CHAPTER 25

1255 Words
Mia datang ke rumah Queenie tepat sebelum jam makan malam. Gadis itu sungguh sangat penasaran dan akan membenci Queenie jika sahabat bodohnya itu masih ingin menyembunyikan rahasia besar darinya. Saat ini Mia sedang berada di meja makan untuk menyantap makan malam bersama keluarga Queenie. Dia dan Keluarga Anderson memang sudah sangat dekat. Mia sangat mengenal orangtua Queenie dengan baik, mungkin tidak ada yang paling dekat dengan mereka selain Mia sendiri. "Sering-seringlah menginap di sini, Mia. Kau tahu sendiri kalau Queenie tidak punya banyak teman dekat," Ucap Alaina sambil menatap Mia. Gadis itu tertawa ringan dan mengangguk setuju. Sebenarnya Mia punya janji kencan malam ini dengan pacarnya, tapi demi menghilangkan rasa penasarannya akan rahasia yang disembunyikan Queenie, Mia memutuskan untuk menunda kencannya dulu. Mia harap Queenie bisa berkata sejujur-jujurnya. Setelah selesai makan malam, Queenie dan Mia kembali ke dalam kamar. Queenie tidak tahu harus mulai berkata dari mana, mungkin dia akan membiarkan Mia menginterogasi dirinya seperti seorang penjahat. Keduanya duduk di atas ranjang dan saling berhadapan. Mia menatap Queenie dengan penuh rasa ingin tahu sebelum dia bertanya. "Jadi apa yang mau kau jelaskan soal yang terjadi selama seminggu ini? Kau pergi ke mana?" "Oke... Aku hanya pergi untuk melakukan sesuatu yang mungkin menurut mu akan sangat aneh." "Ke mana?" "Apartemen seseorang..." "Apa?! Apartemen siapa? Kau punya pacar?!" Tanyanya tanpa bisa bersabar. Queenie menutup mulut Mia yang berbicara terlalu keras. Gadis itu berdecak kesal karena Mia bisa saja membuatnya ketahuan. "Aku akan cerita, tapi jangan bersuara yang keras!" Desisnya. Mia mengangguk mengerti. "Ingat kan kalau aku pernah cerita soal anak perempuan yang aku temui di kampus?" Mia mengangguk. "Aku menginap di apartemen bocah itu. Dengan ayahnya juga." Kali ini Mia tidak bisa diam. "Apa?!" "Mia! Kecilkan suaramu, tolong!?" Queenie melempar selimut ke depan wajah temannya berharap suara Mia mampu teredam. "Tunggu! Jadi... Kau benar-benar berkencan dengan pria tua?" Queenie menduga kalau Mia lupa kalau bocah perempuan itu merupakan putri Profesor mereka sendiri. Sungguh, dia malu untuk menjelaskan kepada Mia tentang yang terjadi padanya Minggu ini. "Dia bukan pria tua." "Lalu? Pria beristri dan kau rela jadi selingkuhan?" Queenie benar-benar ingin menjahit mulut sahabatnya ini. Keterlaluan sekali memang, Mia pikir dia serendah itu dengan menjadi benalu di dalam hubungan orang lain? "Bukan, bodoh! Dia punya anak, tapi tidak menikah dan juga bukan seorang duda." Alis Mia bertaut menanggapi jawaban Queenie. Dia memikirkan seseorang di dalam kepalanya, tapi rasanya tidak ada yang memiliki kriteria seperti itu. "Siapa pacarmu ini, Queen?" "Berjanjilah untuk tidak teriak lagi." "Hmm, iya." Queenie menarik napas pelan sebelum berbisik,"Profesor kita... Profesor Douglas." "APA?!" ... Christian sedang berada di apartemennya ketika dia mendengar suara ponsel menggema di dalam kamar. Dia yang tadinya sedang melanjutkan untuk mengoreksi lembar jawaban mahasiswa lantas berdiri untuk mengambil ponsel. Tommy mengajak Crystal pergi mencari jajanan dan mereka belum kembali sejak tiga puluh menit yang lalu. "Halo?" Sapa Christian ketika ia telah mengangkat panggilan dari ponselnya. "Hai, Eugene." "Aiden? Untuk apa kau menghubungi ku?" Christian sedikit menggeram karena tahu kalau yang menghubungi dirinya adalah adiknya, Aiden. "Tidak ada, brother. Aku hanya ingin berbincang denganmu." "Katakan saja, Aiden. Aku tidak punya banyak waktu untuk mengurusi masalah mu," Desisnya. Aiden tertawa di seberang sana, dia selalu tahu kalau Kakaknya adalah pria tidak sabaran dan begitu pemarah. Salah sedikit saja, Christian akan berubah menjadi serigala. "Kak, kenapa kau bisa tahu soal rencana kita? Red Tiger telah menandai mu sebagai pengkhianat kalau kau ingin tahu. Aku hanya ingin mengingatkan, perang akan segera terlaksana dan kau mesti menentukan kepada siapa kau berpihak." "Aiden, aku tidak mengerti kenapa kau mau menjadi anjing di dalam keluarga kita. Aku hanya ingin melindungi hal yang ku cintai. Terus menerus menyelami dunia kegelapan, tidak akan membuatmu bisa bahagia." Lagi-lagi Aiden tertawa di seberang sana. Sudah bisa dipastikan kalau mereka hendak merencanakan sesuatu yang berbahaya kepadanya dan itu bukan pertanda baik. Salah langkah saja, Christian bisa mati sia-sia. "Pria itu akan segera hengkang dari posisinya. Aku akan membuat dia berlutut dengan cara apapun dan dia akan bersaksi atas kematian ayah." "Siapa yang peduli, Eugene? Kau tidak akan pernah maju jika masih diselimuti dendam kepadanya." "Dendam kau bilang?! Ayah kita mati sia-sia hanya karena k*****t sialan itu dan kau tidak sekali pun bersimpatik atas apa yang dilakukan ayah?!" Teriaknya kesal. "Eugene. Ayah tidak mati sia-sia, dia mati di saat yang tepat karena dirinya telah terlalu banyak menyimpan rahasia. Tidak peduli dengan apa yang akan kau lakukan, Red Tiger akan terus ada dan coba tebak, Daniil Petrov berada di pihak kita. Untuk saat ini kita berhasil membuatnya bertekuk lutut." "Siapa yang kau maksud dengan kita, Aiden? Aku tidak pernah sudi untuk berkoalisi dengan kalian. Jika kau pun tidak ada di pihak ku, maka jangan pernah panggil aku Kakak. Kita lihat, seberapa lama kau akan bertahan tanpa perlindungan ku." Christian mematikan ponselnya secara sepihak dan dengan kasar dia melempar ponselnya ke atas ranjang. Pria itu menyugar rambutnya karena kesal dan dia memikirkan cara lain untuk segera menghentikan rencana gila keluarganya. Apa yang berada di dalam pikiran Aiden sampai dia rela menjadi kacung di dalam keluarganya sendiri? Christian kembali berdiri ketika dia mendengar pintu apartemen yang terbuka. Suara putri kecilnya terdengar, sepertinya dia baru saja pulang. Dia menemui Tommy dan Crystal yang berada di ruang tamu. Christian melihat ada banyaknya makanan ringan yang pasti akan membuat putrinya sakit gigi. Tommy benar-benar keterlaluan karena menuruti semua permintaan Crystal. "Crissy... Apa kau ingat dua bulan yang lalu kita pergi ke dokter gigi karena salah satu gigimu dicabut? Coba diingat, dokter bilang apa soal jangan memakan permen dan coklat?" Crystal hanya tertawa mendengar celotehan ayahnya. Gadis kecil itu memang tahu kalau giginya sudah ada yang dicabut karena terlalu banyak memakan manisan, tapi Paman Tommy sangat pintar membuat dia mengingkari janji. "Uncle membelikan banyak coklat, Daddy. Crissy mau makan lagi," Jawabnya. Christian menggeleng pelan dan membiarkan putrinya memakan apapun yang dia mau. Pria itu kembali melanjutkan pekerjaannya dengan serius. "Eugene? Apa kau benar-benar berpacaran dengan gadis kemarin?" "Kenapa kau bertanya?" Christian tidak mengalihkan perhatiannya dari kertas-kertas itu meski hatinya sedikit jengkel karena Tommy lagi-lagi membawa Queenie dalam pembicaraan mereka. "Bukan bermaksud mengejek, tapi kau sangat tidak cocok dengannya. Kalau kalian duduk bersebelahan, dia cocok menjadi putrimu, bukan kekasih." "Bilang saja kau menyukainya, Tommy. Itu pun kau susah untuk berkata," Sahutnya kemudian. "Masa bodoh. Kalau aku menyukainya, sudah lama aku dekati dia. Sudahlah, aku hanya mengutarakan pendapat ku." Christian tersenyum geli. Pria itu tetap fokus mengerjakan pekerjaannya meski suara Crystal dan Tommy begitu memenuhi indera pendengarannya. "Oh ya, Eugene. Soal wanita bernama Sophia itu..." Christian menghentikan kegiatannya. Dia menatap Tommy dengan serius karena sepertinya Tommy punya informasi tentang wanita yang sedang dia cari ini. "Kau sudah menemukannya?" "Tidak. Aku tidak menemukannya. Tapi aku mendapatkan informasi mengenai data penduduk Seattle beberapa tahun belakangan ini. Ada banyak nama Sophia Jazmine, tapi hanya satu yang memiliki nama lengkap Sophia Elizabeth Jazmine. Aku juga sudah menyaring beberapa nama yang sedikit aku curigai, tapi tidak ada yang sama seperti Sophia Elizabeth Jazmine ini." "Kau punya biodata lengkapnya?" Tanya Christian. "Tidak ada biodata lengkap. Menurut data yang aku baca, Sophia tinggal di apartemen kecil beberapa tahun lalu dan dia adalah seorang ibu satu anak." "Statusnya sekarang?" "Meninggal." Christian menegakkan tubuhnya. Jadi Sophia sudah mati? Itukah sebabnya mengapa ayah angkatnya tidak ragu-ragu untuk menikahi ibunya dan mengambil kekuasaan Klan mereka? "Kau serius?" Tommy mengangguk,"Data penduduk yang ku dapat adalah yang paling resmi. Sophia sudah meninggal enam tahun yang lalu." Christian mengusap wajahnya karena merasa sedikit kalut. Padahal jika Sophia masih ada, dia bisa menggunakan wanita itu untuk menendang ayah tirinya dan menghukum pria itu atas pembunuhan yang telah dia lakukan terhadap Mark Douglas. Dunia mereka begitu berpegang teguh pada kejujuran, Ayah tirinya datang dengan alasan mencintai ibunya Christian, Martha, dan berniat untuk menggerakkan Red Tiger sebagaimana mestinya. Namun, jika Christian berhasil menguak fakta kalau Ayah tirinya adalah seorang penipu, pria sialan itu bisa saja tersingkir. TBC A/N : Halo Ya semoga kalian ga marah karena saya up selalu malam gini :(
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD