"Apa kau menemukan data mengenai anak Sophia?"
"Tidak ada, Eugene. Aku sudah mencoba untuk mencari di mana pun, tapi tak pernah muncul satu nama."
"Apa dia bekerja?" Tanya Christian.
"Puluhan tahun lalu dia bekerja di rumah sakit. Hanya itu satu-satunya yang tertera," Jawab Tommy.
Memang, dia pun bingung soal ini. Kenapa tidak pernah ada data yang akurat dan terbaru dari wanita bernama Sophia ini? Tommy menduga kalau ada pihak lain yang mengetahui posisi Sophia dan siapa pun orang itu sengaja menyembunyikan data asli dari Sophia dan anaknya. Pasti ada orang lain yang melindungi wanita itu.
"Eugene, dari mana kau mendapatkan nama Sophia Jazmine?"
"Informan pribadi ku telah mencari tahu tentang riwayat kehidupan pria sialan itu. Melalui data yang didapatkan, pria itu mengaku kalau dia memiliki seorang adik angkat bernama Sophia Jazmine. Namun, aku yakin kalau wanita itu bukan adik angkat biasa. Itulah sebabnya mengapa ayah tiri kita meninggalkan dia demi kekuasaan Klan. Kau sendiri tahu kan kalau pria itu seorang mucikari dan penjual narkoba? Dia bekerja pada Klan Petrov sebelum akhirnya berhasil membodohi ibu kita."
Tommy ikut berpikir. Christian memang seorang pendendam. Seharusnya Albert Lopez—ayah tirinya— bisa berhati-hati dengan kakaknya ini.
"Besok malam aku akan bertemu Mr. Drew dan dia ingin berbincang dengan Paman Stefan. Kau mau ikut aku?"
"Eugene, kenapa kau selalu melibatkan orang itu? Dia bukan anggota mafia lagi, Eugene. Kau mesti ingat kalau dia bisa saja-"
"Itu artinya kau yang tidak paham soal dirinya, Tommy."
Christian menyimpan semua barang-barangnya lalu dia melangkah ke dalam kamar, meninggalkan Tommy yang masih tidak mengerti dengan jalan pikiran sang kakak.
...
Pagi kembali menyambut. Setelah sarapan, Mia memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Kebetulan sekali hari ini tidak ada jadwal kuliah, Queenie tak perlu repot-repot untuk mandi dan bersiap-siap ke kampus.
Gadis itu kembali ke dalam dapur lalu melihat Eleanor dan Mamanya sedang memasak sesuatu.
"Kalian sedang masak apa?" Tanya Queenie dengan antusias. Pagi ini dia jadi tertantang untuk belajar memasak. Sepertinya dia akan memulai semua itu hari ini.
"Hanya mencoba resep baru. Kedua kakak kembar mu menyukai kepiting, jadi Mama ingin mencoba resep baru."
Eleanor mengangguk dengan satu senyuman di bibirnya. Perempuan itu dengan cekatan membantu Alaina menyiapkan bahan yang akan dimasak.
"Sini, aku mau bantu juga."
"Wah! Kenapa tiba-tiba kau mau memasak, Queen? Biasanya kau sangat malas untuk membantu Mama masak," Sindir Alaina. Queenie hanya tersenyum malu, dia pun mengambil pisau kecil dan membantu mengiris beberapa bahan penyedap.
"Iris yang tipis, Queen. Jangan terlalu tebal," Celetuk Eleanor begitu dia melihat hasil irisan Queenie yang masih terlalu tebal.
"Baiklah."
Beberapa lama kemudian, Eleanor pun merasa kepalanya pusing. Dia meletakkan pisau dapurnya ke atas meja lalu memijat kepalanya perlahan. Sepertinya sakit kepalanya kambuh lagi. Semalam dia pun merasakan sakit kepala yang tidak tertahankan.
"Aunty, aku ke kamar dulu. Kepala ku sangat pusing."
"Ada apa? Kau sakit, Elea?" Alaina meletakkan pisaunya lalu merangkul pelan bahu gadis itu. Bibir Eleanor sangat pucat dan sepertinya dia memang sedang sakit.
"Tidak apa-apa, Aunty. Aku baik-baik saja," Jawabnya.
"Queen, temani Eleanor ke kamarnya. Biar Mama yang menyelesaikan masakan," Titah Alaina. Queenie tentu saja menurut. Dia membantu Eleanor untuk naik ke lantai atas.
Queenie membaringkan Eleanor ke atas ranjang lalu dia menuangkan air ke dalam gelas sebelum menyodorkannya kepada Eleanor. "Minumlah, mana tahu kau bisa lebih baik lagi."
"Terima kasih, Queen."
Queenie menatap wajah Eleanor yang begitu pucat. Kenapa pula dengan gadis ini?
"Kau mau aku panggilkan dokter? Sepertinya kau sakit."
"Tidak perlu. Aku hanya pusing biasa, nanti pasti sembuh."
Queenie mengusap pundak Eleanor dengan pelan,"Kalau kau butuh sesuatu, teriakkan saja namaku, oke? Istirahat lah yang cukup."
Queenie beranjak lalu ia meninggalkan Eleanor yang termenung di dalam kamar. Setelah kepergian Queenie, Eleanor mencoba untuk tertidur karena kepalanya benar-benar sakit.
Di luar kamar, Queenie mendapati Maxime yang baru saja keluar dari dalam kamarnya. Sepertinya sang kakak akan bepergian hari ini.
"Kak, kau mau ke mana?"
"Aku mau ke tempat Stacy."
"Hah?! Mau apa kau pergi ke sana?" Queenie terlihat sangat tidak menyukai perkataan Maxime. Kenapa dari sekian banyak perempuan, Maxime malah menyukai Stacy? Memalukan sekali.
"Daripada kau ke sana, lebih baik kau temani Elea. Dia sakit, kau kan sahabatnya?"
Maxime terdiam sebentar. Dia menatap pintu kamar Eleanor dalam diam sampai Queenie melambaikan tangan di depan wajahnya,"Kenapa malah melamun? Ihh, aneh sekali."
Queenie melangkah turun karena dia ingin melanjutkan acara masak-memasak nya lagi. Ah, jika dia sudah bisa memasak, Queenie akan membuatkan semua makanan kesukaan Christian.
"Mama, Kak Ethan dan Kak Elliot ke mana sih? Kok pagi-pagi sekali mereka pergi?" Tanya Queenie sambil membantu Alaina menyelesaikan masakan.
"Katanya sih ke galeri milik Elliot."
"Oh begitu..."
Tak lama kemudian, semuanya pun selesai. Alaina memasukkan kepiting yang sudah dibaluri dengan bumbu penyedap ke dalam kulkas karena dia akan menyiapkan itu untuk makan siang nanti. Queenie mencuci tangannya, dia melangkah ke ruang tengah dan mendapati Papanya sedang duduk di sana sambil menonton acara televisi.
"Papa..."
Queen duduk di sebelah Stefan lalu dia melipat kakinya di atas sofa. Hari ini agak membosankan karena tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu sampai hari berakhir. Sebenarnya dia punya tugas kuliah, tapi Queenie sangat malas mengerjakannya. Sedari tadi dia kepikiran soal Christian dan juga Crystal. Queenie penasaran, apa yang sedang dua orang itu lakukan?
"Queenie, kau sudah mandi atau belum?"
"Belum, Pa. Malas."
Stefan menggeleng pelan melihat tingkah putrinya ini. Jika Alaina adalah wanita yang sangat disiplin soal kebersihan tubuh, maka Queenie adalah kebalikannya. Gadisnya ini sangat malas untuk mandi atau membereskan kamar.
"Queen, bagaimana kuliah mu? Ada kemajuan?"
"Begitulah, Pa. Terkadang maju, terkadang juga mundur."
"Bagaimana dengan Douglas? Dia menjagamu selama di kampus?" Queenie segera menoleh ke arah sang Papa dan bergidik ngeri. Apa Papanya sedang mencurigai sesuatu sampai menanyakan soal Christian?
"Ehm... Kenapa sih Papa sering bertanya? Mau menjodohkan ku dengan Profesor Douglas?" Pancingnya.
"Kalau kau mau, tentu saja Papa akan menjodohkan mu dengannya. Dia pria yang baik dan tentu saja disiplin. Papa yakin kau akan rajin mandi kalau sudah tinggal dengannya."
"Ihh, Papa!" Queenie meraih bantal lalu menyembunyikan wajahnya di atas bantal. Kenapa pula tiba-tiba gaya bercanda sang Papa sangatlah mengerikan pagi ini? Sepertinya Stefan benar-benar berniat untuk mencarikannya jodoh. Astaga... Dia saja belum berusia 21 untuk bisa minum alkohol.
"Papa tidak serius, sayang. Kau takut sekali sepertinya," Stefan mengusap rambut putrinya lalu dia mencium pelipis Queenie.
"Sudahlah, sekarang pergi mandi. Kau itu sudah dewasa, belajar lah untuk rapi."
"Hmm, iya!" Queenie berlari ke kamarnya untuk segera mandi. Ketika gadis itu hendak mengambil handuk, ponselnya berbunyi nyaring.
Dengan cepat dia mengambil ponsel yang dia letakkan di atas meja dan tiba-tiba dadanya kembali berdebar begitu melihat nama Christian yang tertera di layar.
"Ha-Halo?"
"Halo, sayangku. Kau sedang apa? Sudah sarapan?"
"Ehm... I-Iya, sudah. Aku baru mau mandi."
Queenie tersentak saat tiba-tiba panggilannya terganti menjadi video call. Dengan ragu dia menekan tombol hijau dan seketika wajah Christian memenuhi layarnya.
"Aku mau lihat kau mandi."
Gadis itu membulatkan matanya karena ucapan vulgar Christian. Pria maniak! Kenapa pula menelepon di saat yang tidak tepat?
"Tapi... Aku tidak mau."
"Kau harus mau, little girl. Mau ku hukum lagi?"
"Tidak mau. Aku... Aku malu, Daddy," Cicitnya.
Tawa Christian terdengar di seberang sana. Queenie melipat bibirnya karena bingung mau melakukannya atau tidak.
"Baiklah, aku tidak memaksa. Mandilah, tiga puluh menit lagi aku ke rumah mu. Kau mau kencan denganku hari ini?"
"Kau serius? Tapi-"
"Tiga puluh menit. Aku akan menghubungi mu lagi."
Christian mematikan sambungannya. Queenie berteriak girang di atas ranjangnya karena hari ini dia akan pergi kencan dengan pria pujaannya. Oh sungguh, ini benar-benar hari yang membahagiakan. Dia meralat ucapannya barusan yang mengatakan kalau hari ini begitu membosankan.
Queenie dengan cepat masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya sampai kembali harum. Dia tidak akan mengecewakan Christian hari ini dan Queenie harap kencannya akan berjalan lancar tanpa hambatan.
TBC