Lova terbangun saat perutnya keroncongan. Ia mengerjap berusaha segera meraih kesadaran dan menemukan ranjang di sebelahnya telah kosong. Memijit pelipisnya, ia terdengar bergumam. “Sssh … selalu saja.” Ya, selalu saja dan entah sudah ke berapa kalinya setiap Lova bangun, ia tak menemukan Zegan yang sebelumnya tidur di sampingnya. Tiba-tiba Lova terdiam saat teringat pergumulan panasnya. Sekali lagi ia tenggelam pada hasrat dan gairah yang Zegan tularkan lewat sentuhan panasnya. Kriet …. Lova tersentak mendengar derit pintu yang terbuka. Ia sampai terjingkat karena rasa trauma teringat saat Juna membuka pintu kamar tanpa permisi. Namun, ia bisa bernapas lega saat melihat Zegan lah yang memasuki kamar. “Dari mana?” tanya Lova saat Zegan telah berjalan ke arahnya. “Dari bawah,”