CHAPTER 1

1186 Words
Musim semi adalah musim yang ditunggu-tunggu setelah salju yang memenuhi hampir ke semua penjuru kota. Demikian dengan seorang gadis berambut coklat panjang ini, dia yang saat ini tengah berada di dalam mobil, tampak sangat bersemangat menikmati aroma musim semi yang telah lama ia nantikan. "Cherry? Apa kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan?" Perempuan dengan mata biru itu melirik malas ke arah seorang lelaki dengan tubuh tinggi dan bermata coklat yang ada di sampingnya. Lelaki itu berceloteh seperti seorang nenek tua menyebalkan yang sering dia temui saat ia membuka pagar rumah, tapi beruntunglah karena dia menyayangi lelaki bermata coklat itu. "Hmm, iya. Aku dengar kok." "Ulangi perkataan ku." Ia mendesah malas lalu mulai berkata,"Tidak boleh bertingkah genit pada para pria dan tendang kemaluan mereka kalau berani menyentuh ujung jari ku saja. Puas?" "Good girl. Aku mengambil tanggung jawab Papa untuk mengawasi mu selama di kampus, jika kau berulah... Nanti aku cubit pipi mu sampai bengkak." "Ayolah, Kak Maxie. Kau memang menyebalkan! Ingatkan aku untuk mengadukan kepada Mama kalau malam kemarin kau menginap di apartemen Stacy dan melakukan seks dengannya! Aku bisa mengancam mu juga!" Maxie, yang saat ini tengah fokus menyetir, tampak terganggu dengan kalimat adiknya yang selalu frontal. Ia menjentikkan kening adiknya sebagai hukuman kecil,"Tahu apa kau soal seks, penyihir kecil. Pokoknya jangan sampai aku melihat mu menggoda para lelaki kampus. Apalagi kalau kau berani menggoda Austin si kepala kecil itu," Balasnya. "Kau dengar aku, Queenie?" Ulangnya. Queenie mengangguk malas sebelum ia memilih untuk menyumpal telinganya dengan earphone merah muda yang sengaja ia simpan di dalam kantung kemeja biru mudanya. Dia menyetel sebuah lagu kesukaannya sejak masih kecil dan mulai mengabaikan celotehan Kakaknya yang sangat menyebalkan. Perjalanan itu berakhir ketika Queenie merasakan mobil yang ia tumpangi berhenti bergerak. Gadis berusia 20 tahun itu membuka pelan kelopak matanya dan menyadari kalau dirinya sudah sampai di sebuah universitas di kotanya— tempat di mana ia mengemban pendidikan sejak dua tahun yang lalu. Maxime juga berada di kampus yang sama dengannya pun dengan kedua kakak tertua mereka yang sudah lebih dulu tamat. Queenie menyimpan semua barang-barangnya ke dalam tas lalu berpamitan dengan Kakak ketiganya karena gedung kampus mereka berada di lokasi yang berbeda walau tidak terlalu jauh letaknya. Queenie menyelempangkan tasnya lalu ia mulai melangkah ke dalam gedung kampus karena dia ingat kalau ada kelas jam 9. Ah, sialan... Apa dia harus bertemu dengan Professor McLaren lagi? Kenapa di setiap semester dia mesti bertemu dengan pria kurus yang bersikap sok hebat itu? Sialan. "Hey, sexy!" Suara seorang wanita mengejutkan lamunan kecilnya. Queenie berdecak tidak senang saat ia melihat sahabatnya yang kini dengan santai merangkul bahunya. "Mia! Jangan buat aku seperti orang sakit jantung. Kau selalu membuatku kaget di mana pun." "Maaf-maaf. Lama tidak bertemu kau, aku jadi rindu." "Issh, menjijikkan," Balasnya sinis. Queenie melepas rangkulan Mia dan berjalan beriringan dengan gadis itu menaiki tangga yang seperti tidak ada habisnya. "Ku dengar McLaren tidak mengajar lagi. Dia pindah ke New York mengikuti istrinya yang bekerja sebagai apa ya... Kalau tidak salah, pengusaha kuliner yang sedang naik daun?" "Kau serius?" Tanya Queenie tidak percaya. Saking senangnya, mungkin ia sampai lupa kalau akan ada profesor garang lainnya yang akan menggantikan McLaren, tapi itu lebih baik. Ia benci melihat kacamata tebal pria tua yang kurus itu. "Astaga, seharusnya aku membolos saja hari ini!" "Bodoh, ada profesor pengganti. Entahlah, mereka bilang kalau yang akan menggantikan McLaren adalah profesor yang mengajar di Universitas lain. Katanya dia terkenal," Balas Mia. "Oh, ya? Apa dia lebih populer dariku?" Tanya Queenie. Mia menyentil kening sahabatnya karena terlalu percaya diri meski memang, hampir seisi kampus mengenal siapa itu Queenie Anderson— gadis muda yang cantik dan seksi, tapi punya kepintaran yang hanya sesendok. Queenie sangat pemalas dan dia seringkali gagal mengikuti tes, tapi beruntung wajahnya cantik. "Terkadang aku benci melihat rasa percaya dirimu itu." Keduanya pun lantas tertawa karena kekonyolan Queenie. Sesampainya mereka di kelas yang telah ditentukan, mereka melihat ada belasan mahasiswa yang sudah mengambil kursi, tapi sialnya mereka mengisi penuh kursi belakang sehingga terpaksa Queenie dan Mia menempati meja paling depan. "Ah, sialan. Jika saja Kakak ku bangun lebih pagi, mungkin aku bisa mengambil kursi belakang," Desahnya sambil menaruh kasar tasnya ke atas meja. Mia mengendikkan bahunya lalu gadis itu mengambil permen karet kesukaannya dari dalam tas. "Malam ini jadi, kan? Bar milik Johnny?" "Tentu saja. Butuh ratusan kali bagiku untuk meyakinkan Papa kalau aku menginap di rumah mu malam ini. Setidaknya kita berdua bisa bebas untuk pergi nanti malam karena Papaku sudah memberi izin." "Bagus sekali! Paman Stefan memang menyeramkan, untung dia sangat percaya padaku," Balas Mia. "Sudahlah, tak ada waktu membahas soal Papaku yang cerewet." Di sisi lain, di sebuah gedung apartemen tinggi yang biasa ditempati oleh para konglomerat, tampak seorang pria dengan rambut gelapnya tengah membenarkan letak kancing kemeja di tubuh atletisnya. Pria itu meraih sisir lalu merapikan lagi rambutnya agar tampak lebih formal karena hari ini dia mulai mengajar di Universitas yang berbeda dari tempatnya dulu. Pria itu menyimpan barang-barangnya ke dalam tas kerja miliknya tak lupa sebuah ponsel keluaran terbaru yang ia letakkan di atas meja. Ia keluar dari walk in closet lalu menatap malaikat cantiknya yang masih tertidur di atas ranjang besar di dalam kamar. Pria itu berjalan pelan ke arah ranjang lalu diusapnya rambut kepirangan putri cantiknya yang berusia empat tahun. "Rise and shine, princess. Bukankah hari ini kau mau ikut Daddy bekerja?" "Ehmm... Ngantuk, Daddy. Nanti saja, ya?" "C'mon, Crissy... Daddy bisa telat kalau kau tidak bangun sekarang. Kau bilang kalau hari ini mau menemani Daddy, kan?" Balasnya sambil mengusap pelan pipi bulat anaknya. Gadis kecil itu terbangun, ia mengusap kedua matanya dan melihat sang ayah yang sudah begitu rapi dengan pakaian formalnya. "Mau mandi sama Daddy," Ucapnya. Pria itu tersenyum kecil,"Tidak, sayang. Daddy sudah mandi dan rapi, Crystal mandi sendiri, ya? Daddy siapkan gaun yang cantik untukmu." Dengan wajah lesu ia turun dari atas ranjang. Crystal membawa langkahnya masuk ke dalam kamar mandi dan bersiap-siap sendiri. Dia sudah berusia empat tahun, untungnya dia sudah bisa mandi sendiri. Pria dengan mata sebiru samudera itu bangkit lalu mencari pakaian putrinya dari dalam lemari khusus yang ia beli untuknya. Setelah beberapa lama, pintu kamar mandi pun terbuka— Crystal keluar dari dalamnya dengan handuk besar yang nyaris menutupi seluruh tubuhnya. "Daddy, mana pakaian ku?" Gadis kecil itu melangkah ke arah sang ayah yang duduk menunggunya sambil bermain ponsel. Dia membantu putrinya memakai pakaian lalu disisirnya rambut panjang Crystal karena gadis kecil itu sangat menyukai ketika dirinya menyisir rambut panjangnya. "Daddy, aku akan menunggu di mana?" "Kau akan menunggu di ruangan milik Daddy, sayang. Tidak apa-apa, kan? Hanya sekitar dua jam saja setelah itu Daddy akan kembali bersamamu," Jawabnya sembari mengeringkan rambut sang putri. Crystal cemberut, ia tidak suka jika harus ditinggal sendirian. "Princess, apa kau mendengar apa yang Daddy katakan?" Tanyanya. "Apa, Daddy?" Pria itu membalikkan tubuh putrinya lalu dikecupnya pelan kening Crystal,"Daddy akan mengajakmu ke taman bermain siang ini. Apa kau mau?" Sudut bibirnya tertarik ke atas dan ia menganggukkan kepalanya karena setuju. Setelah berhasil membujuk gadis kecil itu, mereka pun bersiap-siap untuk segera pergi karena dia punya kelas di jam 9 dan itu berarti 20 menit lagi. Sial, sepertinya dia akan terlambat di hari pertama. Namun, tidak apalah karena ia memperkirakan akan telat paling tidak 10 menit saja. TBC A/N : Hai Gimana saya chapter 1 ini? Semoga kalian tertarik dengan ceritanya :) Jangan lupa klik love nya ya agar kalian ga ketinggalan cerita ini
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD