BAB 4

1185 Words
Hari kedua OSPEK dilaksanakan, Bella mendapat hukuman karena tidak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Ika kepadanya. Bella diminta menemui Yoga dan meminta tanda tangannya. Bella menghela napas lelah. Sudah sepuluh menit dia berkeliling koridor kampus untuk mencari keberadaan Yoga. Namun, hingga saat ini dia belum melihat batang hidungnya. Bella menyandarkan tubuh pada dinding di belakangnya. Rasanya dia ingin menyerah dan meminta hukuman lain kepada Ika. Bella tidak sanggup jika harus terus berkeliling kampus yang sangat luas hanya untuk mencari keberadaan Yoga. Bella akan beranjak dari posisinya sekarang. Namun, sorot matanya menangkap seseorang yang sejak tadi ia cari di kejauhan. Bella menyipitkan mata. Dia melihat Yoga berada di taman kampus tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Yoga sedang duduk di bangku taman yang berada di bawah pohon bersama seorang laki-laki. ‘Kak Rendra,’ batin Bella, menyebut nama laki-laki yang sedang bersama Yoga sekarang. Bella menelan ludah susah payah. Dia ragu untuk mendekati Yoga yang terlihat sedang mengobrol bersama Rendra. Bella tidak mau bertemu dengan Rendra. Tapi, kalau dia tidak datang ke sana, maka Bella tidak bisa mendapatkan tanda tangan Yoga dan pasti akan mendapatkan hukuman lagi. Bella menghembuskan napas panjang. Dia membulatkan tekad untuk berjalan menghampiri mereka. Bella memberi semangat kepada diri sendiri dan berusaha bersikap wajar di hadapan mereka. Rendra bersikap cuek dan tidak mengenal Bella ketika berpapasan dengannya tadi pagi, maka Bella hanya perlu bersikap yang sama seperti Rendra. “Permisi, Kak,” sapa Bella, ketika tiba di hadapan mereka. Rendra dan Yoga mendongak. Rendra melebarkan mata melihat kehadiran Bella, sementara Yoga menatapnya dengan sorot mata bertanya. “Iya. Ada apa?” tanya Yoga, memperhatikan penampilan Bella dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Maaf, Kak, saya diminta Kak Ika untuk meminta tanda tangan Kakak,” ucap Bella, menyodorkan buku yang ada di tangannya ke arah Yoga. “Tanda tangan? Untuk apa? Kamu mendapat hukuman dari Ika?” tanya Yoga, menerima buku yang disodorkan oleh Bella. “Iya, Kak,” sahut Bella, menganggukkan kepala. “Kesalahan apa yang sudah kamu lakukan hingga membuat Ika menghukum kamu?” tanya Yoga, penasaran. “Saya nggak bisa menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Kak Ika, Kak,” ucap Bella, tanpa menjelaskan tugas apa yang gagal ia selesaikan. Yoga dan Rendra saling pandang. Ada senyum tipis yang terukir di sudut bibir Yoga sebelum dia mengalihkan pandangan kembali menatap Bella. “Siapa nama kamu?” tanya Yoga, ingin tahu. “Bella, Kak,” ucap Bella, menyebutkan namanya. “Baiklah .... Bella. Aku akan memberikan tanda tangan, tapi dengan satu syarat,” kata Yoga, mengangkat satu jari telunjuk kanannya ke hadapan Bella. “Apa syaratnya, Kak?” tanya Bella, menatap Yoga. Bella tahu tidak akan mudah mendapatkan tanda tangan dari Yoga. Namun, dia berharap Yoga tidak memberikan tugas yang sulit untuknya. “Nyanyikan lagu dangdut untuk kami,” ucap Yoga, menyebutkan syarat untuk Bella. “A-apa?” Bella membulatkan mata, terkejut. “Kenapa? Kamu nggak mau? Ya sudah ... aku nggak akan memberikan tanda tangan untuk kamu,” ujar Yoga, menyodorkan kembali buku milik Bella. “Ayo, Ren. Kita pergi.” Yoga berdiri, begitu juga dengan Rendra. Bella bimbang. Dia harus mendapatkan tanda tangan Yoga bila tidak ingin mendapatkan hukuman yang lainnya. Namun, syarat yang diajukan Yoga membuat Bella gigit jari. Bella memang bisa sedikit menyanyi, tapi dia tidak pernah menyanyi di hadapan orang lain. Apalagi di depan seluruh kampus dan disaksikan oleh Rendra juga. “Tu-tunggu dulu, Kak,” cegah Bella, ketika Yoga dan Rendra mulai melangkahkan kaki meninggalkan taman kampus. “Aku akan me-nyanyi,” ujarnya memberi tahu. Yoga dan Rendra menghentikan langkah mereka, lalu berbalik menatap Bella. “Baiklah. Kami