CHAPTER 16

2002 Words
"P-Profesor... Bibirku sakit," Rintih nya. Christian mengusap permukaan bibir Queenie dengan jempol sebelum memberi kecupan lembut di atas sana. "Ingat satu hal, Queenie. Bibir ini sudah jadi milikku. Pastikan tidak akan ada pria lain yang mencicipinya atau kau akan aku beri hukuman." Queenie hanya diam saja, tapi kepalanya terus mengangguk paham. "Gadis pintar. Sekarang berpakaian lah, kita akan sarapan." Christian bangkit dari atas tubuhnya lalu masuk ke kamar mandi untuk berpakaian. Queenie duduk di atas ranjang dengan perasaan campur aduk. Ia menyentuh dadanya yang bergemuruh kencang dan dia sadar kalau dirinya telah melakukan perjanjian aneh dengan Profesornya sendiri! "Astaga... Aku harus tenang. Aku harus bisa mengendalikan diri," Ucapnya pada diri sendiri. Queenie pun lantas membawa pakaiannya ke kamar Crystal lalu memakainya cepat karena takut Christian akan kembali menyudutkannya seperti tadi. Setelah selesai memakai pakaiannya, Queenie mengajak Crystal keluar kamar. Crystal menggenggam erat telapak tangan Queenie dan berjalan riang. Setibanya dia di dapur yang langsung terhubung dengan ruang makan, Queenie melihat Christian telah berada di sana. Pria itu tampak sedang menyiapkan beberapa helai roti dan juga kopi untuknya sendiri. Wajah Queenie kembali tegang ketika mengingat kejadian barusan. "Mommy? Kenapa melamun? Mommy tidak jadi masak, ya?" Ia menoleh pelan ke arah Crystal dan tersenyum kebingungan. Sungguh, dia merasa canggung dengan situasi ini. "Makan saja rotinya, Crissy. Mommy sedang kelelahan, makanya dia tidak bisa membuat sarapan." Crystal lantas duduk di kursi makan lalu meraih roti yang sudah diolesi selai coklat kesukaannya. Gadis kecil itu tampak lahap memakan rotinya tanpa banyak bertanya lagi. "Nona Anderson? Duduk dan makan sarapan mu." "I-iya, Profesor," Queenie pun dengan cepat duduk di kursinya dan mengambil helai roti yang sudah disiapkan. Dia makan dengan rasa takut akan membuat kesalahan serta bayangan ketika Christian mencium bibirnya tadi. Ia tersentak saat telapak tangannya digenggam oleh Christian. Mata biru Queenie melirik pria yang kini duduk di kursi utama. Senyuman Christian terlihat tenang dan damai, tapi Queenie tahu ada sesuatu yang berbeda dari senyumannya. "Jangan takut. Kau akan baik-baik saja, sayang," Jantung Queenie kembali berdetak keras. Dia menganggukkan kepalanya seperti terhipnotis oleh ucapan Christian. Mereka pun melewati sarapan dalam diam sampai Christian pamit untuk pergi ke kampus. Dia punya jadwal mengajar sampai sore hari ini, jadi pria itu tidak akan pulang sampai jam makan malam. Queenie merapikan dapur dan mencuci piring bekas sarapan. Gadis itu memegang kedua sisi wastafel lalu kembali mengingat ketika bibir Christian menciumnya. Disentuhnya permukaan bibir itu untuk kembali merasakan bagaimana kecupan yang pria itu berikan. "Ada apa ini? Kenapa... Kenapa aku tidak bisa berhenti memikirkan Profesor Douglas?" Queenie mengelap tangannya lalu ia melangkah ke ruang depan di mana Crystal berada. Gadis kecil itu tampak asyik dengan boneka Barbie miliknya. Queenie menatap Crystal dari belakang, ia jadi penasaran tentang di mana ibunya yang asli berada? Tring! Tring! "Mommy?! Ponselnya berbunyi," Queenie kembali tersadar dari lamunannya. Dia pun dengan segera masuk ke dalam kamar lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas. Papa Ia meneguk ludahnya ketika melihat kalau Papanya yang menelepon. Queenie menarik napas perlahan lalu menekan tombol hijau. "Ha-Halo, Pa?" "Queen, kau di mana? Kakak mu tadi mengatakan kalau kau pergi semalam? Ke mana?" "Uhm... Aku pergi untuk mengerjakan tugas kuliah, Pa. Keterangannya ada di dalam surat," Jawabnya. "Tapi tadi Papa menelepon Mia dan menanyakan mu, dia bilang tidak ada tugas apapun." Queenie memejamkan matanya. Dia mesti berpikir keras agar sang Papa tidak menaruh kecurigaan berlebih padanya. Setelah ini Queenie akan jujur kepada Mia dan meminta bantuan sahabatnya itu. "Papa, aku tidak bohong. Aku benar-benar sedang ada tugas. Mia tidak ikut karena dia tidak mengambil kelas yang sama denganku," Jelasnya. Helaan napas terdengar dari seberang sana, itu artinya Stefan percaya padanya. "Baiklah, kau sudah bawa uang yang cukup? Perlengkapan mu?" "Semuanya sudah siap. Nanti aku hubungi Papa lagi, oke? Ada arahan dari Profesor ku," Queenie pun mematikan ponselnya. Dia duduk di pinggir ranjang seraya berpikir keras. Apa yang harus ia katakan nanti? Queenie bisa saja mengadu kepada Papanya kalau Christian menciumnya tanpa alasan tadi, tapi bagaimana jika Christian melapor soal kelakuannya selama ini? Tentang kejadian di bar Johnny waktu itu? "Mommy, hujan sedang turun. Apa kita tetap akan pergi ke taman?" Crystal telah berdiri di ambang pintu dan bertanya padanya. Wajah gadis kecil itu terlihat murung karena cuaca sedang tidak mendukung untuk bepergian. Queenie merentangkan tangannya untuk memeluk Crystal yang sedang berlari ke arahnya. Diusapnya pelan rambut coklat kehitaman milik Crystal,"Kalau begitu kita akan melakukan sesuatu yang menyenangkan di rumah. Seperti menggambar? Menonton film kartun? Mommy akan menemanimu seharian ini." Crystal mengangguk senang. Dia pun berceloteh soal apa-apa saja yang akan mereka lakukan hari ini dan Queenie harus siap untuk kelelahan demi menemani Crystal bermain. ... Tepat pukul tujuh Christian sampai di depan pintu apartemennya. Pria itu menekan password lalu membuka pintunya. Ia menenteng sebuah plastik berisikan beberapa potong pakaian yang dia beli tadi sebelum pulang dari kampus. "Daddy!" Christian tersenyum lebar lalu dia berjongkok untuk menyambut pelukan putrinya. Ia mencium wajah Crystal dengan gemas lalu membawa gadis kecilnya ke dalam gendongan. "Sudah makan?" Tanya Christian. "Sudah, Daddy. Tadi Mommy buat makan malam, tapi lama sekali." "Ya sudah, sekarang gosok gigimu dan siap-siap tidur, oke?" Titahnya. Crystal mengangguk cepat lalu turun dari pelukan Christian untuk kembali ke dalam kamar. Christian melangkahkan kakinya ke dapur, tubuhnya menyandar di pintu dapur saat ia menemukan Queenie yang sedang sibuk membereskan dapur yang kelihatan sangat kacau itu. "Kau baru pertama kali menggunakan dapur, Nona Anderson?" Queenie segera menoleh ke belakang dan terkejut karena Christian telah berada di sana dan mengawasinya. Jika kembali mengingat, ini memang pertama kali dia memasak dan hasilnya cukup kacau karena Crystal mengatakan kalau masakannya sangat asin dan agak gosong. Sungguh, Queenie sudah mengikuti langkah-langkah dari internet, tapi semua itu tidak semudah yang dirinya kira. "Ma-Maafkan aku, Profesor. Aku sudah berupaya keras agar Crissy bisa makan malam. Tapi... Sepertinya aku mengacau." "Tidak apa-apa. Sekarang, ikut aku ke dalam kamar. Ada yang ingin aku tunjukkan padamu," Titahnya. Christian melangkah duluan ke dalam kamarnya disusul oleh Queenie yang masih saja gugup. Gadis itu menutup pintu di belakangnya dan berdiri tanpa ada niatan untuk melangkah lebih dekat. Christian melepas jas kerjanya lalu meletakkannya ke atas ranjang pun dengan barang yang baru saja dia beli. "Masih ingat kan soal perjanjian kita tadi pagi?" "Masih, Profesor," Jawabnya. Christian menatapnya dengan seringai serigalanya sebelum menarik tangan Queenie untuk berada lebih dekat dengannya. "Aku punya beberapa barang yang harus kau gunakan setiap malam selama satu Minggu ini." Pria itu meraih pakaian tidur yang baru dibelinya lalu menyerahkan benda itu kepada Queenie,"Ini adalah sebuah lingerie kalau kau tidak tahu. Gunakan untuk malam ini dan selanjutnya karena aku ingin melihatmu dengan pakaian itu." Queenie menatap gaun tidur di tangannya dengan ragu. Ini terlalu tipis dan dia tidak mungkin mengenakan ini di apartemen seorang pria asing. "Profesor, gaun tidur ini-" "Dan berhenti memanggilku Profesor, Queenie. Mulai sekarang, saat kita sedang berdua, kau panggil aku dengan sebutan Daddy. Kau mengerti?" "Ta-Tapi Prof-" "Queenie. Aku memaksamu," Potongnya. Gadis itu pun tidak punya pilihan lain selain menganggukkan kepalanya. Entah kenapa dia tidak berniat untuk menolak dan malah merasa tertantang oleh permintaan Christian. "Good girl. Sekarang ganti pakaian mu, Queenie." "Ba-baik... Uhm... Daddy," Balasnya dengan suara yang semakin pelan ketika ia menyebut sebuah kata yang tabu untuk dia sematkan kepada Christian. Crystal lah yang paling cocok menggunakan kata itu kepada Christian dan bukan dirinya. Christian tersenyum senang. Dia membiarkan Queenie pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Beberapa saat kemudian, gadis itu keluar dari kamar mandi. Queenie terlihat sekali tidak nyaman dengan lingerie yang dia pakai bahkan sesekali dia menarik ujung gaun tidur itu karena terlihat terlalu pendek. "Kenapa pakai bra? Tadi malam kau tidak pakai bra saat tidur. Sekarang lepaskan benda itu." "Tapi, Prof— maksudku, Daddy. Aku tidak mungkin melepaskannya," Tolaknya, tapi Christian tetap menggeleng tegas. "Mau kau lepaskan sendiri atau aku yang melakukannya?" Queenie semakin merasakan kakinya seperti tidak bisa menapak lagi. Gaun tidur yang dia pakai sangatlah tipis dan jika dia melepas satu-satunya pelindung ini, maka payudaranya akan terlihat. Percuma saja memakai pakaian jika masih telanjang. "Baiklah," Dia tidak punya pilihan lain. Queenie kembali masuk ke dalam kamar mandi dan mau tak mau dia mesti melepas bra miliknya. Gadis itu menyilang tangannya di depan d**a sebelum memberanikan diri untuk keluar kamar mandi. Christian sudah menunggunya di depan pintu, pria itu lantas menarik tangan Queenie untuk mendekati ranjangnya sebelum mendorong tubuh gadis itu ke tengah ranjang. Ujung gaun tidurnya tersingkap, Queenie beringsut mundur karena tahu kalau Christian hendak melakukan sesuatu padanya. "Kau cantik sekali jika seperti itu. Yakin kalau kau masih perawan?" Pertanyaan Christian membuat Queenie segera terkejut. Dia tidak menyangka kalau di balik sifat dingin dan bijaksana itu, terdapat pikiran kotor dan liar tentang dirinya. Apa Christian adalah penjahat kelamin yang akan membantai habis dirinya? "Daddy, jangan seperti ini. A-Aku takut," Sungguh Queenie sedang ketakutan, tapi Christian malah semakin b*******h. Ia rasanya ingin meledak begitu saja saat Queenie memanggilnya dengan sebutan Daddy. Telinganya terasa geli, tapi di saat yang bersamaan dia bernafsu dengan cara gadis itu memanggilnya. "Jangan melakukan kesalahan-kesalahan yang akan membuatku murka, little girl. Kau mengerti maksudku, kan?" Telapak tangan besar Christian hinggap di atas pahanya dan mengusap kulit paha gadis itu dengan lembut. Queenie tak berhenti memandang Christian dengan wajah memelas dan sesekali dia menjauhkan tangan Profesor m***m itu dari dirinya, tapi tidak bisa. "Kau mau aku mengadukan ini kepada Papamu, Queenie? Menurutmu apa yang dia katakan jika melihat gadis kesayangannya berubah menjadi seorang jalang yang haus belaian?" "Jangan, Daddy. Jangan beritahu Papa, aku mohon." "Memohon dengan cara yang benar, sayangku. Kau mau membuatku marah, hum?" Tanyanya. Queenie menggeleng keras lalu dia memikirkan kata-kata lain yang memungkinkan. "Aku tidak mau dirayu dengan kata-kata. Lakukan sesuatu padaku maka aku akan maafkan," Ucap Christian. Queenie sangat tidak tahu apa yang mesti dia lakukan. Sungguh, memangnya dia melakukan kesalahan apa sekarang? "Aku... Aku harus bagaimana?" Tanyanya. "Lakukan blowjob untukku, maka aku akan menerima permohonan mu," Jawabnya dengan satu seringaian. "B-Blowjob? Aku tidak mengerti, Daddy." "Maka dari itu Daddy akan mengajarkan mu melakukannya. Sekarang duduk di depanku," Christian mengubah posisi duduknya. Kakinya menjuntai di atas lantai dan dia menuntun Queenie untuk berlutut tepat di depannya. "Gadis pintar." Christian tersenyum kepada mainan barunya itu lalu dia pun membuka zipper celananya. Queenie menelan ludahnya dengan susah payah. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Christian, tapi ini pasti bukan sesuatu yang baik. Gadis itu memejamkan matanya saat bukti gairah Profesornya telah berdiri tegak di depannya. Queenie takut, dia belum pernah melihat kejantanan pria. "Buka matamu, Queenie," Christian meraih dagu gadis itu agar kembali menatapnya. Queenie perlahan membuka kedua matanya dan dia terkejut karena melihat benda itu sangat besar. "Pegang." "Ta-Tapi-" "Aku tidak suka mengulangi ucapan ku, little girl." Dengan tangan bergetar Queenie meraih kejantanan Profesornya sendiri dan mencoba untuk menggenggamnya. Napasnya serasa berhenti saat merasakan teksturnya di telapak tangannya yang mulus. Benda itu terlalu besar dan tangannya terlalu kecil untuk menampung semuanya. "Arrgh! Gerakkan tanganmu perlahan, sayang." Queenie menuruti perkataan Christian. Tangannya sangat kaku ketika mencoba untuk memuaskan pria itu. Terbukti sekali kalau dia tidak pernah melakukannya. "Buka mulutmu." "Apa?" "Kau dengar aku, gadis nakal!" Christian menjepit rahang Queenie agar gadis itu membuka bibir seksinya. "Kulum. Sekarang, tapi jangan libatkan gigimu. Cukup manjakan dengan mulut dan lidahmu. Kau paham? Lakukan naik dan turun seperti kau melakukannya dengan tanganmu," Jelasnya. Meski merasa sedikit jijik dan takut, Queenie tetap melakukannya. Dia benar-benar ingin muntah karena benda besar itu langsung menusuk tenggorokannya. Namun, Christian menjambak rambutnya dan menahan kepalanya sehingga Queenie terbatuk-batuk. "Da-Daddy, ini terlalu besar. A-Aku tidak bisa." "Lakukan atau aku akan melapor kepada Papamu kalau kau ingin menjadi pelacur." Queenie menggeleng takut. Dia kembali mencoba memasukkan benda itu ke dalam mulutnya dan menahan rasa mualnya. Christian menggeram nikmat sambil sesekali menekan kepala Queenie. Ia benar-benar akan meledak di dalam mulut gadis itu jika Queenie tidak berhenti. Gayanya sangat amatir sekali. Namun, Christian menyukainya. Gadis polos ini harus belajar banyak mengenai kehidupan seks yang liar. "Sialan! Arrgh!" Christian melepaskan mulut Queenie saat pelepasan itu datang. Cairan putih yang kental lantas mengotori wajah Queenie. Gadis itu berteriak kaget karenanya. Tangannya menyentuh cairan itu dan mendapati kalau itu merupakan sesuatu yang mereka sebut s****a. Christian berdiri dan menutup celananya kembali tanpa memedulikan Queenie yang masih kebingungan. "Bersihkan dirimu dan masuk ke kamar ku jam satu pagi nanti. Kau mengerti?" "Ba-Baik, Daddy." Gadis itu berdiri lalu dengan segera di masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dia terdiam karena rasa takut dan seketika Queenie menangis. "Pa-Papa... Queen minta maaf," Ia memeluk dirinya sendiri dan bahunya kembali bergetar. Pria yang dicintainya... Pria itu pula yang melecehkannya. Ini baru malam kedua, apa yang akan terjadi di malam-malam berikutnya dan bagaimana masa depannya nanti? TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD