Satria mengumpat kesal, dirinya paling benci jika Ethan sudah ikut campur. Pria itu seperti punya mata empat yang akan membuatnya kelimpungan. Dirinya bangkit dan ingin menghantam pria itu, namun Jayden segera menjambak rambutnya kasar hingga kepalanya mendongak.
"Mau apa hah?" Jayden mengeram marah.
"Bos, dia pasti salah analisa. Aku benar-benar tidak pernah menerima barang dari Roger," elak Satria.
"Jadi menurutmu sahabatku yang berbohong?"
"Ya, dia pasti yang berbohong. Aku arghhhhhhhh!"
Untuk kedua kalinya Jayden menyulut rokoknya ke tubuh Satria tanpa menunggu menjelaskan dari pria itu. Wajahnya terlihat penuh emosi karena ia tahu Satria yang tengah menutupi sesuatu.
"Semakin banyak alasan, semakin terlihat kebohongan yang kau sembunyikan. Mau memberikannya langsung atau?"
Prangg!!!
Marka tiba-tiba menendang meja panjang yang berisi ratusan wine hingga isinya hancur seketika. Satria membelalakkan matanya lebih lebar, uang ratusan jutanya seolah lenyap dalam sekejap karena minuman itu tumpah semua.
"Aku membiarkannya menghancurkan ini semua?" Jayden melanjutkan ucapannya yang sempat tertunda.
"Bos, jangan bos. Aku benar-benar tidak tau apa pun." Satria masih bungkam, Jayden ini juga sangat menyeramkan tapi ia lebih takut akan mengungkap siapa dalangnya.
"Baiklah, hancurkan sekarang." Jayden bangkit dan memberikan perintah dengan tegas.
Marka dan Ethan tentu tidak membuang waktu lagi, mereka menghancurkan apa saja yang ada di ruangan itu. Mereka tak peduli Satria akan rugi atau tidak, tujuan mereka ingin membuat Satria membuka mulutnya.
Satria rasanya begitu frutasi melihat itu semua, Jayden ini juga orang yang suka bermain-main.
"Masih belum ingin mengaku juga?" Jayden cukup geram karena Satria masih tak ingin membuka mulut. "Ethan, pegang dia!"
Ethan memegang Satria dengan cepat, pria itu mengumpat kata-kata kasar dan mengeluarkan nama seluruh isi kebun binatang. Ethan menyeringai, ia melumpuhkan pria itu dengan menendang tulang keringnya hingga pria itu membungkuk. Setelahnya ia memiting lehernya agar tidak bisa bergerak.
"Setan! b******n kau Ethan, arghhhhhhhh!" Satria bergerak-gerak berontak.
"Kalau gue setan, lu sesepuhnya. Jay! Kasih dia kenang-kenangan," cemooh Ethan.
Jayden menyeringai, ia mendekati Satria lagi dengan membawa pisau di tangannya. Satria yang melihat itu ketakutan, wajahnya memucat.
"Jangan, jangan, aku akan mengaku," kata Satria lebih takut nyawanya akan hilang malam ini. "Dia hanya menitipkan barang beberapa saja, tapi pelanggan banyak yang tidak suka. Masih milikmu yang paling unggul bos. Percayalah dia tidak akan mengambil wilayah ini," ucapnya dengan suara gemetar.
"Mana barangnya?"
Satria memejamkan matanya singkat. "Belum dikirim lagi bos, dia janji minggu depan akan ada."
Jayden terkekeh-kekeh sinis, ia duduk berjongkok di depan Satria. "Kalian sudah sedekat itu, ya?"
"Bos ampuni aku, aku bersumpah akan menolak tawarannya nanti. Ampuni aku," pinta Satria.
Jayden bukannya kasihan, ia justru tertawa terbahak-bahak. Ia menarik tengkuk Satria dan sedikit menjambak rambutnya.
"Kali ini aku ampuni, tapi kau tetap harus aku berikan pelajaran agar tidak macam-macam padaku," kata Jayden masih dengan tawanya yang membuat buku kuduk merinding.
Jayden tiba-tiba bangkit dan secepat angin, ia menyabetkan pisau yang di pegangnya tepat di pipi satria hingga menciptakan goresan panjang bersaman darah yang muncrat di lantai.
"Arghhhhhhhh!" Satria berteriak sekeras-kerasnya, rasa ngilu bercampur pedih ia rasakan di pipinya. Benar-benar sakit seolah menembus tulangnya.
Jayden tidak peduli, ia tersenyum sinis dengan posisi membelakangi Satria yang menjerit-jerit kesakitan. "Minggu depan, temui dia di kawasan Sapatra. Jika sampai gagal, aku bisa memberikan yang lebih dari ini," ujar Jayden tegas nan dingin.
Satria masih merintih kesakitan, bukan hanya luka yang nyeri tapi ia tidak bisa membayangkan wajahnya yang pasti akan rusak karena bekas goresan itu. Jayden ini benar-benar orang yang sangat tidak bisa ditebak dan tak punya hati nurani. Seharusnya ia berpikir ulang sebelum berniat untuk mengkhianatinya.
***
Jayden kembali ke mobilnya, ia berpisah dengan Marka dan Ethan karena mereka masih ingin menghabiskan waktu disana. Sejak tadi jujur pikirannya tidak begitu fokus, ia memikirkan wanita mungil yang tadi ditinggal di mobil.
Jayden membuka pintu mobilnya, ia membayangkan wanita itu mungkin saja ketiduran atau bagaimana. Namun, ternyata tidak ada?
"Wanita itu, kemana dia?" Jayden berdecak pelan, benar-benar wanita yang keras kepala.
Sebenarnya bisa saja Jayden tidak peduli, tapi entah kenapa ada dorongan kuat dalam hatinya untuk memastikan wanita itu baik-baik saja atau tidak.
Jayden akhirnya kembali masuk ke dalam club. Mengingat luasnya club itu, ia pasti akan cukup kesusahan untuk mencari Kenanga. Namun siapa sangka wanita mungil itu tengah membuat keributan di dalam sana. Jayden yang melihatnya cukup kaget, melihat Kenanga yang kini tengah mengangkat botol tinggi dan bergaduh dengan seseorang.
"Apa? Kau mau membunuhku lagi? Ayo pukul, aku tidak takut!" Kenanga berteriak-teriak dengan suara yang tidak terlalu jelas, ia sedikit mabuk setelah meminum beberapa gelas wine.
"Ahh Nona, kenapa galak sekali? Ayo turunkan botolnya. Mari bersenang-senang lagi." Seorang pria muda mendekati Kenanga, merengkuh pinggangnya dengan mesra dan berusaha menciumnya.
"Lepas! Ahhh b******k!" Kenanga memberontak keras, mendorong pria itu agar menjauh. Ia sangat benci dengan pria yang kurang ajar seperti ini. Tanpa memikirkan apa pun, Kenanga langsung saja menghantam kepala pria itu dengan botol anggur yang dipegang.
Botol itu pecah bersamaan dengan seluruh isinya yang timpah. Darah pun merembes dari kepala si pria.
Jayden kaget melihatnya, ia tadinya ingin membantu, tapi Kenanga ternyata wanita yang tak kenal takut apa pun. Kini wanita itu mengacungkan pecahan botolnya.
"Jangan macam-macam atau kubunuh kalian!"
Suasana langsung ribut, beberapa orang memanggil keamanan. Jayden segera bertindak, ia menarik tangan wanita itu, namun karena Kenanga masih kaget, dirinya malah mengacungkan pecahan botol itu ke arah Jayden.
"Buang itu," titah Jayden dengan sorot mata tajam.
Kenanga membulatkan matanya syok, ia membuang pecahan gelas itu. Tapi wajahnya tiba-tiba berubah penuh senyum dan tanpa aba-aba langsung memeluk Jayden.
"Sayang, mereka ingin melecehkanku," rengek Kenanga dengan suara yang manja.
Jayden cukup kaget sebenarnya, ia melirik sekelilingnya yang semakin ramai. Dengan sekali tarikan ia menggendong wanita itu layaknya bayi koala dan Kenanga pun langsung menyandarkan kepalanya di bahu Jayden.
"Kalian sudah tahu siapa aku 'kan? Jika ingin membuat laporan, silahkan saja. Aku tunggu besok!" kata Jayden terdengar biasa saja, tapi penuh dengan ancaman bagi yang sudah mengenalnya.
Jayden membawanya Kenanga pergi, wanita itu meringkuk dalam gendongannya. Ia perlu melewati parkiran yang sangat luas sampai tiba di mobilnya.
"Wangi, aku suka," ucap Kenanga tiba-tiba saja menciumi leher Jayden.
Jayden mengeram pelan, ia mencengkram pinggang wanita itu dengan lembut. "Kenapa kau selalu membuat ulah? Tidak bisakah kau diam saja dan menungguku?" kesal Jayden.
"Kau khawatir ya?" Kenanga tersenyum-senyum geli, ia sedikit mendongak menatap wajah Jayden. "Pria arogan, kau khawatir ya?" Kenanga kembali bertanya karena tidak mendapatkan jawaban.
Jayden meliriknya sekilas, ia sampai di dalam mobil dan menurunkan Kenanga. Wajahnya benar-benar sangat datar, dengan cekatan ia menarik sabuk pengaman untuk wanita itu.
"Kalau Roger sampai tau kau masih hidup, percuma saja rencana balas dendam ini," kata Jayden singkat.
Kenanga terkekeh-kekeh senang. "Tidak mungkin dia akan membunuhku dua kali. Karena kau ... " Kenanga menyentuh kedua pipi Jayden, pria itu kaget tapi hanya diam. "Pasti akan melindungiku 'kan?" Seolah begitu gemas, Kenanga menguyel-uyel pipi Jayden dengan kedua tangannya.
Jayden semakin kaget, ia memperhatikan wajah Kenanga yang menurutnya sangat cantik. Ditambah tahi lalat kecil dibawah mata itu mengingatkannya pada Agatha.
"Agatha," ucap Jayden tanpa sadar.
"Hem ...." Kenanga melebarkan matanya, antara sadar dan tidak saat ini.
Jayden memperhatikan wajah Kenanga lagi, tapi dalam pikirkannya Agatha yang tengah duduk dan memandangnya dengan senyum manis. Jayden mengusap pipi wanita itu dengan lembut, mengusap bibinya yang merah merekah.
Jayden menelan ludahnya, wajah polos itu begitu menggodanya hingga ia tak sadar telah mendekatkan wajahnya. Ia mencium bibir wanita itu sangat lembut, seolah begitu mengintainya.
Kenanga yang memang mabuk menerima ciuman itu dengan sukarela, apalagi Jayden menciumnya sangat lembut sekali. Tangan pria itu perlahan memutar alat agar sandaran mobil itu turun dan dirinya masuk ke dalam sana.
Jayden benar-benar melupakan segalanya, ia hanya merasa telah menemukan Agatha dan mencium bibir wanita itu dengan panas. Ia menindihnya namun tak menyakiti. Dengan tak sabar ia menaikkan kaos wanita itu dan menyentuh lembut d**a kenyal yang membuat gairahnya terpancing. Mencium dagu wanita itu dan terus turun ke bawah hingga berhenti di dadanya, menggigitnya kecil hingga menimbulkan bekas memerah.
"Tu-an ...."
Bersambung~