akan mendengarkannya,” ucap Yoga, menyilangkan tangan di depan d**a dan meminta Bella segera menyanyi dengan isyarat mata. Rendra yang berdiri di sebelah Yoga hanya diam saja memperhatikan Bella. Bella menelan ludah dan membasahi bibir yang terasa kering. Dia menatap Yoga yang sudah tidak sabar mendengarnya bernyanyi, lalu melirik Rendra yang menatapnya dengan sorot mata tak terbaca. Bella memejamkan mata sesaat, menghembuskan napas panjang untuk menenangkan diri, lalu mulai bernyanyi. Sungguh hatimu bagai batu Tak menaruh iba padaku Yang menanggung rindu menantikanmu Kau datang tanpa undanganku Kau tanamkan cinta padaku Dan setelah itu kau tinggalkanku Mengapa engkau datang bila untuk pergi? Kau buat aku senang lalu kau sakiti Mengapa engkau datang bila untuk pergi? Kau buat aku senang lalu kau sakiti Sehingga kini hatiku merana Sungguh hatimu bagai batu ... Sebuah lagu berjudul Datang untuk Pergi yang diciptakan oleh raja dangdut Rhoma Irama dan dinyanyikan oleh ratu dangdut Elvi Sukaesih menjadi lagu yang dipilih Bella untuk ia nyanyikan. Suara tepuk tangan terdengar di sekeliling Bella setelah dia selesai menyanyi. Bella kaget dan memandang berkeliling. Sudah banyak mahasiswa yang berkerumun mengelilingi Bella, Yoga dan Rendra di taman kampus. Bella tidak tahu sejak kapan orang-orang itu mengelilingi mereka. Dia terlalu menghayati isi lagu, bahkan tidak sadar telah meneteskan air mata. Bella menundukkan kepala dan cepat-cepat menghapus air mata yang menetes di pipinya. “Bagus juga suara kamu,” ucap Yoga, berjalan mendekati Bella sambil bertepuk tangan. Rendra ikut berjalan di samping Yoga dan sampai saat ini belum mengeluarkan suara. Meskipun tatapan matanya terus tertuju kepada Bella. Bella tidak menjawab. Dia menundukkan kepala, merasa malu dengan apa yang telah ia lakukan tadi. Bella bisa merasakan semua mata masih tertuju kepadanya, termasuk Rendra. Jantung Bella berdebar kencang dan tangannya mulai berkeringat dingin. Bella ingin segera pergi dari tempat ini agar tidak menjadi pusat perhatian. oOo “Bel, aku dengar kamu nyanyi dangdut di depan Kak Yoga dan Kak Rendra, ya?” tanya Fika saat mereka berdua berjalan keluar kampus setelah selesai kuliah. “Iya, Fik,” sahut Bella, menganggukkan kepala. “Sayang banget aku nggak bisa melihat dan mendengarnya, Bel. Kata mahasiswa lain suara kamu bagus, Bel,” ujar Fika, menatap Bella. Berita mengenai Bella yang bernyanyi dangdut di depan Yoga dan Rendra sepertinya sudah tersebar ke seluruh penjuru kampus dan menjadi perbincangan setiap mahasiswa yang berkerumun. Bella merasakan tatapan mata para mahasiswa ketika dia berjalan melewati mereka, bahkan ada yang dengan terang-terangan menunjuk ke arahnya. Bella merasa sangat malu karena hal itu. “Suara aku biasa aja, Fik. Sumpah aku malu banget harus menyanyi di depan umum. Kalau nggak ingat lagi di hukum, mungkin aku sudah kabur dari sana,” cerita Bella. “Kamu terlalu merendah, Bel. Kalau suara kamu nggak bagus, nggak mungkin kamu menjadi perbincangan seluruh mahasiswa di kampus,” timpal Fika. Bella mengangkat kedua bahu tanpa berniat meladeni ucapan Fika. Dia teringat dengan kejadian di taman kampus setelah selesai menyanyi. Setelah memuji suara Bella, Yoga memberikan tanda tangan yang diminta oleh Bella di bukunya. “Suara kamu sangat merdu, Bel,” puji Rendra dengan suara pelan sehingga Bella yakin hanya dia yang mendengarnya. Bella menatap Rendra dengan sorot mata tak percaya. Untuk sesaat, dia yakin Rendra menyunggingkan senyum ke arahnya. Namun, kejadian itu hanya terjadi sebentar karena Rendra memasang raut wajah datar lagi. Bella ingin membalas ucapan Rendra, tapi Yoga keburu menyelanya. “Ini bukunya sudah aku tandatangani,” kata Yoga, menyerahkan buku milik Bella. “Terima kasih, Kak,” ucap Bella, menerima buku itu. Yoga mengangguk. Dia kemudian mengajak Rendra pergi dari taman kampus. oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD