita-cerita. Sudah sana balik ke ruanganmu." Tania pun mengangguk. Mereka berpisah masuk ke dalam ruangan divisi masing-masing karena kebetulan ruangan mereka berada di satu lantai yang sama dan hanya beda ruangan saja. ••• Baru juga Yuri mempelajari beberapa berkas yang tadi diberikan oleh salah satu staff senior yang menjadi mentornya, ketika dua orang wanita masuk ke dalam ruangan. Seperti biasanya. Lagaknya sombong dan angkuh. Keduanya adalah Desi, manager marketing bersama Malika yang berdiri di samping meja kerja Yurika. Merasa dirinya lah yang dicari, Yuri mendongak kepalanya. Dalam hati Yuri sudah waspada melihat wajah Desi yang kurang bersahabat. Bahkan sejak hari pertamanya masuk kerja kemarin, Desi sudah menunjukkan ketidaksukaan padanya. Yuri pun yakin sekali jika dalang penguncian dirinya di ruang arsip adalah Desi. Dari sini, Yuri harus berhati-hati ketika berhadapan dengan Desi karena bagaimanapun Desi adalah atasannya. Sementara Malika, Yuri tak tau apa hubungan keduanya karena Malika yang jelas-jelas adalah sama-sama karyawan baru tapi lagaknya seperti bos besar saja. "Yuri! Proposal untuk sponsorship yang aku email tadi, sudah kamu kerjakan?" Yuri menggelengkan kepalanya. "Belum, Bu. Ini masih saya pelajari." "Apa?! Bukankah sudah saya katakan jika siang ini proposal itu sudah harus jadi." "Tapi, Bu. Saya ini karyawan Baru dan belum pernah diajari membuat proposal semacam itu. Bisa saja sih saya buat tapi kalau semisal ada yang salah, Bu Desi juga nanti yang bakal kena. Dan lagi ... membuat proposal seharusnya bukan tugas saya kan, Bu? Karena jabatan saya sebagai technical marketing yang mana di jobdes yang saya dapatkan, tugas utama saya adalah membuat desain produk juga membuat desain brosur untuk kepentingan marketing. Kalau membuat proposal itu seharusnya Malika yang mengerjakan." Desi menudingkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Yurika tanda jika perempuan itu tengah murka. "Kamu ya! Berani melawanku. Siapa kamu, hah! Hanya karyawan baru saja belagu. Dan satu hal lagi yang harus kamu tau. Malika ini anak orang penting di perusahaan ini. Jadi suka-suka dia mau ngapain aja." Bukannya takut, Yuri malah melawan membuat semua orang yang ada dalam ruangan sudah ketar ketir sendiri. Terutama Naura, Saida dan Rahman yang duduk berdekatan dengan Yurika. Harap-harap cemas jangan sampai Desi membuat masalah lalu membuat Yuri sebagai anak baru jadi tidak betah bekerja. Paling parah adalah diberhentikan masih di masa trainingnya. "Oh, baru anak orang penting bukan anak pemilik perusahaan kan?" Malika melotot marah. "Kamu, ya! Awas saja aku tandain kamu. Karena sebentar lagi aku akan jadi menantu pemilik perusahaan ini. Lihat saja kau, Yuri! Kamu akan tau akibatnya karena berani meremehkanku." Malika meninggalkan Yuri disusul oleh Desi. Yuri mengembuskan napas lega setelah kepergian mereka. Bahkan para staff senior langsung mendekatinya. "Yuri, kamu kenapa berani sekali melawan Bu Desi?" tanya Naura memperingati. Desi bukan sembarang orang karena wanita itu bisa dengan mudah menendang siapa saja karyawan yang tidak nurut dan suka melawan. "Ya gimana, Mbak Nau. Kalau nggak dilawan malah akan keterlaluan. Lagipula aku bilang apa adanya kan? Seharusnya sebagai seorang manager, Bu Desi tau dong porsi kerjaan para bawahan masing-masing. Bukan malah asal perintah." "Kamu hebat, Yur. Baru dua hari bekerja sudah berani melawan ketidakadilan. Tapi kamu juga harus berhati-hati karena bisa jadi Bu Desi dendam dan akan terus mencari masalah sama kamu." Rahman ikut-ikutan nimbrung. "Ya nggak papa Mas Rahman. Yang penting aku sudah di jalan yang benar. Sudah baik loh aku mau belajar untuk bisa mengerjakan perintah Bu Desi yang seharusnya tugasnya Malika. Tapi malah dimarah-marahi. Terus Malika gunanya apa ada di sini. Makan gaji buta?" "Ya itulah bobroknya perusahaan. Orang dalam bisa seenaknya memanfaatkan fasilitas perusahaan dan menekan bawahan dengan sesuka hatinya. Kamu hati-hati ya. Aku yakin setelah ini kamu akan mendapatkan masalah yang lebih besar lagi." Naura menepuk bahu Yurika. "Tenang saja Yuri. Ada kami yang ada di belakangmu," ucap Rahman menimpali. Yuri tersenyum bahagia karena memiliki banyak teman yang perduli padanya padahal ini baru dua hari dia bekerja. "Makasih ya semuanya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD